oleh Handra Deddy Hasan
Manajemen Toko Buku Gunung Agung yang legendaris memastikan kabar buruk kondisi perusahaan, termasuk akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan. Direksi Perusahaan memutuskan untuk menutup permanen seluruh outlet yang masih tersisa pada tahun ini dan sekaligus menandai perusahaan berhenti mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kabar ini memicu dan menarik perhatian publik dan sempat menjadi trending topic dan ramai dibahas di Twitter.
Cerita sedih dan memori kenangan lama jadi mengalir dalam pembasan trending topic ditutupnya Toko Buku Gunung Agung.
Pengalaman mengunjungi toko buku Gunung Agung adalah salah satu cara yang indah untuk merasakan romansa dan mengenang kenangan masa lalu. Di tengah aroma ruangannya yang khas dan suasana yang tenang, banyak orang dapat menemukan pesona dan nostalgia di antara rak-rak yang dipenuhi dengan berbagai buku.
Bahkan bagi beberapa orang, toko buku Gunung Agung bisa jadi menjadi tempat di mana mereka menemukan kisah-kisah cinta yang indah. Di antara deretan novel roman atau buku-buku puisi, seseorang bisa saja menemukan karya yang menggetarkan hati mereka dan menginspirasi perasaan romantis. Hal ini sering kali membawa mereka kembali pada kenangan romantis dalam kehidupan mereka, mengingat momen-momen manis atau hubungan cinta yang telah mereka alami.
Saking lamanya toko buku Gunung Agung eksis di tengah-tengah masyarakat dimana telah melewati 7 dekade, sehingga juga menjadi tempat di mana orang dapat mengenang kenangan masa kecil mereka. Saat melihat buku-buku anak-anak dengan ilustrasi yang penuh warna atau melihat lusinan cerita petualangan, seseorang dapat terbawa kembali pada masa kecil mereka yang penuh imajinasi dan kegembiraan. Mengenang kembali saat-saat membaca dongeng atau novel favorit, mereka dapat merasakan kehangatan dan kegembiraan yang dulu mereka rasakan.
Sementara sebagian lagi mengenang Toko Buku Gunung Agung ketika masih mahasiswa, terbirit-birit disuruh dosen mencari referensi dalam rangka menyelesaikan tugas akhir membuat skripsi.
Semua kenangan dan jejak romansanya sekarang tinggal menjadi kenangan manis yang tidak akan terulang, karena semua outlet Toko Gunung Agung permanen akan ditutup pada tahun ini.
Toko Buku Gunung Agung Merugi.
Penutupan toko/outlet Toko Buku Gunung Agung bukan hanya semata-mata dampak dari pandemi Covid-19 pada tahun 2020 saja. Perusahaan telah melakukan efisiensi dan efektifitas usaha sejak tahun 2013 berjuang menjaga kelangsungan usaha dan mengatasi kerugian usaha akibat permasalahan beban biaya operasional yang besar.
Beban biaya besar tidak sebanding dengan pencapaian penjualan usaha setiap tahunnya, sehingga perusahaan merugi terus menerus.
Kerugian usaha Toko Buku Gunung Agung bisa terjadi karena perubahan konsumsi masyarakat. Perkembangan teknologi dan pergeseran preferensi konsumen telah mengubah cara orang membaca buku. Buku elektronik (e-book) dan platform digital lainnya telah menjadi populer, mengurangi permintaan untuk buku cetak. Jika Toko Buku Gunung Agung tidak mampu menyesuaikan bisnisnya dengan tren ini, mereka mungkin menghadapi penurunan penjualan yang signifikan.
Selain itu dengan majunya dunia informasi dan teknologi menciptakan persaingan dari penyedia buku secara online. Kemunculan toko buku online dan platform e-commerce telah memberikan persaingan yang tangguh dan kuat bagi toko buku fisik seperti Toko Buku Gunung Agung. Dalam pemasarannya penyedia online sering kali menawarkan diskon besar dan pengiriman gratis, membuatnya lebih sulit bagi toko buku fisik seperti Toko Buku Gunung Agung untuk bersaing dalam hal harga dan kenyamanan.
Apalagi biaya produksi buku yang tinggi, bersaing dengan kegiatan ilegal pembajakan. Percetakan buku membutuhkan investasi awal yang signifikan dalam peralatan cetak dan bahan baku. Biaya produksi, termasuk cetakan, kertas, tinta, dan biaya tenaga kerja, dapat menjadi beban finansial yang berat. Sementara pembajakan merajalela dan bisa menjual secara online dengan harga sangat murah. Harga buku bajakan hanya sekitar 25% (dua puluh lima persen) dari harga resmi, karena pembajak hanya mengeluarkan biaya cetak sebagai overhead costnya. Padahal komponen harga buku resmi tidak hanya biaya cetak saja, ada pembayaran untuk penulis, desainer, ilustrator dan tangan-tangan kreatif lainnya.
Pembajakan Buku Mengancam Toko Buku Legal.
Pembajakan buku sudah sangat lumrah terjadi di Indonesia. Penegakan hukumnya terasa samar dan tidak pernah membuat pembajak takut atau gentar dengan sanksinya, sehingga pembajakan buku sangat masif terjadi.