Abad awal (selisih masehi dan hijriyah sekitar 600 tahun) yang dimaksud (tahun 100-an masehi) ketika itu, Al Quran dan Hadis belum ada, baru 500 tahun setelahnya ada. Pada awal abad itu sudah dikenal metode hermeneutika. Bahkan jika mundur jauh kebelakangnya lagi di Yunani, hermeneutika sudah digunakan untuk menafsir pesan-pesan dewa, itulah kenapa nama hermeneutika diambil dari nama dewa penafsir yaitu dewa Hermes. Artinya ilmu hermeneutika jauh sudah ada sebelum Islam, dalam hal ini sebelum Al Quran dan Hadis ada.
Dalam perkembangan sejarahnya terdapat penyempurnaan ketika melakukan metode analisa oleh setiap tokoh, namun secara garis besar dan substantif hampir sama. Jangankan antar agama, dalam Islam sendiri terdapat perbedaan metode takhrij ushul fiqh. Munculnya empat imam mazhab sunni atau aliran dalam Islam, adalah bukti nyata adanya perbedaan dalam metode tafsir dan interpretasi.
Tafsir (Al Quran-Hadis) dan hermeneutika itu sebenarnya juga tidak jauh beda, melakukan proses interpretasi teks. Tujuan akhirnya sama; memahami. Orang yang memahami belum tentu melakukan interpretasi. Tapi yang melakukan interpretasi sudah pasti memahami. Lebih luas lagi dalam metode hermeneutika kritis semua bisa dianggap teks, apakah itu gambar, simbol, tanda, bahasa verbal, juga sikap. Semua bisa di interpretasi.