Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Ekuilibrium Baru Serie A

19 Juli 2022   21:35 Diperbarui: 19 Juli 2022   21:45 267 5
Patahnya hegemoni Juventus di Liga Italia dalam dua musim terakhir, melambungkan gelagat optimisme dari para pesaing untuk bisa masuk ke jalur juara. Pelan namun pasti, kompetisi ini mulai menemukan lagi titik keseimbangannya.

Titik tolak pertama keseimbangan, diawali oleh keberhasilan Inter Milan menjadi kampiun liga dua musim silam.

Sebagai salah satu klub dengan sokongan finansial paling kuat di Italia, Inter berhasil keluar sebagai pemenang di arena yang selama sembilan musim sebelumnya, cuma mampu ditaklukkan oleh Juventus.

Kisah manis Inter di musim itu, sedikit-banyak memang diwarnai pula dengan kejatuhan Juventus. Terlalu banyak kebintangan di tubuh klub asal kota Turin itu, sehingga membuat sinar kepelatihan di sana menjadi tak terlalu benderang.

Juventus limbung ketika seharusnya mereka bisa berlari kencang. Mereka pincang di saat semestinya bisa jadi yang paling seimbang.

Sementara klub-klub yang dikenal jarang "flexing" seperti Milan, Napoli, hingga AS Roma, tak dinyana menjelma menjadi tim yang sulit sekali ditaklukkan. Kualitas teknis dimutakhirkan, tata kelola klub yang konvensional perlahan dimodernkan.

Sayang bagi ketiganya karena tak memiliki kedalaman skuad yang baik, sehingga Inter lah yang pada akhirnya keluar sebagai pemenang.

Akan tetapi kecemerlangan Inter di musim itu bukanlah tanpa persoalan. Kiprah mereka dibayang-bayangi ketidakpastian finansial klub, setelah pemerintah Tiongkok memberlakukan pembatasan investasi ke luar negeri.

Sang pemilik Inter, Steven Zhang, menjadi orang yang paling dipusingkan atas kebijakan dari negaranya tersebut. Bagaimana pun, ia tak bisa leluasa lagi mengelola arus uang dari koceknya untuk Inter Milan.

Efek dibelenggunya gerak-gerik Zhang, berimplikasi langsung terhadap proyek klub, termasuk kebijakan transfer pemain. Hal ini membuat sang juru taktik Inter ketika itu, Antonio Conte, kecewa hingga rela melepaskan jabatannya.

Tak lama setelah berbulan madu dengan piala, Inter harus rela menjual para bintangnya seperti Ashraf Hakimi dan Romelu Lukaku. Kursi kepelatihan pun berpindah tangan menjadi milik Simone Inzaghi. Hasilnya bisa ditebak, Inter harus memulai lagi mencari titik keseimbangannya.

Buah kesabaran Milan.

Seraya melihat Inter diliputi kegalauan, sang rival, AC Milan justru kian dinaungi keberuntungan. Poin demi poin mereka raih dengan penuh kesederhanaan. Dengan skuad yang jauh dari kata superior, mereka mampu mendominasi laga per laga dengan cukup meyakinkan.

Kesabaran menjalani proses yang tak mudah, berbuah hasil yang tak menghianati lelah. Kepercayaan penuh manajemen pada sosok pelatih Stefano Pioli dari musim ke musim, melahirkan kestabilan kokoh di hampir semua lini permainan. Pada ujungnya, gelar Serie A musim 2021-2022 berhasil mereka menangkan.

Manisnya lagi, kegemilangan Milan merengkuh gelar hanya berselisih dua poin dengan sang juara bertahan, Inter Milan. Salip-menyalip antar keduanya berlangsung hingga laga terakhir, bahkan sengitnya persaingan keduanya menjalar hingga perebutan tiket zona Liga Champions antara Napoli, Juventus, dan AS Roma.

Klub yang disebut terakhir, AS Roma, bahkan menciptakan kejutan yang nyaris tak dipikirkan sebelumnya. Lewat sentuhan tangan dingin Jose Mourinho, mereka berhasil merengkuh trofi Conference League di kancah Eropa.

Bisa dikatakan, Serie A musim 2021-2022 telah menemukan titik keseimbangannya lagi yang baru. Sesuatu yang selama sembilan musim berturut-turut, terseparasi oleh kedigdayaan Juventus.

Keberhasilan Inter dan Milan mematahkan dominasi Juventus, kian mensponsori banyak klub lainnya untuk tak ragu membidik gelar. Sekarang, semua tim bisa berpeluang meraih gelar, setelah sebelumnya probabilitas juara selain Juve mendekati nol.

Ancaman dari Ibukota.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun