Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Konvensi Hak Anak 1989

22 April 2014   13:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:21 6429 0


Konvensi Hak Anak (KHA) Perserikatan Bangsa-Bangsa 1989 merupakan perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis di antara berbagai Negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak anak. Hak anak yang dimaksud adalah hak asasi manusia untuk anak.

Indonesia meratifikasi KHA dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus 1990. Meskipun demikian, Indonesia tidak menerima seluruh Pasal KHA (total 54 Pasal). Tujuh Pasal kunci yang direservasi oleh Indonesia, yaitu Pasal 1 (Definisi), Pasal 14 (hak anak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan dan beragama), Pasal 16 (hak privasi), Pasal 17 (hak anak mendapatkan informasi layak anak), Pasal 21 (Adopsi), Pasal 22 (Pengungsi Anak), dan Pasal 29 (tujuan pendidikan).  Ketujuh Pasal ini ditarik oleh Indonesia (Hasan Wirayuda/Menlu Kabinet Indonesia Bersatu Pertama/Kabinet SBY-JK) pada tanggal 11 Januari 2005.

Dengan diratifikasinya KHA oleh Indonesia, telah memberi warna pada berbagai kebijakan dan ketentuan terkait dengan anak. Pertama, Adanya penambahan Pasal 28B ayat (2) pada Undang-Undang Dasar 1945 pada Amandemen Kedua, yaitu "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi." Kedua, Presiden Republik Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang inilah secara keseluruhan menjamin, menghargai, dan melindungi hak anak. Ketiga, Pemerintah Indonesia membentuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebagai lembaga koordinasi dan advokasi perlindungan anak di Indonesia. Kementerian ini bertugas menyusun Rencana Aksi Nasional Pembangunan di Bidang Anak. Dan terakhir,Indonesia membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebagai lembaga independen untuk menjamin, menghargai, dan melindungi hak-hak anak sebagaimana yang diatur dalam ketentuan dan prinsip dasar KHA. Lembaga ini secara bersama-sama bekerjasama dengan Komisi Hak Asasi Manusia dan Komisi Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak dalam rangka menjamin, menghargai, dan melindungi hak anak, khususnya anak yang terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak, seperti anak yang bekerja di Jermal, Pertambangan, Pabrik Sepatu, Prostitusi, dan eksploitasi seksual anak.

Komite Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa mendorong setiap Negara yang telah meratifikasi KHA untuk mentransformasikan dari bahasa hukum ke dalam kebijakan, strategi, tujuan, dan program. Supaya setiap Negara memahami ketentuan dan prinsip dasar dalam KHA, Komite Hak Anak mengelompokkan Pasal-Pasal dalam KHA menjadi delapan kelompok atau klaster.

Delapan klaster KHA yang dimaksud: Pertama, Langkah pelaksanaan umum. Klaster ini berisikan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 4, 42, dan 44. Pada klaster pertama ini Negara yang telah meratifikasi KHA diminta untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi melalui kebijakan dan program yang terdesentralisasi di setiap daerah otonom yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Pembangunan di Bidang Anak. Ketentuan lain adalah, Komite berharap KHA didesiminasikan kepada anak, orang tua, masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Selain itu, Negara atau Pemerintah memastikan adanya pelatihan kepada para profesional yang bekerja dengan atau untuk anak pada layanan kesehatan, pendidikan, sosial, dan penegakan hukum.

Kedua, definsi. Berdasarkan ketentuan KHA, yang dimaksud dengan anak adalah "Seorang anak berarti setiap manusia di bawah usia 18 tahun, kecuali apabila menurut hukum yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (Pasal 1 KHA)." Pasal 1 KHA ini merupakan salah satu Pasal yang direservasi oleh Indonesia pada tahun 1990, namun ditarik pada tanggal 11 Januari 2005. Artinya, Indonesia secara sah mengakui definisi anak sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan Pasal 1 KHA sejak 12 Januari 2005. Meskipun demikian, definisi anak yang ada selama ini masih terdapat perbedaan batasan usia anak dibeberapa ketentuan peraturan perundang-undangan. Definisi pekerja anak adalah 15 tahun (UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan); Definisi Anak dapat dituntut di depan hukum adalah 12 tahun (UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak); dan lain-lain.

Ketiga, Prinsip-prinsip Umum KHA. Pasal KHA yang mengatur prinsip-prinsip KHA adalah Pasal 2, 3, 6,  dan 12. Terdapat empat prinsip KHA yang menjadi dasar pertimbangan pada setiap penyusun kebijakan dan program. Keempat prinsip dimaksud adalah, non-diskriminasi (Pasal 2), kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 3), hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan (Pasal 6), dan penghargaan terhadap pandangan anak (Pasal 12).

Keempat, Hak Sipil dan Kebebasan. Ketentuan KHA yang tertuang dalam klaster ke-4 ini adalah ahak anak untuk pencatatan kelahiran, nama, kebangsaan, dan hak mengetahui dai diasuh oleh orang tua. Ketentuan lainnya adalah hak anak atas identitas, kebebasan berekspresi, kebebasan berfikir, berkeyakinan, dan beragama. Hak anak atas kebebasan berorganisasi dan berkumpul secara damai. Hak anak atas privasi, mengakses informasi yang layak, dan perlindungan dari penyiksaan, perlakuan merendahkan, dan pencabutan kebebasan.

Kelima, Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif. Ada 10 Pasal KHA yang mengatur tentang hak anak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan. Pada klaster ini, anak memiliki hak atas bimbingan orang tua dan kemampuan anak selalu berkembang. Orang tua bertanggung jawab atas pengasuhan anaknya dalam lingkungan keluarga. Ketentuan KHA dalam klaster kelima ini adalah mengutamakan keluarga sebagai pengasuh utama, untuk itu, pemerintah berkewajiban untuk melakukan pelatihan pengasuhan anak. Ketentuan lain, anak yang tidak memiliki pengasuh, diutamakan untuk diasuh oleh keluarga besar, sedangkan panti asuhan hanyalah sebagai alternatif terakhir. KHA juga memastikan Negara untuk melakukan pemantauan dan mereview secara berkala terhadap anak yang terpaksa tinggal di panti asuhan atau Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).

Keenam, Disabilitas, Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan. Hak anak atas kesehatan dan layanan kesehatan, hak atas jaminan sosial, dan hak atas standar hidup yang layak. Hak anak lainnya adalah hak anak disabilitas. Poin penting dari klaster ini lebih difokuskan kepada pencegahan untuk terjadinya anak disabilitas. Negara memastikan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental remaja.

Ketujuh, Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya. Poin penting dalam klaster ke-7 adalah memastikan hak anak atas pendidikan, beristirahat, berekreasi, dan kegiatan budaya dan seni.  Anak-anak memiliki hak atas pendidikan dasar se-gratis, aman dan nyaman di sekolah, bebas dari kekerasan, dan yang terpenting adalah penegakan disiplin dengan non-kekerasan. Anak juga aktif terlibat dalam kegiatan budaya dan seni, sehingga mereka dapat mewarisi tradisi adat setempat yang mengandung nilai positif lainnya.

Terakhir atau Kedelapan, Perlindungan Khusus. Ketentuan KHA dalam klaster terakhir ini adalah hak anak di daerah pengungsi, hak anak yang berkonflik dengan hukum, hak anak atas perlindungan dari eksploitasi seksual, pornografi, dan prostitusi anak, serta hak anak dari pribumi dan minoritas.

Upaya untuk melaksanakan ketentuan dan prinsip dasar dalam KHA, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan mengembangkan "Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak." Yaitu pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha  yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak.

Sumber:  Konvensi Hak Anak; Farid, M. (ed.). Pengertian Konvensi Hak Anak. Jakarta, Unicef, 2007; Irwanto, Laporan Akhir Background Study RPJMN 2015-2019. Bappenas, Jakarta, 2014; Utomo, Hadi. Modul Pelatihan: Konvensi Hak Anak bagi Pembuat Kebijakan. Unicef, Jakarta, 2014.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun