Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Geliat Kota Depok, Sebuah Catatan Ringan

17 Desember 2021   22:30 Diperbarui: 28 Januari 2025   13:24 215 0
                                 Geliat Kota Depok, Sebuah Catatan Ringan

           Kota Depok tercinta sudah berusia 25 tahun. Tanggal 27 April mendatang usia Kota belimbing ini genap 26 tahun. Dibandingkan kota-kota lain di wilayah Jabodetabek, Kota Depok berusia paling muda. Kota Bekasi tahun usianya 27 tahun, Kota Tangerang 31 tahun, Kota Jakarta 497 tahun, dan Kota Bogor berusia 542 tahun. Usia Kota Depok yang masih belia itu membuatnya masih terus bersolek dan berbenah mempercantik diri serta penampilan agar tampil menjadi kota yang maju, berbudaya dan sejahtera.
           Wilayah Depok diperkirakan sudah ada pada abad ke-17, yaitu ketika VOC (perusahaan dagang Belanda) mengirim ekspedisi pertama pada 1687 di bawah pimpinan Scipio dan kemudian Winkler tahun 1690. Mengulas sejarah lahirnya Depok tak lepas dari sosok Cornelis Chastelein, seorang pedagang besar dan tuan tanah asal Belanda ketika VOC berkuasa. Pada mulanya Depok adalah sebuah dusun terpencil di tengah hutan belantara dan semak belantara. Pada tanggal 18 Mei 1696 Chastelein, membeli tanah yang meliputi areal yang terletak di Depok, Mampang, Karanganyar, dan dua lahan kecil di tepi Ciliwung antara Batavia dan Buitenzorg (Bogor sekarang). Seluruh komplek tanah yang dijadikan perkebunan oleh Chastelein kemudian dinamai “Depok”.
          Untuk mengurus perkebunannya yang luas tersebut Chastelein mempekerjakan seratusan pekerja. Mereka didatangkan dari Bali, Makassar, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Jawa, dan beberapa daerah lainnya. Sampai sekarang keturunan para pekerja Chastelein itu dibagi menjadi 12 marga (keluarga). Nama-nama marga tersebut adalah : Jonathans; Laurens; Bacas; Loen; Soedira; Isakh; Samuel; Leander; Joseph; Tholense; Jacob; dan Zadokh. Keluarga-keluarga ini menganut sistem kekerabatan patrilineal. Mereka inilah yang kemudian populer dengan sebutan “Belanda Depok”.
           Selain mengelola perkebunan, Chastelein juga menyebarluaskan agama Kristen (Protestan) kepada para pekerjanya lewat sebuah padepokan Kristiani. Padepokan ini bernama De Eerste Protestante Organisatie van Kristenen, disingkat DEPOK. Kelompok dua belas marga Depok tersebut diklaim sebagai kelompok Protestan pertama di Timur.
           Penamaan kata “Depok” itu sendiri dapat dilihat dari dua versi. Pertama, ada yang mengartikan nama Depok berasal dari akronim dalam bahasa Belanda. Akronim kata Depok kemudian dihubungkan dengan pengembangan agama Protestan. Akronim tersebut antara lain, pertama, DEPOK adalah singkatan dari De Eerste Protestante Organisatie van Kristenen, kedua Deze Emheid Predikt On Kristus, ketiga De Earste Proteatanche Onderdan Kristen, dan keempat Dewan Ekonomi Penduduk Orang-orang Kristen.
           Kedua, pihak yang tidak setuju dengan pendapat pertama mengajukan pandangan lain. Menurut pihak kedua ini, sebelum Cornelis Chastelein (yang dianggap sebagai pembuka tanah di Depok) membeli tanah di Depok, nama Depok sebenarnya telah ada seperti yang diceritakan Abraham van Riebeek dalam catatan ekspedisinya sebagai Inspektur Jenderal VOC pada tahun 1703, 1704, dan 1709. Dalam laporan ekspedisinya, van Riebeek (1730) menjelaskan bahwa kata Depok bukan berasal dari bahasa asing. Tetapi lebih mungkin bahasa Sunda atau Jawa. Dalam bahasa Sunda Depok berarti duduk. Salah satu rute yang dilalui van Riebeek tertera nama Depok sebagai daerah yang dilewati sungai Ciliwung.
          Menurut pihak kedua ini, jelas bahwa kata Depok bukan berasal dari bahasa asing. Tetapi lebih mungkin bahasa Sunda atau Jawa. Dalam bahasa Sunda, Depok berarti duduk. Kata bendanya adalah padepokan, yang berarti tempat duduk. Dalam bahasa sehari-hari padepokan bisa diartikan tempat tinggal atau kampung halaman. Padepokan bisa juga berarti sebagai tempat pendidikan, seperti pesantren. Alasannya, karena pada zaman dahulu kebiasaan seorang guru ketika memberikan pelajaran kepada murid-muridnya duduk bersila. Ada indikasi yang pertama kali dinamakan padepokan hanya tempat belajar. Lama-kelamaan seluruh lokasi di sekitarnya dinamakan padepokan, dan akhirnya menjadi Depok.
           Depok bermula dari sebuah kecamatan yang berada di lingkungan Kewedaanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, yang meliputi 21 desa. Lalu, pada tahun 1976 melalui proyek perumahan nasional (perumnas) dibangun Perumnas Depok I dan Perumnas Depoks II. Pembangunan perumnas tersebut memicu perkembangan Depok yang lebih pesat. Seiring bertambah banyaknya jumlah peduduk kota Depok, bermunculanlah berbagai macam perumahan yang tersebar di wilayah bagian timur, barat, utara, dan selatan kota belimbing ini.
           Pada tanggal 18 Maret 1982 Kota Administratif (Kotif) Depok diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Amir Mahmud, yang terdiri dari 3 (tiga kecamatan) dan 17 (tujuh belas) desa. Tiga kecamatan itu adalah Pancoran Mas (meliputi 6 desa), Beji (5 desa), dan Sukmajaya (6 desa). Selama masa 17 tahun Kotif Depok berkembang pesat baik di bidang pemerintahan, pembangunan, maupun kemasyarakatan. Di bidang pemerintahan semua sebutan desa diganti menjadi kelurahan dan dengan pemekaran wilayah kelurahan. Konsekuensi pemekaran ini wilayah Depok terdiri dari 3 kecamatan dan 23 kelurahan.
            Adapun walikota pertama Depok adalah R. Rukasah Suradimaja (1982- 1984). Walikota berikutnya berturut-turut adalah  H. MI Tamjid (1984-1988); H. Abdul Wachyan (1988-1991); H. Sofyan Safari Hamim (1992-1996); Badrul  Kamal (1997-2005); dan H. Nur Mahmudi Ismail (2006-2011). Selanjutnya jabatan walikota kembali dipegang oleh H. Nur Mahmudi Ismail yang didampingi oleh K.H. M. Idris Abdul Shomad untuk periode 2011-2016. Selanjutnya kepemimpinan Kota Belimbing ini beralih kepada duet K.H. M. Idris Abdul Shomad dan Pradi Supriatna (2016-2021). Saat ini Depok dipimpin oleh pasangan K.H. M. Idris Abdul Shomad dan H. Imam Budi Hartono (2021-2026).         

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun