Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Pentingnya Sadar Makna Mudik

1 Agustus 2013   05:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:46 173 0
[caption id="" align="alignleft" width="284" caption="diambil dari www.ipangrock.com"][/caption]

Kalau Anda seorang pegawai negeri, mahasiswa, pedagang, pekerja pabrik atau apapun profesi Anda sekarang ini, pastinya akan sering mendapat pertanyaan ini menjelang hari raya dari rekan-rekan dekat, “Kapan Mudik?” “Mudik Kemana?” “Naik Apa?”.

Tradisi Mudik. Entah semenjak kapan tradisi itu ada rasanya juga tidak ada yang tahu. Yang jelas tradisi ini benar-benar mendarah daging di negeri ini. Susah rasanya untuk mengubah apalagi menghilangkan. Begitu mendengar kata mudik, maka terbayang dibenak kita akan kemacetan panjang, suasana panas, dan desak-desakan penumpang yang akan membawanya pulang dari angkutan-angkutan umum entah bus, kereta, atau kapal laut. Dan juga akan muncul pula dalam bayangan kita akan kekhawatiran berapa pengendara lagi yang bakalan menjadi “tumbal mudik” tahun ini? Semua itu rela dilakoni demi satu tujuan, yaitu MUDIK.

Melihat fenomena ini, maka tiada salahnya jika ada yang punya gagasan agar tradisi mudik dihilangkan atau bahkan dihapuskan. Ide ini nampak menarik, meski nyatanya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Tidak mudah merubah sesuatu yang sudah menjadi culture dan mengakar kuat di masyarakat. Butuh proses dan perjuangan panjang. Akan tetapi sebelum pada kesimpulan itu marilah kita kaji ulang, apa dampak positif-negatif dari mudik hingga membuat orang “nekat” mudik?

Kalau ada yang mengatakan mudik sebagai sarana silaturahmi sekaligus permohonan maaf atas segala kesalahan selama ini dengan keluarga, kerabat, teman dan handai taulan saya rasa memang kurang pas. Apa silaturahmi harus setahun sekali? Apa kalau kita berbuat salah kepada seseorang harus diakumulasi dulu, karena belum hari raya jadi tidak boleh minta maaf? Ini yang perlu diluruskan. Dalam islam sendiri ajaran bersilaturahmi dan permintaan halal atas dosa haqqul adami itu dianjurkan lebih cepat lebih baik. Jangan dibiasakan menunda karena umur manusia tidak ada yang tahu. Sementara budaya kita selama ini selalu meminta maaf di momen lebaran. Entah itu dengan orang yang dikenal atau tidak. Lucu rasanya, dengan orang tidak dikenal pun minta maaf. Lah dosanya apa?

Selanjutnya bila kita amati memang tujuan mudik masyarakat selama ini sangat beragam. Semua tergantung cara berpikir manusianya tidak bisa digebyah uyah. Ada yang pulang bisa membangun prasarana untuk kepentingan orang banyak, akan tetapi ada juga yang ingin sekedar pamer kesuksesan, walau kadang harus rela kredit sepeda/mobil sana-sini. Urusan tidak kuat bayar lalu diambil dealer lagi itu soal nanti, yang penting gaya dulu. Karena mainframe masyarakat kita yang sudah terlanjur salah kaprah, kalau sukses itu ya punya mobil mewah, baju bagus, uang banyak, dan istri cantik. Akhirnya segala upaya dilakukan agar bisa dikatakan sukses. Sebenarnya masyarakat juga tidak disalahkan, masyarakatnya seperti itu ya berarti itulah cerminan pemerintahnya.

Adapun dampak positif dari mudik yang bisa penulis tangkap adalah sekaligus sebagai upaya nguri-uri kearifan lokal yang namanya kumpul bareng sanak famili (reuni) di hari raya. Jangan sampai menurut orang jawa kuno kita ini mati obor (kehilangan persaudaraan) hingga akhirnya kita menjadi pribadi-pribadi individualis seperti di kota-kota besar yang dengan tetangga sebelah saja tidak kenal.

Seperti kita tahu, nilai-nilai keluarga sangat penting. Bahkan negara-negara Adikuasa seperti Amerika, Inggris, Perancis, Jerman saja ingin mengembalikan nilai-nilai keluarga yang mereka rasakan telah menipis. Adanya Father's Day, Mother's Day, Thanksgiving, dan momen-momen lain, mereka ciptakan untuk menyatukan kembali nilai-nilai keluarga yang telah hilang. Mereka rindu suasana itu.

Sungguh tidak bisa dibayangkan jika kehidupan kita makin individual, kita tidak memiliki (lagi) tradisi yang mampu meleburkan individualisme, bagaimana jadinya masyarakat kita ke depan? Membangun sebuah tradisi itu tidak mudah, apalagi yang mengakar ke tiap individu masyarakat. Tetapi memang setiap manfaat hampir pasti akan ada harga yang harus dibayar, jer basuki mowo bea…

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun