Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Gerakan Rakyat Hukum Pancung Koruptor

23 Desember 2013   16:59 Diperbarui: 15 November 2015   16:26 112 2

Oleh: Hamus Rippin

Kata orang, perjalanan waktu membawa perubahan. Hal ini disadari atau tidak, tetap terjadi secara otomatis.  Perubahan semacam ini dinamai perubahan mengikuti perjalanan zaman. Dari masa ke masa terjadi pergeseran waktu yang disertai  perubahan berangsur dan perlahan. Termasuk dalam politik dan masyarakat.  Kejadian semacam ini dinamakan orang perubahan evolusi.

Tetapi, gerakan yang timbul dalam masyarakat untuk melakukan perubahan drastis yang dipelopori satu kelompok atau seorang pimpinan yang didukung oleh rakyat untuk melakukan perubahan cepat, dengan gerakan terarah pada hal-hal yang sudah lama menjadi penyebab kegelisahan, yang mengakibatkan kerugian, dan kesengsaraan rakyat. Gerakan perubahan yang didukung oleh rakyat atau massa untuk melakukan perubahan cepat ini orang namakan gerakan revolusi.

Korupsi yang dilakukan oleh para koruptor di Indonesia sudah membudaya di negeri kita yang kita cinta, yang sangat merugikan negara dan sangat menyengsarakan rakyat yang sudah dirasakan semua lapisan masyarakat, sebenarnya hal ini sudah tidak dapat ditolerir lagi oleh siapapun kecuali pelaku korupsi dan koroni-koroninya.

Apapun caranya dan bagaimanapun melakukannya, sebagaimana yang berlangsung sampai sekarang ini, dengan undang-undang anti korupsi. Hasilnya tidak lebih dari periksa, tangkap, tahan dan penjarakan saja. Apa hasilnya tidak lebih dari itu, korupsi tetap berjalan. Karena para koruptor tahu apa yang mereka lakukan. Mereka sudah dapat dan cermat memperhitungkan untung rugi dan resikonya, mereka tidak akan jerah, habis dipenjara bebas, akan berbuat lagi. Harta kekayaan  dari uang rakyat dan milik negara yang telah dijarah, tetap aman jadi miliknya dan warisan keluarga mereka.

Karena para koruptor ini adalah orang pintar, berpengalaman dan beruang. Jadi mereka tidak akan gerah. Malah mereka sudah dalam keadaan terhukum, sudah merengkuk dalam tahanan penjara mereka masih tetap menggurita kegiatan dan licik akalnya melanjutkan usaha haram mereka, memimpin dari dalam penjara melanjutkan usaha.

Uang negara dari rakyat yang sempat ditilep, sudah berbagai cara dilakukan mereka menyembunyikan, sehingga tidak akan pernah ketahuan dan kembali seutuhnya kepada negara, tidak akan pernah diketahui kemana menghilang dan dimana keberadaan semuanya . Rakyat tidak pernah mendapat kesejahteraan yang selayaknya dinikmati, selaku hak mutlak mereka, antara ‘hak dan kewajiban’.

Penangkapan dan penahan dari para koruptor tidak akan menghilangkan tindakan korupsi untuk terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Mengapa terjadi hal ini terus menerus, karena mereka yang pernah diperlakukan, dipalak, dikorupsi haknya sebelum mereka berdaya, kelak kalau mereka berjaya dan mendapat kesempatan, akan melakukan hal sama dari apa yang pernah diterima. Hanya masalah waktu dan kesempatan saja, kapan kesempatan datang baginya –cepat-cepat, siapa yang cepat itu yang dapat- kalau tidak sekarang kapan lagi, karena kesempatan jarang datang dua kali.

Jadi untuk menghentikan korupsi yang menggurita dan malah sudah membudaya di negeri kita, menurut pendapat saya diperlukan satu gerakan yang dapat diberi nama ‘Gerakan Dukungan Rakyat  Hukum Pancung Koruptor’. Hilangkan korupsi dari bumi Indonesia. Jangan biarkan rakyat menderita lebih lama. Uang rakyat kembalikan untuk dinikmati rakyat.

Untuk menghindari terjadinya korupsi lagi dan mencegat untuk tidak terulang serta menyapu bersih korupsi dari Indonesia, saya kira perlu dilakukan beberapa hal, seperti menciptakan aturan perundung-undangan penjerahan pelaku korupsi dan memberlakukan hukuman pencegahan, menetapkan atau memilih penegak hukum yang tegas bertindak tampa tebang pilih, memperlakukan vonis hukuman pancung.  Sehingga para koruptor tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.  Pencegahan yang oleh pelakunya tidak dapat dan tidak akan mau mengulangi kejahatan yang dilakukan. Selain memancung para koruptor, semua hasil kerupsinya disita dan dikembalikan kenegara, tampa disisa untuk menjadi harta warisan keluarga mereka.

Undang-undang yang hanya menghukum penjara sekian tahun, d engan denda satu milyar dll. Setelah dijatuhi hukuman, dijalani masa tahanan penjara dengan berbagai cara dapat remisi sekian kali, hukuman akhirnya berakhir, hasil korupsi tetap aman. Keluar penjarah alias koruptor tetap tenang dan senang hidup selaku orang kaya.

Apabila hukum mati diperlakukan kepada para koruptor di Indonesia, yang terkukum sudah tidak dapat mengulangi perbuatannya, karena resiko perlakuannya sudah diterima ganjaran dan dijalani. Jika hukuman seperti ini sudah diberlakukan, orang lain yang dapat kesempatan tapi belum melakukan, tidak akan tertarik melakukan korupsi, karena tidak mau mati digantung. Semua orang lebih sayang jiwanya daripada uang, berapa besar pun nilainya.

Jangan segan menggantung siapapun penjahatnya tanpa tebang pilih. Yaitu pelaku tindak korupsi yang memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan menurut perundang-undangan, dipancung. Di hukum mati.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah memilih dan tenetapkan penegak hukum yang teruji dan dipercaya. Jangan ambil sapu yang kotor untuk digunakan membersihkan ruangan kotor, karena hanya memperluas medan kotor. Tapi gunakan sapu yang bersih untuk membersihkan agar bisa bersih.

Tentu kalau yang penegak hukum adalah orang yang sudah bernoda, tidak akan pernah hasil kerjanya bersih dan memuaskan, karena dirinya takut menegakkan kebenaran, yang mana takut ketahuan belangnya, akan ditunjuk batang hidungnya. Tentunya takut akan dirinya terjerat hukum yang dia tegakkan sendiri.

Kalau bisa rakyat melakukan kontrak politik pada perwakilan yang bakal mereka pilih dalam pemilu mendatang pada tahun 2014 atau pilkada dan lain-lain. Untuk membuat Undang-Undang Anti Korupsi Hukum Pancung Koruptor, tentu diajukan oleh pihak eksekutif, dibahas dan disyahkan oleh pihak legeslatif. Dimana pihak yudikatif akan melaksanakan tegaknya.

Jadi walaupun rancangan undang-undang yang sudah diajukan akan tetap terendap diparlemen, kalau pihak legeslatif, tidak mau mensyahkan karena takut terjerat sendiri, draf undang-undang dimaksud tidak lebih dari kertas pengisi keranjang sampah.

Rakyat punya kekuasaan melalui demokrasi, karena rakyat memilih wakilnya, tetapi rakyat harus tahu wakil yang dipilih. Jadi mesti ada ikatan kontrak, “kami pilih kau, tapi kau jalankan amanah kami”.

Setelah eksekutif dan legeslatif melakukan tugasnya, pihak yudikatif memainkan fungsi dan peranan membersihkan tanpa pilih bulu. Mereka digaji dengan uang negara dari rakyat. Mereka dari pihak penegak hukum mesti menegakan hukum, tanpa kecuali, mesti menjalankan undang-undang yang sudah ada, tanpa syarat. Mereka harus mengemban amanah rakyat.

Sebagai mana diketahui bersama, negeri kita sudah hampir 70 tahun merdeka namun masih tetap terombang-ambing dari satu rezim ke rezim lain, sampai lahir somboyan reformasi, tetapi reformasi masih jalan ditempat, mandek. Tampuk pimpinan negara, sudah beberapa kali berganti, baik yang sistem rezim maupun yang sistem demokrasi, tetapi korupsi masih tetap terjadi. Malah semakin menjadi-jadi.

Kendatipun kepemimpin presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sudah memperlihatkan itikat baik melapangkan usaha dalam hal pemberantasan korupsi, tetapi hasilnya tidak optimal. Hanya sampai pada langkah pemeriksaan, penahanan dan pengadilan? Tetapi sejauh mana keadilan yang berlaku umum bagi para koruptor? Korupsi tetap meraja lelah, jadi hukum tetap  ‘hanya jalan ditempat saja’*

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun