Belakangan ini wacana agama banyak diwarnai dengan kekhawatiran menguatnya eksklusivisme legal-tekstual dan juga gagasan tentang Islam transnasional yang cenderung bermusuhan dengan budaya dan produk-produknya. Masih belum hilang ingatan kita kepada Talibanisme yang menghancurkan patung Budha di Bamiyan, Afghanistan, ketika sekarang kita dihadapkan pada gejala NI (Negara Islam, di Irak dan Syam) yang jauh lebih radikal, puritan, dan brutal di banding pendahulunya, bahkan di banding Alqaidah yang merupakan akar-awalnya. Bukan saja memusuhi dan mebantai semua kelompok yang berbeda dengannya, tak peduli Muslim atau bukan, kelompok ini menampilkan permusuhan luar biasa terhadap manifestasi-manifestasi budaya (lokal). Kita pun dikagetkan oleh isyarat-isyarat bahwa tawaran puritanisme NI ini ternyata seperti mendapatkan penerimaan di kalangan umat Islam, tak terkecuali di negeri kita.