Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Sang Dalang Paripurna Bejat

31 Maret 2012   03:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:14 152 0
Layaknya sebuah pentas pewayangan, PARIPURNA DRP-RI barusan. Semua orang yang katanya wakil rakyat malah bingung menentukan tuannya. Gelak tawa, argument diplomatis, hingga bedak dan gincu di jual murah dipasar paripurna itu. Banyak massa maka sudah dipastikan kepentingan kalian lah yang di akomodir, kaum minoritas yang duduk menyaksikan dari atas balkon dan di luar pagar besi hanya bisa merintih. Tragis memang drama yang sedang di pertontonkan pada publik kita. satu dua suara mencemoh, bahkan tuan-tuan yang terhormat berperilaku layaknya anak-anak TK. Kencing sembarangan, nyanyi sembarangan, dan bahkan telanjang hampir disetiap tempat duduk empuk mereka. Lalu bagaimana kita bisa menitipkan harapan pada mereka,? sementara mereka saja tak paham sedang di kendalikan oleh siapa, dan oleh apa,!

Kekuasaan dan citra,! sepertinya dua hal itu yang membuat wakil-wakil rakyat kita yang terhormat, harus mengolesi bibir tebal hitam dan bauh mereka, agar tampak manis di depan kamera. mungkin karena itu pula, dahi mereka yang berlumut harus dipermak dengan bedak tebal. sekiranya ketika mata rakyat melihatnya, akan kagum karena ketampanan dan kecantikan busuk itu, lalu tersimpanlah semua kebiadaban mereka. Sungguh rakyat ini harus menentukan pilihan, karena sebenarnya yang menjadi dalang dalam pentas kebangsaaan kita, adalah kita sendiri, bukan Golkar yang bisa menghipnotis suara mayoritas parlemen. Bukan demokrat yang jelas-jelas adalah bemper ketidakbecusan pemerintah mengelolah APBN, bukan pula partai-partai gurem yang hidup segan mati tak mau. Sebagaiman Dalang, kitalah yang harus menentukan ending dari cerita dramatulunggi ini. Parlement bukan tempat jualan sapi, disana pula bukan tempat transaksi penderitaan rakyat. Sesat pikir ini harus kita balik, jika rakyat(Sang Dalang) berdaulat maka mereka (antek neolib) akan hancur. Sangat tak manusiawi, luka dan himpitan hidup rakyat miskin dihitung sesuai dengan eskalasi politik para binatang.

Alih-alih konsisten menunaikan amanah rakyat, pasal-pasal oplosan di perdagangkan untuk kepetingan kelompok jangka panjang. warga miskin yang nasibnya terlunta-lunta karena kebijakan tak populis pemerintah di abaikan. Sungguh penderitaan bangsa ini akan semakin bertamba panjang, selama fraksi-fraksi yang terpilih karena suara rakyat lebih mementingkan mitra koalisi dan kepentingan imperalis. Akan semakin berdarah-darah jalanan, sebab di dalam rumah (negara) tak ada lagi manusia yang bisa menjadi orang tua. terbakar hangus sudah mimpi sejatera, hidup di negeri kaya raya indonesia, seperti dipengasingan. Di biarkan kehujanan dan mengais rezeki dari tong sampah untuk mempertahankan hidup yang dingin. Tak ada payung, apalagi selimut, sebab telah di korupsi habis untuk keluarga tuan terhormat dan setan peliharaan mereka.

Paripurna yang berlangsung biasa-biasa saja tadi akhirnya harus mengangkat topi pada mereka kader-kader partai tua, partai warisan orde baru yang tak pernah hilang sifat menjilatnya. tak menguap ketamakan dalam tubuh partainya, mungkin saja telah menjadi darah dan daging, hingga jika ingin menghilangkan kebinalan kekuasaan diri partainya, mereka harus di bunuh. di kuburkan di kaki everest supaya beku dan tak berbauh, biar tak menjadi virus bagi kader-kader partai selanjutnya. Jelas sudah siapa dalang dalam pentas pewayangan barusan, adakalah kita harus berinisiatif, biar sisa-sisa kolonial tak semakin mengrogoti jiwa semua anak negeri. Harus di akui ini hanya soal kesempatan, namun setidaknya berikan sedikit cela pada nurani untuk dibasuh embun dan di tampar Tuhan, agar semua sadar sebuah keputusan politik yang salah, hanya akan membunuh saudara-saudara kalian sendiri. memendekan umur tanah pusaka, bahkan sebentar nanti usia tua Ibu pertiwi tercinta kita akan segera putus. karena tangis mengharu biru dan penderitaan yang tak kuat lagi beliau pikul.

Untuk mu pertiwi,! IBU,..Maafkan anak-anak mu, yang tak pernah paham bagaimana caranya menyelipkan sebongkah kebahagian pada liang vaginamu, saat melahirkan generasi demi merebut sampai mempertahankan agar Nusantara ini tetap ada. Berdera setengah tiang kami kibarkan untuk menghormati kawan-kawan yang sedang berjuang,..Revolusi belum selesai,..!!

Ardiansyah Fauzi..

Anak pedalaman Halmahera..31/03/12--'05.19' wit. awal subuh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun