Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Artikel Utama

RUU Migas: Menambal Kedodoran Regulasi di Sektor Hilir Gas

21 Mei 2015   07:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46 133 0

Tahun ini melalui inisiatif DPR akan berencana menyelesaikan PR yang selama ini tertunda yaitu merevisi UU Migas No. 22/2001. Salah satu yang menjadi isu strategis dalam penyusunan materi revisi UU Migas adalah keterkaintannya dengan aspek ketahanan energi dan aspek penyelenggaraan kegiatan migas. Menyangkut aspek penyelenggaraan kegiatan usaha migas harus memberikan ruang keterbukaan sektor hilir dengan adanya penugasan pembangunan infrastruktur yang dijamin melalui pengaturan/penetapan harga dan financial incentive oleh pemerintah untuk pengembalian modal berinvestasi. Tentang aspek ketahanan energi, revisi UU Migas diharapkan memuat strategi dan pengupayaan penyediaan komoditas migas untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan penyiapan cadangan penyangga migas nasional melalui keberpihakan kepada Domestic Market Obligation (DMO) dengan mendorong keikutsertaan Badan Usaha Nasional.  Aspek penyelenggaraan akan menjadi predikat penggerak dalam meneruskan obyek dari aspek ketahanan energi yang hendak dicapai, kedua aspek tersebut memiliki interkoneksi sinergi yang saling mengisi (closed cycle). Dari pengertian ketahanan energi adalah kondisi terjaminnya ketersediaan energi (availability), akses masyarakat terhadap energi (accessibility) pada harga yang terjangkau (affordability) dan realistis dapat diterima dalam jangka panjang (acceptability). Terkait dengan ketahanan energi nasional, selama ini pandangan umum hanya terpaku dan berfokus pada sektor sisi hulu yaitu pengupayaan penyediaan sumber migas melalui kegiatan peningkatan lifting migas, impor migas, eksploitasi dan eksplorasi migas, EOR dsb., namun tidak sekalipun melihat permasalahan tersebut justru berasal dari pendistribusian dan pemanfaatan migas di sektor hilir. Sebagai contoh, Indonesia sebelum tahun 2004 adalah negara net exporter minyak yang tergabung dalam OPEC namun kini justru menjadi pengimpor minyak dunia, sementara negara-negara maju seperti Eropa (Perancis, Jerman, Spanyol, Portugal dan Negara-negara Eropa Timur) meskipun termasuk negara public utility model – sumber migas yang terbatas, namun karena mereka memiliki tata kelola migas yang reliable, mereka mampu mengelola dan  memberdayakan kapasitas migasnya secara optimal dalam memenuhi kebutuhan/konsumsi energi masing-masing negara bahkan mampu menciptakan skema pasar komoditas migas yang dapat diperdagangkan (tradable). Seberapapun besar usaha dalam pengupayaan ketersediaan sumber energi di sektor hulu namun tanpa diimbangi tata kelola/pengaturan pemanfaatan migas yang baik (regulatory reforms) di sektor hilir akan sia-sia, namun sebaliknya jika demand side di sektor hilir mampu dikelola secara tepat guna dan tepat sasaran akan dapat menciptakan suatu ketahanan energi nasional asal mampu memenuhi syarat yang berprinsip pada availability, accessibility, affordability dan acceptability. Kunci keberhasilan (key driver) ketahanan energi justru terletak pada pengaturan dalam pemanfaatan migas di sektor hilir bukan di pengusahaan di sektor hulu, Pemerintah harus membenahi persepsi arah kebijakan dan paradigm pengaturan migas seperti yang selama ini terjadi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun