Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Adu Mulut dengan Aparat

25 Januari 2012   13:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:28 13 0
Kemarin, Selasa (24 Januari 2012), tengah hari, saya punya pengalaman yang sangat menggelikan dalam hidup saya. Menggelikan sebab saya nyaris berantam dengan seseorang, yang kemungkinan oknum militer. Kejadiannya di trotoar Semanggi, dekat Rumah Sakit AL Mintoharjo.

Saya baru turun dari bus, dan  berjalan menuju halte di mana banyak tukang ojek nongkrong, tiba-tiba saya dikagetkan sepeda motor yang melaju dengan sangat kencang dan nyaris menyerempet saya. Sepeda motor itu juga melaju di atas trotoar, dan hendak turun ke jalan raya yang mengarah ke Jalan Gatot Subroto. Pengemudinya mengenakan jaket.

Karena tidak terima dengan "rasa kaget" yang ditimbulkan, saya pun berteriak: "Hoooooiiiiiiiiiiiiiii!" Dan sepuluh meter di depan, pengendara berhenti, dan setelah saya dekat dia bertanya: "Kok teriak-teriak sih?"

"Saya tadi nyaris keserempet motor Bapak!" kata saya. Dari sepatu dan celananya saya tahu dia bukan "orang sembarangan"

"Baru nyaris keserempet kan? Belum sampai keserempet!" jawabnya angkuh.

Karena saya tahu dia bukan "manusia biasa", saya pun melanjutkan langkah, dan ketika dia juga menjalankan kendaraannya menjauhi saya, dengan hati yang masih dongkol dan kesal saya kembali berteriak: "Hooooooooooooiiiiii!"

Seperti saya duga, dia kembali berhenti, dan menunggu saya. Setelah saya dekat, dia dengan sengaja menyingkapkan jaketnya dan terlihatlah lambang salah satu  angkatan bersenjata kebanggaan kita. Kembali dialog panas itu terjadi.

"Kok teriak-teriak sih?"

"Saya kesal karena tadi hampir keserempet!"

"Hampir keserempet kan? Tidak sampai keserempet!" ulangnya dingin.

Saya pun terus melangkah menuju halte yang hanya beberapa langkah di depan. Mungkin oknum itu merasa ngeri kalau saya cerita kepada orang-orang yang di halte, lalu dia pun turun ke jalan raya dan melaju di antara kendaraan yang ramai itu. Tetapi dengan demonstratif saya mencatat nomor polisi motornya. Dan saya pun sengaja supaya dia tahu kalau saya mencatat nomor polisi sepeda motornya.

Saya sendiri sebenarnya merasa geli dan kasihan kepada oknum itu, yang belum mengerti kalau dirinya kini hidup di alam reformasi, di mana rakyat sudah tidak bisa lagi digertak sewenang-wenang oleh aparat sekalipun. Untung  dia buru-buru pergi, sebab andaikata dia masih mengajak berdebat, maka saya sudah mempersiapkan kata-kata ini:

"Pak, saya tahu Anda itu aparat (dan saya sebut kesatuannya).....tapi Bapak perlu  tahu, keluarga saya juga banyak yang berprofesi sebagai aparat: ada letnan, mayor, kapten, kolonel, bahkan jenderal. Bapak silakan pilih yang mana!"

Apabila kata-kata yang bukan omong kosong itu saya ucapkan, saya jamin dia akan lari terbirit-birit.......

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun