Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy Pilihan

Mencegah Epidemi Hipertensi dengan Garam Himalaya: Langkah Tepat atau Sesat?

14 Desember 2024   12:05 Diperbarui: 14 Desember 2024   10:07 92 0
Tingkat prevalensi hipertensi secara global sudah menduduki angka 33%, yaitu 1,3 miliar penderita hipertensi pada usia 30 hingga 79 tahun di tahun 2019 dengan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya (WHO, 2023). Di Indonesia, sesuai SKI 2023 pada penduduk usia lebih dari atau sama dengan 15 tahun didapatkan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran sebesar 29,2% yang menunjukkan masih tingginya populasi penderita hipertensi. Hipertensi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya pola makan tinggi garam. Maka dari itu, Permenkes Nomor 30 Tahun 2013, membatasi jumlah konsumsi garam harian maksimal menjadi 2000 mg atau sekitar 1 sendok teh. Kesadaran masyarakat mengenai dampak konsumsi garam terhadap kesehatan semakin berkembang, seiring dengan banyaknya edukasi yang mudah diakses, terutama melalui media sosial. Meskipun demikian, pemahaman tentang jenis garam yang dikonsumsi dan jumlah yang aman masih perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat membuat pilihan yang lebih tepat dalam menjaga kesehatan (Prihatini, Permaesih and Julianti, 2017). Salah satu tren yang muncul dalam beberapa tahun terakhir adalah penggunaan garam himalaya, yang dianggap sebagai alternatif lebih sehat dibandingkan garam meja biasa. Tren ini didorong oleh klaim bahwa garam himalaya memiliki kandungan mineral yang lebih beragam dan kadar natrium yang lebih rendah dibandingkan garam meja biasa. Namun, penting untuk memahami lebih jauh apakah klaim tersebut benar-benar berdampak signifikan pada kesehatan, terutama dalam konteks konsumsi harian.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun