Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Konflik dan Damai

16 Agustus 2014   07:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:25 152 0




[Antara Meng-Islamkan dan Meng-Indonesiakan]

Sudah sejak dahulu bangsa ini memiliki corak budaya yang beraneka ragam, Islam dapat mendominasi di negeri ini karena mampu menyentuh semua golongan tanpa memandang kasta dan status sosial, hingga saat ini Islam di Indonesia mampu bertahan dan menjadi parameter seluruh dunia Islam, Bangsa ini dahulu adalah bangsa yang damai, hingga proses akulturasi mulai terjadi dari perdagangan hingga penjajahan dimasa lampau, kemudian daya serap informasi yang besar akan informasi telah menimbulkan efek secara langsung maupun tidak langsung, yang semakin memperuncing fanatisme dan idealisme sebagian kelompok menjadi semakin terbangun ataupun terkikis.

Sejarah Budaya bangsa ini bukan berakar pada bangsa lain di Timur tengah, Barat ataupun dunia lainnya, menilik dari beberapa budaya lokal [local content] yang hingga saat ini masih terjaga, sebagai salah satu contoh Tari Jaipong, tidak pernah ada Tari Jaipong dibelahan dunia Timur Tengah ataupun Barat, bahkan yang mendekati lantunan musik maupun gerakannya.

Disisi lain Harmonisasi kehidupan dan kedamaian di bangsa ini telah terbangun jauh sebelum para bangsa Asing masuk ketanah air kita Indonesia, mereka datang sebagai Tamu tak diundang yang kemudian betah menjajah bangsa ini, dalam pelajaran sejarah indonesia doktrin mengenai peperangan setiap kerajaan selalu menjadi pembahasan, hampir merata dalam riwayat setiap kerajaan yang ada di Nusantara, munculnya stigma suku berdasarkan identitas sejarah moyangnya. Padahal saat ini tidak seperti itu adanya, setiap tragedi akan melahirkan kedewasaan dalam perubahan berpikir dan bertindak, sepantasnya bangsa yang jaya dimasa lampau tercerahkan dengan keilmuan yang terakomodir dalam kegemilangan masa kini hingga masa mendatang.

Dinantinya proses kesadaran atas kemandirian bangsa datang sedini mungkin, sebelum terlambat dan hancur ketika tersadarkan, seperti halnya politik dan ekonomi telah mewarnai rusaknya perjalanan bangsa ini dengan aneka korupsi, setidaknya pikiran matang terorientasi terhadap pengelolaan dan mempertahankan warisan hasil bumi, bukan sebatas pengelolaan dan pembagian keuntungan, kebijakan berujung untuk kesejahteraan umat manusia atau sebaliknya.

munculnya islam dari para pedagang dan pendatang Cina, Arab dan lain-lain, menjadi sebuah wacana menarik untuk diperbincangkan, mengenai motif dan tujuan mereka [Penduduk Asing] mendatangi dan menempati negeri ini, mengingat kebutuhan setiap bangsa dan Negara didunia telah tersedia dan ada di negeri ini,

makadari itu meninjau motif “Gold, Gospel, Glory” yang menjadi keutamaan bagi bangsa barat perlu kita evaluasi bersama, mengingat pertarungan bangsa lain nun jauh disana [diluar negeri ini] telah melampaui waktu berabad silam lamanya terpendam namun tak hilang, gejalanya mulai muncul dinegeri ini.

Pertarungan aneka aliran/madzhab menjadi dialektika tersendiri bagi suatu bangsa misalnya di Timur Tengah, konflik politik yang berakhir dengan pemberantasan dinasti dan perebutan dinasti, konflik yang semata karena kekuasaan politik atas penguasaan ekonomi. Secara politik Ekstrim dengan pandai berpolitik dan menguasai kekuatan perekonomian maka suatu bangsa akan mampu menguasai dunia.

Kita dapat menyebutnya konflik sunni dan syiah berkepanjangan di Timur Tengah ditempat lahirnya Agama Islam, konflik yang demikian itu bukanlah menjadi urusan setiap pribadi atau golongan umat Islam di Negara Indonesia untuk memperpanjang dan mewarisi pertarungan sejarah bangsa lain akibat politik yang diramu dan dicampur adukkan dengan tatanan regilius dibangsa ini,

Pentingnya menjaga kedaulatan NKRI sebagai bentuk Kewaspadaan yang wajib tetap terjaga dinegeri ini. Bangsa ini jangan mau dijadikan arena pertarungan ideologi-ideologi dunia yakni dalam persoalan perekonomian dan penguasaan industri dan menjadi ladang konsumtif,

Dalam sejarah dunia bangsa ini sejak dahulu terkenal ramah di dunia menjadi bangsa yang paling mudah menerima pembaharuan tanpa pandang bulu, selama masih mampu menjaga keharmonisan bangsa dalam bingkai kedamaian tanpa menimbulkan kerusakan dan menyebabkan kerugian, selama ini bangsa ini bukan hanya menerima juga turut memfasilitasi dengan gerakan non blok, meskipun hal yang demikian tersebut tidak secara terang tersurat dalam suatu aturan baku pada zaman dahulu namun telah tercatat dalam sejarah independensi penyelesaian pergejolakan bangsa-bangsa, namun hal ini dapat dipelajari sebagai kausa mutual kenapa bangsa ini terdapat beragam suku dan warna kulit dan hidup rukun serta damai?

Kita kilas balik sejarah pada zaman Nusantara jauh sebelum era kemerdekaan, disaat laksamana cheng ho dan utusan dari china masuk ke Nusantara memperkenalkan Islam dalam dunia pemerintahan dikerajaan Nusantara, serta mengenali dampak pengaruh campur tangan para pedagang di sepanjang peradaban perdagangan lintas laut yang dikenal dengan perdagangan Gujarat, dsb. sebuah kondisi yang serupa pun telah terjadi ditanah jawa dalam penyebaran Islam yang dikembangkan oleh para Wali yang dikenal dengan Walisongo [Sembilan Wali] kepada masyarakat dengan beragam cara yang menyesuaikan Budaya [culture] yang ada, sehingga pemerataan persebaran Islam secara Kultural penuh dengan warna, kita dapat menyaksikan peninggalan dan penggalan sejarah tersebut tersebar disetiap wilayah yang berbeda dan terpusat di pulau jawa, hal ini disebabkan setiap wilayah di pulau jawa memiliki budaya yang berbeda meski antar wilayah saling berdekatan antara wilayah yang satu dengan yang lainnya.

Selanjutnya bersamaan dengan perang kemerdekaan, Kedatangan Missionaris di Sumatera Utara yang merupakan strategi politik pemecah komunikasi Aceh dan padang agar terputus, pada saat itu wilayah Aceh dan padang merupakan basis besar umat Islam, bisa saja peperangan itu terjadi jika penganut Islam di Sumatera menginginkannya, namun kesadaran bahwa “Bagiku agamaku dan Bagimu Agamamu” menjadi tolak ukur bagi setiap orang untuk memilih dan bersikap, selama keduanya tidak saling menyakiti,

Kemudian kita mengingat kembali peran besar suku melayu dan para Bangsawan Tidore mengenai peranan mereka dalam penyebaran Islam yang terbagi menjadi dua wilayah Besar yakni di Kalimantan dan di Indonesia Bagian timur, kita dapat membuka kembali sejarah kedatangan Missionaris di Pulau Mansinam bersama para Tokoh Muslim dari kerajaan Ternate dan Tidore, pada saat itu orang-orang Islam yang memandu Tokoh Missionaris di tanah Papua. Hingga saat ini tanah Papua bukan hanya didiami oleh kalangan Muslim tetapi banyak masyarakat Non-muslim tinggal didalamnya, Berangkat dari hal tersebut kita dapat merefleksikan bahwa Islam di Indonesia telah membuka kedewasaan dalam bersikap pada kehidupan sehari-hari sejak dahulu kala, dalam menjaga keberagaman dinegeri ini. Maka sepantasnyalah kemerdekaan dianugerahi ALLAH SWT untuk bangsa yang damai ini,

Islam dalam sejarah Indonesia telah mampu menjadikan pendidikan moral dan intelektual anak bangsa, Umat Islam di Indonesia berperan aktif sebagai alat pendongkrak pembuka kemerdekaan bangsa ini hingga bangsa lain, melalui gagasan, pemikiran dan diplomasi Umat Islam di bangsa ini, perjalanan umat Islam di Indonesia tetap terjaga tidak mudah terkontaminasi dengan satu aliran/keyakinan serta kepercayaan lainnya, padahal Umat Islam di Indonesia telah berhadapan secara langsung dengan Ideologi-ideologi lain yang berkembang di dunia, Umat Islam di negeri ini tak pernah terkotak-kotakan apalagi terjerumus dalam konflik berkepanjangan apalagi mengenai sesuatu persoalan yang bukan merupakan konflik dinegeri sendiri,

Dari perjalanan panjang Umat islam Indonesia dan para cendikianya, Di era pra kemerdekaan seorang Lafran Pane sebagai Pendiri Himpunan Mahasiswa Islam masih dapat menyaksikan perjalanan dan pengembangan Organisasi Mahasiswa Islam pertama yang beliau dirikan, Mahasiswa Islam dinegeri ini tumbuh besar dan tetap ada hingga akhir hayat beliau, hal itu dikarenakan orang Islam masih tersedia dinegeri ini, perwujudan ke-Islaman yang telah mengakar dinegeri ini menjadi poros utama daya dukung kaderisasi mahasiswa islam bersama umat Islam lainnya dalam upaya menjaga kedaulatan bangsa dan rakyat bersama Tentara Indonesia diera agresi militer belanda ke-II, banyaknya umat Islam saat ini seharusnya menjadi daya dukung perkembangan Organisasi Islam seperti HMI sebagai Generasi Muda Islam yang modern dan kekinian dalam menjaga dan mengawal kebersamaan Indonesia sebagai Negeri madani hingga akhir hayat, dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang layak tampil dipentas dunia.

Seperti Bait pembukaan UUD 1945 “Atas berkat Rahmat ALLAH SWT” memperjelas bahwa Pancasila tidak bertolak belakang dengan Nilai Islam yang penuh kebersamaan dan kedamaian.

Masih tentang Islam di Indonesia, saat ini telah terjadi pergeseran mendasar dalam refleksi kehidupan berbangsa dan bertanah air, berkaitan dengan konflik yang ditenggarai dan terjadi di Timur tengah yakni mengenai konflik Sunni dan Syiah, yang sebenarnya dahulu kala tidak berpengaruh besar terhadap perkembangan perjalanan Umat Islam di bangsa ini, sehingga berkaitan dengan persoalan perbedaan tidak menjadi salah satu faktor disintegrasi atau pemecah belah bangsa,

Sebuah konflik dampak perjalanan panjang sejarah atas mudahnya mengakses informasi, semakin banyaknya pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan diluar negeri, hingga saat ini belajar diluar negeri masih menjadi trend Hedonis Pendidikan, menjadi salah satu Asumsi upaya Doktrin yang terbawa, dalam persebaran mindset umat, pertemuan pemikiran dalam berwacana dalam berkehidupan dan berkebangsaan dinegeri ini tak pernah menyebabkan perpecahan karena solidaritas atas kebhinekaan semenjak lahirnya Sarekat Islam dan sumpah pemuda 1928, yang menjadikan perbedaan sebagai Rahmat ALLAH SWT,

Jangan sampai bangsa ini menjadi korban sejarah peradaban bangsa lain, yang sudah jelas bukan secara langsung berkenaan dengan sejarah, perpolitikan serta budaya bangsa sendiri, terlebih buruknya negeri ini hanya dijadikan arena tanding balas dendam dan perang dingin kelompok atau bangsa lain hingga menjadikan Umat Islam dibangsa ini sebagai boneka kontak fisik sesama saudara sebangsanya sendiri. Sangat berbahaya jika sampai Bangsa ini melupakan sejarah bangsanya yang Arif dan Bijaksana, apalagi jika bangsa ini terlena akan urusan rumah tangga dan sejarah bangsa lain sehingga lupa akan pekerjaan rumah atas kondisi buruk yang terjadi di bangsa sendiri, maka permasalahan apa lagi yang akan terjadi dibangsa ini kelak?

Dalam Perspektif ke-Islaman; bahwa umat Islam janganlah Lupa akan pertalian persaudaraan sesama muslim dan muslimah, karena sesama Mukmin [islam/muslim/muslimah] itu bersaudara, padahal kita ketahui bersama bahwa terkait urusan Akhirat sebagai penentu Surga dan Neraka bukanlah Manusia baik secara individu, kelompok sekalipun manusia sekaliber Universal.

saling toleransi dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika, penghormatan seperti jaminan yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 34 : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agama dan Kepercayaan masing-masing”. Agama dan Kepercayaan adalah dua hal berbeda menjadi satu kesatuan utuh dalam falsafah persatuan bangsa, bahkan pengikut Kejawen dan sunda wiwitan yang sejak dahulu kala adapun tidak menuntut ajaran mereka dijadikan Agama Nasional, bukan karena eksistensi dan kiprah dalam persebaran terhambat dalam suatu wilayah. Jaminan Negara ini menjadi pemersatu dalam naungan Pancasila yang tidak pernah berbenturan dengan Nilai Akhlakul Karimah seorang mukmin dalam Islam,

Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin, Nilai “Bagiku Agamaku, Bagimu Agamamu” yang ada didalam kandungan ayat Alquran telah tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Persatuan Indonesia”. Manusia yang memiliki Adab adalah manusia yang masih mempercayai atau masih memiliki kepercayaan terhadap sang pencipta meskipun dengan beragam cara.

Patut diberikan Apresiasi tentang apa yang telah dituangkan dalam catatan perjalanan seorang Nurcholis Madjid [Cak Nur] dalam Nilai Dasar Perjuangan yang membahas Pengertian-pengertian Dasar tentang kemanusiaan, mengenai Manusia dan Nilai-Nilai Kemanusiaan, bahwa sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, malainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusu dimiliki manusia saja yakni Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung pada kebenaran [Hanief].

Jika merujuk kepada “Semua Manusia Nilainya sama dihadapan ALLAH.SWT, yang membedakan adalah Keimanan dan Ketakwaannya”, sesungguhnya kategori orang yang Beriman dan Bertakwa sudah terang dijelaskan dalam Alquran, yang sangat jelas sudah ada ketentuan dan kepastian mengenai kategori berIman dan bertakwa sebagai Faktor Pembeda, yang sudah jelas dinyatakan oleh ALLAH SWT dalam Kitab-NYA.

Sehingga setiap perlakuan dan perbuatan selama manusia itu hidup hingga setelah mereka wafat penilaian hakiki untuk mengadili manusia sudah menjadi Urusan ALLAH SWT,

Dalam Ajaran Islam ketika seorang manusia meninggal dunia maka putuslah semua amal dan perbuatan kecuali  3 perkara [hal], yakni : Amal & Sedekah, Doa anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat, sehingga kebijakan penentu masuknya seorang manusia kedalam surga atau kedalam neraka bukanlah menjadi urusan manusia yang masih hidup ataupun yang sudah wafat.

Jika menjadikan Perbedaan adalah sesuatu yang laknat, maka bercerminlah pada wajah sendiri yang memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, perbedaan itu pun termasuk terlaknat, semisal individu A yang hanya merasa memiliki wajah yang menyatakan tidak laknat, disisi lain individu B yang memiliki pandangan sama bahwa individu A terlaknat karena wajahnya berbeda dengannya, begitu seterusnya dengan setiap individu lainnya, maka peperangan akibat ketersinggungan sosial bisa semakin menjadi, padahal semua individu hanya sebatas perasaannya saja bahwa ia memiliki wajah yang ada padanya kini adalah miliknya, karena dengan menyadari manusia adalah mahluk yang diciptakan bukan sang pencipta, makadari itu manusia tiada berkehendak untuk mengadakan dan meniadakan wajahnya sendiri yang direquest sebelum dilahirkan kemuka bumi, terlebih mengkafirkan sesame manusia.

Ketertarikan manusia terhadap cara memandang bagian-bagian alam semesta dan lingkungan sekitar kehidupan manusia, untuk senantiasa menjaga dan terjaga bersama sebagai suatu karunia yang luar biasa dan patut disadari. Semisal tidak saling mengklaim bahwa Awan, Matahari, dan Bulan yang ada saat ini adalah milik segelintir kelompok orang beragama saja atau satu bangsa atau satu Negara semata, Sehingga yang lain tidak boleh ikut serta melihat dan menikmatinya, karena merasa memiliki perangkat alam semesta secara pribadi.

Di dunia ini dibalik tragedi pasti ada kausal [sebab-akibat] yang tidak seutuhnya seluruh umat manusia dapat memahaminya, sehingga hanya kemampuan nalar yang terbatas hanya mampu mengimani, mengimani pun terkadang sulit untuk dipertegas dalam kisaran jumlah dan hitungan tentang seberapa besar kadar atau parameter tertinggi orang yang telah atau sudah menyatakan dan dinyatakan beriman kepada sang Pencipta, sehingga seorang manusia dianggap layak untuk mengkafirkan sesama manusia dan terlebih menyakiti saudara semanusia.

Meng-indonesiakan Islam dan beradaptasi terhadap ruang dan waktu adalah cara terbaik sebagai ucap syukur atas nikmat ALLAH SWT yang berlimpah dalam kebersamaan dan kedamaian di Negeri ini, kelak bernilai untuk kita nikmati bersama anak cucu nanti, Amin

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun