Merdeka...Merdeka...Merdeka...!!!
Sebenarnya rakyat Indonesia menyadari atau tidak, kalau kita sedang mengalami keterjajahan dalam bidang ekonomi. Indikator ekonomilah yang membuat kita terjajah dalam hal beragama, berpolitik, berbudaya, dan lain-lain.
Anda ingat dengan konflik-konflik masyarakat yang timbul belakangan ini? Kita lihat konflik kekerasan di Papua dalam tahun 2012 ini eskalasinya yang semakin menunjukan kenaikan yang cukup berbahaya. Barometer yang kemudian saya gunakan adalah kondisi ekonomi rakyat yang jauh dari kesejahteraan. Kalau saya baca pada sebuah blog dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB), mereka sedang berusaha keras memberantas para koruptor lokal yang memainkan politik kotornya dengan menjebak grass root Papua dengan memberi suap, agar dana otsus terus mengalir ke kantong-kantong para penguasa. Isu keterbelakangan terus dikobarkan seperti api menyala di negeri ini, padahal langkah kongkrit dari pemerintah belum menemukan hasilnya sejak dikucurkannya dana otsus ini. Hal lain yang terpenting adalah persoalan privatisassi BUMN. PT Freeport adalah perusahaan penghasil emas terbesar di dunia, kita lihat antara tahun 1992-2004 PT Freeport memberikan pemasukan 33 milyar dolar AS kepada Indonesia. Sedangkan amanat konstitusi yakni pasal 33 UUD 1945 poin ke 3 : "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan oleh sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." Sementara kita lihat pemegang saham terbesar pada perusahaan penghasil emas terbesar didunia ini dipegang oleh investor asing : Freeport-McMoRan Copper & Gold.Inc (81,28%), Pemerintah (9,36%), PT Indocopper Investama (9,36%).
PT Freeport kini sedang dalam negosiasi pemanjangan kontraknya dengan pemerintah yang berakhir 2021 untuk kemudian ditambah lagi sampai dengan 2041.
Dari sini kita bisa melihat bagaimana ketidak-konstusionalnya pemerintah, padahal kita tahu bahwa dalam amanat konstitusi sudah jelas, ekonomi Indonesia harus terbebas dari intervensi asing. Tetapi apa yang terjadi adalah buah dari pemerintahan yang tidak pro-rakyat.
Jelaslah wagra Papua menjadi bringas, bagaimana tidak, alam digaruk habis-habisan sementara anak-cucunya tidak mengenal pendidikan, mati karena malaria. Jadi kalau anda melihat berita tentang konflik Papua, anda jangan menginterpretasikannya menjadi gerakan memerdekakan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi itu adalah gerakan untuk merebut kemerdekaan ekonomi secara mutlak agar anak-cucu dapat hidup layak di tanahnya bukan sebaliknya, "menjadi babu di rumahnya".
Semoga rakyat Indonesia menyadari keterjajahan kita pada hari ini. Penjajahan besar-besaran dibidang ekonomi yang memaksa setiap tindakan ekonomi untuk mengacu pada Kapitalisme-Neoliberal.
Kita sedang mengalami Neokolonialisasi, kita belum meredeka!!!
Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1433 Hijriah,, mari satukan tekad untuk terbebas dari belenggu Neokolonialisme.
Oleh : Hambali Tamher