Tentu saja wajar jika mayoritas masyarakat dunia mengecam serangan Israel tersebut. Bahkan upaya gugatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional atas kejahatan perang yang diinisiasi oleh Afrika Selatan terus mendapatkan dukungan dari berbagai negara. Indonesia secara resmi juga telah menyatakan dukungannya terhadap gugatan tersebut.
Di satu sisi, pertempuran yang tidak seimbang di Gaza memberikan gambaran kebiadaban yang mengarah pada genosida dan kejahatan perang oleh Israel karena begitu besarnya korban yang didominasi oleh warga sipil, wanita dan anak-anak. Di sisi yang lain, terlepas dari konflik antara Israel dan Hamas atau persaingan antar faksi di lingkup internal Palestina sendiri, ada yang menarik untuk dijadikan bahan pemikiran dari aspek doktrin pertempuran/perang.
Pada hakekatnya, sebuah doktrin disusun atas pemikiran dan pengalaman yang pernah dialami baik oleh diri sendiri maupun menggunakan komparasi dengan pengalaman pihak lain. Apa yang terjadi di Gaza tentu saja memiliki hal-hal yang dapat diambil pelajaran untuk melakukan evaluasi terkait relevansi doktrin perang/pertempuran, termasuk untuk doktrin perang/pertahanan negara Indonesia yaitu Sishankamrata.
Dari berbagai pemberitaan dan ulasan di media, kita melihat bahwa banyaknya korban yang berjatuhan di masyarakat Palestina disebabkan oleh serangan Israel baik melalui darat maupun udara ke wilayah pemukiman dan fasilitas umum (rumah sakit dan sekolah) yang diduga oleh Israel menjadi tempat persembunyian gerilyawan Hamas.