sudah menjadi rutinitas yang saya lakukan semenjak kuliah di
Yogyakarta. Dalam setahun saya biasa pulang ke Lampung sebanyak dua
kali, saat libur semester genap dan lebaran. Dan setiap lebaran pasti
ada saja kejadian yang lucu, menyenangkan juga menyebalkan.
Setiap
kali mudik lebaran dari Yogya saya pasti sibuk mencari tiket bis
untuk pulang. Biasanya saat mulai lebaran para pemudik sudah berburu
tiket, sebelum habis atau kena tuslah. Dua kali saya berhasil
menghindari tuslah sebab saya ikut rombongan anak-anak Lampung. Di
Yogyakarta selalu ada sekumpulan mahasiswa yang mengkoordinasi
kegiatan yang bernama 'Mudik Bareng'. Tarif yang ditawarkan juga
lebih murah dari bis pada umumnya. Dalam acara mudik tersebut saya
bisa bertemu dan berkenalan dengan banyak teman dari berbagai jurusan
juga universitas. Tak jarang juga anak-anak SMA yang berasal dari
Lampung turut serta di dalamnya.
Beberapa
kali saya tidak bisa menghindari tuslah, sebab jadwal kuliah yang
pada membuat saya hanya bisa mudik minimal satu minggu sebelum
lebaran. Pernah suatu kali di tahun 2008 saya mudik sangat mepet
sekali yaitu pada H-3. Saya sudah mencoba mencari-cari waktu agar
bisa mudik lebih awal, namun tampaknya tidak berhasil. Tiket yang
saya dapatkan harganya sangat mahal, hampir dua kali lipat dari harga
biasanya.
Hari
itu kebetulan seorang teman saya bersedia mengantar ke terminal bis
Jombor. Tepat pukul 1 siang saya sudah stand by di agen
penjual tiket. Saya dan teman saya asik mengobrol sambil menunggu bis
itu datang. Satu jam berlalu saya melihat bis dari agen seberang
sudah berangkat. Saya sempat melihat beberapa teman satu kampus saya
yang berada di dalam bis itu melambaikan tangan sebagai tanda selamat
tinggal. Merasa resah, saya akhirnya bertanya kepada bapak penjual
tiket,
“Pak,
pukul berapa bisnya datang?”
“Wah,
nggak tahu mbak, biasanya sudah datang koq, mungkin
macet” jawabnya
Rupa-rupanya
lalu lintas sangat padat sehingga bis-bis pengangkut penumpang
terlambat datang. Bahkan kebanyakan bis yang datang sampai tidak
istirahat. Sesampainya bis di tempat tujuan, bis itu langsung
bersiap-siap untuk berangkat lagi. Tak mau ambil pusing, saya kembali
mengobrol sampai datang dua orang teman laki-laki yang kebetulan satu
fakultas dengan saya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, bis itu
belum datang juga. Saya kemudian meminta teman yang mengantar untuk
pulang, sebab ia sudah terlalu lama menemani.
Pukul
6 sore, adzan maghrib berkumandang. Saya membuka sebotol air minum
untuk membatalkan puasa. Salah seorang teman saya yang juga sedang
menunggu menawari saya untuk membeli makan di sebelah. Tetapi saya
menolak, saat itu perut saya sedang tidak lapar dan saya kurang
nyaman untuk makan di warung sebelah. Sayapun kembali duduk manis
menunggu bis datang. Satu jam kemudian, tepat pukul 7 malam terdengar
pengumuman bahwa bis yang akan saya naiki baru datang pukul 11 malam.
Kesal, itu yang saya rasakan. Saya sudah duduk dari pukul 1 siang dan
kini harus menunggu 4jam lagi. Penumpang yang lain sudah ribut-ribut
dengan pemilik agen. Beberapa bahkan ada yang pulang dahulu lalu
kembali ke terminal sebelum pukul 11.
Saya
jelas tidak bisa dan tidak mau untuk pulang ke kos. Saya lebih baik
menunggu dan berusaha bersabar lagi. Pukul 8 malam, sebuah bis
datang. Para penumpang dengan tiket bernomor bis tersebut mulai
memasukkan barangnya ke bagasi dan naik ke atas bis. Tiba-tiba saya
mendengar si bapak pemilik agen sedang meributkan sesuatu.
“Yang
satu ke Metro gak ada” ucapnya
Begitu
mendengar hal tersebut saya langsung mendekat ke meja bapak penjual
tiket.
“Maaf
pak, maksud bapak bis ini masih menunggu penumpang yang ke Metro”
“Iya
mbak, sepertinya penumpangnya pulang dulu ke rumah”
Ting...lampu
bohlam berwarna kuning menyala terang di atas kepala saya, hehehe..
dengan tersenyum saya pun berkata
“Udah
pak, digantiin saya aja. Saya pulang ke Metro”
“Mbak
bener mau ke Metro. Saya juga lagi cari gantinya”
Saya
menunjukkan tiket bis yang saya punya, yang memang bertuliskan tujuan
'Metro'. Finally, saya naik bis pukul 8 malam. Saya sempat say
bye bye kepada dua orang teman saya sebelum berangkat, sebab
mereka masih harus menunggu hingga pukul 11 malam.
Setiap
mudik, saya tidak pernah menanyakan siapa yang duduk di sebelah saya
pada pemilik agen bis. Hampir orang dengan berbagai usia pernah duduk
di sebelah saya, mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, kakek
dan nenek. Namun kali ini sedikit berbeda, yang duduk di sebelah saya
adalah pemuda yang seusia dengan saya. Dia satu angkatan juga satu
Universitas dengan saya tetapi berbeda fakultas. Seperti biasa, saya
berkenalan dan sedikit bertukar cerita tentang kesibukan dengan
pemuda itu Malam semakin kelam, sayapun terlarut dalam kantuk dan
tertidur hingga pagi menjelang. Sekitar pukul 3 pagi bis berhenti di
sebuah rumah makan. Bapak sopir rupanya memberikan kesempatan kepada
penumpangnya untuk sahur sebelum melanjutkan perjalanan. Saya
benar-benar sudah kehilangan nafsu makan saat itu. Saat berbuka saya
membiarkan perut saya kosong, dan saat sahur saya kembali malas
mengisi perut. Akhirnya saya hanya duduk di tepian rumah makan sambil
menunggu bis kembali berangkat. Setengah jam kemudian, saat bis akan
berangkat, teman yang duduk di sebelah saya memberikan sekotak susu
ultra.
“Ini
buat kamu. Saya tahu kamu gak makan waktu buka puasa.”
ujarnya
“Eh..
koq... emm terima kasih ya..” jawab saya dengan nada agak
bingung
Saya
baru ingat kalau semalam saya bercerita kepadanya bahwa saya belum
makan apapun sejak buka puasa. Hmmm.. alangkah baiknya teman baru
saya ini.
Bis
kemudian berangkat lagi menuju pelabuhan merak dan baru pukul 3-4
sore bis yang saya naiki tiba di sana. Dalam perjalanan normal, bis
dari Yogyakarta biasanya sampai di Merak dalam waktu sekitar 15-18
jam. Lalu lintas yang padat di daerah pantura membuat bis yang saya
tumpangi lebih lama lagi sampai di Merak, belum lagi ditambah dengan
antrian di pelabuhan yang panjang. Saya sempat kesal dengan bis yang
berjalan tersendat-sendat, rasanya lama sekali saya duduk di atas bis
ini. Tepat sekitar pukul 8-9 malam bis baru bisa masuk kapal.
Untungnya laut cukup bersahabat, perjalanan di laut berjalan seperti
biasanya tanpa hambatan. Dan saya baru bisa sampai di kota Metro
pukul 3 pagi, tepat pada saat sahur di hari terakhir bulan Ramadhan.
Ayah
saya yang saat itu menjemput sudah sangat khawatir, terlebih karena
melihat pemberitaan mudik di televisi yang sangat heboh. Tapi beliau
akhirnya juga tersenyum melihat putrinya sampai dengan selamat.
Perjalanan yang sangat panjang, pikir saya. Biasanya perjalanan
Yogya-Lampung paling lama adalah 24 jam, namun tahun itu saya harus
stay di dalam bis selama 31 jam, ditambah dengan waktu
menunggu di terminal sekitar 7 jam. Saya berangkat H-3 dan sampai di
rumah H-1 dini hari. Beruntung saya naik bis executive, kalau naik
patas saya harus berurusan dengan kaki dan punggung yang pegal karena
jarak antar kursi yang berdekatan.
Mudik
itu memang merepotkan dan melelahkan, tetapi semuanya terbayar saat
tiba di tujuan dengan selamat dan disambut dengan keluarga tercinta.
Ibu saya bahkan tak bisa tidur menunggu putrinya sampai di rumah.
Begitu sampai di rumah ia sudah menyiapkan secangkir teh manis juga
air hangat untuk saya mandi. Dan sesudahnya saya bisa tidur sepuasnya
dengan nyaman di kamar tercinta sebelum memikirkan perjalanan mudik
ke Yogyakarta di H+3 lebaran.