Saat ditangkap, tidak ada gelagat Margriet bakal melarikan diri. Keesokan harinya, Margriet terpaksa dilepaskan. Polisi tidak menemukan bukti yang cukup Margriet terlibat dalam pembunuhan Angeline, anak angkatnya.
Pasalnya, pada hari yang sama, polisi menemukan Angeline terkubur di halaman belakang rumahnya, di dekat sebuah kandang ayam. Dia dibungkus sprei, tubuhnya kaku, dengan boneka barbie ada di pelukannya.
Itu adalah hari ke 25 sejak Margriet dan keluarganya menyatakan Angeline hilang pada 16 Mei. Margriet dan keluarganya menjadi pusat perhatian publik begitu mereka mengumumkan kehilangan anak angkatnya, Angeline.
Selain mengumumkan lewat poster, kehilangan Angeline juga diumumkan lewat Facebook. Media sosial memang membuat kasus ini begitu populer. Tetapi kecantikan, kelucuan dan kepolosan Angeline juga membuat banyak orang bersimpati dalam kasus ini.
Seorang ibu yang kehilangan anaknya tentu sedih luar biasa. Begitu juga Margriet. Dia menangis. Tetapi, Kapolda Bali Inspektur Jenderal Ronny Sompie menilai ada yang janggal dengan cara Margriet menangis. “Saya merasa ada yang janggal. Makanya saya suruh cari lagi di sekitar rumahnya,” kata Ronny.
Selain soal tangisan yang dicurigai oleh Ronny, ada beberapa hal lain yang membuat publik tak nyaman. Pada Jumat (5/6), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi, Yuddy Chrisnandi mendatangi rumah Margriet. Sang menteri ingin menolong, tapi tak ditemui oleh Magriet. Besoknya, giliran wanita 60 tahun itu menolak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise yang datang dengan keinginan yang sama.
Margriet menyatakan dirinya tidak nyaman menerima tamu karena sebelumnya dia menerima Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait bersama para wartawan. Mereka berdua berbincang. Namun Margriet menilai, di media-media, dirinya dan keluarganya dijelek-jelekkan dalam kasus Angeline.