Gue terus tatap gedung itu sambil kagum, bertingkat empat, bercat putih dan beratap seng biru macam kombinasi seragam SMP, suka dan bangga jadi bagian gedung bangsat itu. Sudah lewat seminggu setelah masa orientasi yang membosankan, wajib berseragam putih biru oleh senior-senior culun sok galak, OSIS katanya plus Rohis. Keculunan mereka berbanding terbalik dengan ratusan muka bangsat yang siap meludahi, tak takut berdarah pastinya. Sejak saat itu kami mendeklarasikan gerakan Anti OSIS, yang tentunya didukung beberapa guru kami nantinya...aneh, ya itu fakta, karena OSIS tempat pecundang ternyata...haks.
Senin itu awal masuk sekolah berseragam putih abu, sambil kulirik sesuatu dan ternyata masih ada, plang yang tersembunyi oleh tanaman pagar tinggi disana tertulis STM Negeri 600 Jakarta, selebihnya tidak nampak karena tersembunyi kebawah. Entah mengapa tidak menampilkan utuh, nantinya gue akan tau sendiri. Sejatinya, sekolah negeri gak perlu gembar gembor promosi karena murid-murid akan datang dan berlomba untuk masuk. Gak semua bisa masuk karena ada serangkaian test dan zonasi, bagi orang tua yang domisili di luar Jakarta, sampe muntah gak bakal bisa masuk, ya, kecuali gue.
Sssrrrtttt.....
Tiba- tiba lamunan terhenti, gue liat asal suara itu dan ternyata bunyi gerbang pagar sekolah yang ditutup oleh satpam berkumis baplang. Pagar sepundak itu tertutup dan tergembok, masih mudah untuk melompat karena hanya terdiri dari susunan batangan besi yang berjejer layaknya pagar.
"Ah, si bgst! Hari pertama masuk malah sudah digembok," gumam gue.
Cerminan murid teladan sirna seketika, terdengar jelas suara riuh upacara bendera yang berasal dari lapangan dalam gedung dan gue hanya diam diluar pagar. Momen awal yang buruk.
"Ajg, ditutup!," suara beberapa murid yang gak gue kenal membuat menoleh sedikit.
Gerombolan itu baru turun dari angkot biru yang membawanya disusul bergelombang lagi yang datang, gue belum tau asal mereka yang pasti itu seniorbdan beberapa gue kenal muka pas orientasi. Gue perhatikan, seragam putihnya lusuh, logo OSIS pudar, celana yang bolong dan sedikit sobek, baju yang tak masuk celana, sepatu ala kadar dan segulung buku tulis di kantong belakang celana. Yang lain mirip dan serupa dandanan, hanya satu dua yang membawa tas besar berselempang dengan bendera merah putih sebagai logo. Gue pertajam tulisan di bawa logo merah putih, tulisannya Jemaah Haji Republik Indonesia, ah bvst!.
Seragam gue pastinya putih kinclong, jelas saja karena baju baru. Sesekali gue pandang ikat pinggang yang menyembul, membuat baju rapih masuk ke celana abu. Tatapan gerombolan murid sekali mampir, mau kenalan mungkin. Asap putih kelabu mulai membumbung diantara mereka, asik merokok rupanya. Rambut mereka acak-acakan dan beberapa model belah tengah menyentuh ujung telinga. Nampak pula yang gondrong rapih hingga ke bahu sambil mengepul asap, ah perempuan ternyata, kenapa pula ada, sambil gue berdiri sendiri menyulut rokok ketengan yang baru beli.
"Ayo masuk," satpam baplang berteriak keras sambil mendorong gerbang. Rupanya upacara telah selesai.
"Baju dirapihkan dulu bgst!" Suara sosok bertubuh gempal menggelegar, memakai setelan olahraga dan kalung stopwatch.
Murid bersiap masuk, mematikan rokoknya, yang masih panjang dipuntungkan dan kembali masuk saku, sayang barangkali.
"Sebentar pak, hoeeek....cuiihh," murid yang tak kalah gempal asik meludah sambil merapihkan seragam, nampak sebelah depan saja yang masuk, belakangan ngamplah. Gila lo, ujar gue dalam hati, tapi itu fakta dia meludah di depan sosok gempal berbaju olahraga itu dan gak ada ekspresi marah pula.
Ternyata tak ada sanksi terkait tidak ikut upacara, seperti yang gue khawatirkan diawal. Nyatanya, lo hanya perlu menunggu diluar karena terlambat! Ajg! Tapi diluar itu semua dicatat, entah untuk apa yang pasti gue lihat murid-murid menulis gak jelas dan gak kebaca siapa nama mereka plus tanda tangannya, sedangkan gue menulis jelas nama kelas dan tanda tangan. Diatasnya tertulis Catatan Guru Agama SMK N 600 Jakarta, entah apa hubungannya, gue liat nanti aja lah.
"Reza, kelas 1 gambar bangunan X, kamu ikut saya," suara tegas sosok tinggi kurus berkumis tipis membuat gue mengikuti langkahnya.