Ada suatu ketika dimana setiap isteri harus mendapatkan persetujuan suami untuk melakukan tindakan hukum. Malah lebih jauh lagi seorang istri tidak bisa menjadi subyek hukum sehingga tidak bisa melakukan  perbuatan hukum. Sehingga setiap peristiwa hukum yang harus melibatkan pihak istri diwakili oleh pihak suami.
Yaitu ketika masih berlakunya Pasal 108 dan Pasal 110 Burgelijk Wetbook (BW) yang merupakan Hukum Perdata diskriminatif kepada gender wanita (istri) dimana untuk melakukan tindakan hukum dan untuk menghadap di Pengadilan harus  "bijstand" (bantuan hukum) suami.
Namun sejak tahun 1974 yaitu sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 1 tahun 1074 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), aturan demikian menjadi gugur dan hapus dengan sendirinya.
Demikian berbedanya perlakuan hukum terhadap perbedaan gender. Kaum wanita ditempatkan dalam posisi kelas dua. Bahkan sejarah mencatat di jaman jahiliyah terjadi kebiasaan beberapa suku di negeri Arab dimana anak yang lahir dengan jenis kelamin perempuan dikubur hidup-hidup.
Kebiasaan ini mungkin juga terjadi di beberapa suku di seluruh dunia. Sampai sekarangpun walau tak sesadis itu, masih banyak beberapa kalangan masyarakat tertentu kecewa berat kalau mengetahui seorang istri sedang mengandung anak perempuan.
Perbedaan jenis kelamin seharusnya merupakan hal yang sangat alamiah bagi manusia untuk melengkapi fitrahnya dan sekaligus berfungsi untuk melanjutkan keberadaan manusia di muka bumi.
Perbedaan jenis kelamin bukan untuk membuktikan salah satu gender lebih unggul dan lebih super dibandingkan dengan gender lain.
Apa yang merupakan kelebihan bagi pria berguna melengkapi kelemahan bagi wanita begitu juga sebaliknya kelebihan yang dipunyai wanita berfungsi untuk menutupi kelemahan pria. Setelah mereka dipasangkan akan tercipta kesempurnaan dengan cara menutupi kelemahan masing-masing.
Setiap kali dalam melakukan kegiatan formalitas seperti mengisi formulir selalu akan dihadapkan dengan kolom baku untuk indentifikasi diri. Setelah mengisi kolom nama selalu akan dilanjutkan dengan kolom  jenis kelamin.
Kepastian jenis kelamin untuk indentifikasi diri merupakan informasi yang tegas tanpa ragu. Dalam setiap pengisian formulir untuk indentifikasi diri sebagai subyek hukum dituntut tanpa keraguan apakah seseorang pria atau wanita. Tidak ada ruang yang ditengah-tengah yang kabur diantara batas pria dan wanita, semua serba penuh kepastian.
Tetapi dalam kenyataannya ditemukan pada beberapa orang-orang tertentu berada dalam wilayah abu-abu tersebut. Bisa saja wujud pisiknya pria tapi ternyata didalamnya terperangkap sosok wanita didalamnya, begitu juga sebaliknya.
Bagi seseorang yang bisa memastikan gender yang dipunyainya tidak ada pertentangan batin pada waktu ditanyakan siapa dirinya apakah wanita atau pria.
Alangkah menderitanya seseorang yang tidak mempunyai kepastian gender dan tidak bisa memutuskan apakah sebetulnya ia pria atau wanita.
Tidak terbayangkan penderitaan psikologis yang berasal dari kecamuk batinnya sendiri dan penderitaan yang berasal dari kecurigaan lingkungan sosialnya. Bagi yang tidak kuat bisa jadi akan mengambil jalan pintas melakukan aksi bunuh diri.
Penderitaan demikian dialami oleh Aprilia Santini Manganang selama 28 tahun lamanya. Masyarakat mengindentifikasi dirinya sebagai wanita, tapi sebenarnya didalamnya terperangkap pria yang perkasa.
Aprilia telah menyandang ke mana-mana selama 28 tahun status wanita dan diperlakukan sebagai wanita. Statusnya sebagai atlet bola volley nasional dikenal luas dalam katagori atlet wanita, padahal di dalamnya tersembunyi laki2 sejati.
Hipospadia
Dunia medis telah bisa mengungkap fenomena kelainan gender dimana ada beberapa orang yang statusnya wanita tapi sejatinya seorang laki-laki yang mengalami "hipospadia".
Hispospadia sebenarnya adalah kelainan alat kelamin laki-laki yang cukup mudah ditemukan.
Dilansir dari Liputan 6.com, Centers Desease Control and Prevention (CDCP) secara global dan di Amerika Serikat, kasus ini ditemukan satu diantara 250-300 kelahiran hidup meski dengan tingkat kerumitan yang beragam.
Sedangkan data hipospadia di Indonesia belum ada yang pasti, tapi menurut Bambang S Noegroho konsulen urologi dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran Bandung meyakini tidak jauh beda dengan angka global tersebut (Kompas 12 Maret 2021, Perhatikan Hipospadia, M Zaid Wahyudi).
Hipospadia adalah kelainan bawaan lahir yang membuat lubang kencing laki-laki tidak berada diujung penis, tetapi bisa berada di leher, batang, atau pangkal penis bagian bawah. Bahkan, lubang kencing itu bisa juga berada di kantong zakar (Kompas 12 Maret 2021, Perhatikan Hipospadia, M Zaid Wahyudi).
Akibat kelainan ini air kencing yang berasal dari penis tersebut alih2 memancar kedepan malah menuju ke bawah. Selain daripada itu akibat kelainan tersebut mengakibatkan bentuk penis yang seharusnya menandakan laki-laki justru lebih berbentuk vagina yang menandakan perempuan.
Padahal secara hormonal laki-laki hipospadia betul2 dipengaruhi secara dominan oleh hormon testosteron sebagaimana layaknya laki-laki normal.
Dalam kasus Aprilio yang dulunya Aprilia memang telah banyak mengandung kecurigaan karena penampilan fisiknya yang sangat laki-laki.
Minimal pelatih timnas volley puteri Filipina, Roger Goyareb protes adanya Aprilia berada dalam tim Indonesia pada waktu event SEA Games 2015.
Pada waktu tim volley puteri Indonesia mengalahkan Filipina pada laga babak group tanggal 9 Juni 2015 Roger melancarkan protes. Roger mengatakan bahwa Aprilia sangat kuat, ini seperti memainkan laki-laki kedalam pertandingan perempuan. Namun keberatan tersebut ditolak, sehingga Indonesia tetap melaju ke babak berikutnya.
Semua kemelut dan permasalahan tersebut sekarang telah berakhir bahagia, setelah Kepala Staf TNI AD Jenderal Andika Perkasa berinisiatif memerintahkan tim dokter Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto untuk melakukan diagnosa dan sekaligus melakukan operasi korektif kepada Aprilia.