Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Membaca tulisan Slamet Soeseno

7 Juni 2011   15:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:46 145 0
[caption id="" align="alignleft" width="206" caption="www.intisari-online.com"][/caption] BAGI pecinta (majalah) Intisari, terutama yang sudah berlangganan sejak tahun 1980-an, seharusnya mengenal dengan sosok Slamet Soeseno. Penulis yang mampu membuat tulisan sederhana dan bisa dibaca dengan mudah meski temanya termasuk berat. Dulu, waktu bapak saya langganan majalan ini (artinya sejak akhir '80 hingga 1997-an), tulisan pak Slamet-lah yang paling saya tunggu. Pria yang pernah menjadi asisten dosen di Fakultas Perikanan IPB Bogor itu memang pintar mengolah tema yang harusnya sulit menjadi lebih populer. Tema yang sebenarnya termasuk sulit itu (contohnya, sejarah kuda dari zaman nenek moyang sampai kuda modern, atau tema tentang tomat), mampu diolahnya sedemikian rupa sehingga menjadi tulisan ringan dan mampu dipahami dengan baik oleh saya yang waktu itu masih SD. Memang dalam tulisannya terkadang masih diselipkan istilah asing atau istilah latin, tapi itu tidak menjadikan tulisan pak Slamet menjadi kering dan hambar. Bahkan bisa jadi kita dapat lebih mudah memahami istilah asing itu lewat tulisan pak Slamet. Saya pikir ini menjadikan nilai tambah tulisan beliau, tak hanya menghibur tapi benar-benar menambah pengetahuan. Saya jadi tahu bahwa nama latin burung kolibri leher menyala adalah Panterpe insignis, atau kolibri leher magenta nama latinnya Calliphlox bryantae. Juga beserta dosa-dosanya (Dosa-dosa Burung Kalibri, Intisari 1995). Tak hanya tulisnnya yang enak dibaca, kadang judulnya pun suka aneh. Contohnya, Skandal Seks kaum belut. Atau ya itu tadi, Dosa-dosa Burung Kolibri. Tulisan yang dibuat pak Slamet pun -buat saya- tak lekang oleh waktu. Saya masih dapat menikmati tulsan beliau meski itu ada di Intisari edisi tahun 1980-an. Juga nggak ada bosennya. Makanya, ketika menulis, kadang saya ingin seperti beliau. Membuat suatu tulisan yang mudah dibaca, meski temanya berat. Menghindari kata-kata 'melangit' dan mencoba lebih membumi. Tapi saya akui itu sulit, boro-boro mendekati gaya pak Slamet, tulisannya saja masih sullit dipahami hehe.. Sayangnya, sejak beliau wafat, saya belum melihat lagi ada tulisan bertema iptek yang gaya penulisannya seperti pak Slamet, mudah dibaca dan tidak terkesan menggurui, termasuk di Intisari. Memang sesekali suka ada tulisan yang mirip, tapi tetap saja kok rasanya beda ya? Katanya tulisan-tulisan pak Slamet sudah ada yang dibukukan. Sayang, sampai sekarang saya belum juga menemukan buku itu. Kalau ada, sepertinya buku itu menarik untuk dibaca. Ada yang punya? :D Bagi yang ingin lebih tahu siapa dia, bisa dibaca di sini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun