Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi perikanan yang luar biasa. Lautan yang luas dan sumber daya ikan yang melimpah seharusnya menjadikan Indonesia pemimpin global dalam sektor perikanan. Namun, kenyataan menunjukkan adanya paradoks besar seperti, hasil perikanan yang melimpah namun tidak sejalan dengan kemampuan mengelola, mengolah, dan memanfaatkannya secara optimal. Ironi ini sangat kontras jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Norwegia dan Jepang, yang memiliki sumber daya lebih terbatas tetapi mampu memanfaatkan teknologi, kebijakan, dan sistem yang efisien untuk menghasilkan nilai tambah besar dari sektor perikanan mereka. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga program studi akuakultur, yang berbasis di Surabaya kota pelabuhan dengan akses langsung ke laut Jawa dan menjadi pusat aktivitas perikanan di Indonesia, kami menyaksikan langsung masalah ini. Salah satu permasalahan mendasar adalah ketergantungan Indonesia pada ekspor hasil perikanan mentah. Sebagai contoh, ikan tuna dan udang, yang merupakan komoditas utama ekspor, sering kali dikirim dalam bentuk bahan mentah ke negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Di sana, bahan mentah ini diolah dan dijual kembali dalam bentuk produk bernilai tinggi seperti sashimi, sushi, atau makanan laut kaleng, dengan harga berkali lipat.Â
KEMBALI KE ARTIKEL