Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Perjalanan Mudik Terlama Saya

25 Agustus 2012   13:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:20 776 1
Mudik
sudah menjadi rutinitas yang saya lakukan semenjak kuliah di

Yogyakarta. Dalam setahun saya biasa pulang ke Lampung sebanyak dua

kali, saat libur semester genap dan lebaran. Dan setiap lebaran pasti

ada saja kejadian yang lucu, menyenangkan juga menyebalkan.

 

Setiap

kali mudik lebaran dari Yogya saya pasti sibuk mencari tiket bis

untuk pulang. Biasanya saat mulai lebaran para pemudik sudah berburu

tiket, sebelum habis atau kena tuslah. Dua kali saya berhasil

menghindari tuslah sebab saya ikut rombongan anak-anak Lampung. Di

Yogyakarta selalu ada sekumpulan mahasiswa yang mengkoordinasi

kegiatan yang bernama 'Mudik Bareng'. Tarif yang ditawarkan juga

lebih murah dari bis pada umumnya. Dalam acara mudik tersebut saya

bisa bertemu dan berkenalan dengan banyak teman dari berbagai jurusan

juga universitas. Tak jarang juga anak-anak SMA yang berasal dari

Lampung turut serta di dalamnya.

 

Beberapa

kali saya tidak bisa menghindari tuslah, sebab jadwal kuliah yang

pada membuat saya hanya bisa mudik minimal satu minggu sebelum

lebaran. Pernah suatu kali di tahun 2008 saya mudik sangat mepet

sekali yaitu pada H-3. Saya sudah mencoba mencari-cari waktu agar

bisa mudik lebih awal, namun tampaknya tidak berhasil. Tiket yang

saya dapatkan harganya sangat mahal, hampir dua kali lipat dari harga

biasanya.

 

Hari

itu kebetulan seorang teman saya bersedia mengantar ke terminal bis

Jombor. Tepat pukul 1 siang saya sudah stand by di agen

penjual tiket. Saya dan teman saya asik mengobrol sambil menunggu bis

itu datang. Satu jam berlalu saya melihat bis dari agen seberang

sudah berangkat. Saya sempat melihat beberapa teman satu kampus saya

yang berada di dalam bis itu melambaikan tangan sebagai tanda selamat

tinggal. Merasa resah, saya akhirnya bertanya kepada bapak penjual

tiket,

“Pak,

pukul berapa bisnya datang?”

“Wah,

nggak tahu mbak, biasanya sudah datang koq, mungkin

macet
” jawabnya

Rupa-rupanya

lalu lintas sangat padat sehingga bis-bis pengangkut penumpang

terlambat datang. Bahkan kebanyakan bis yang datang sampai tidak

istirahat. Sesampainya bis di tempat tujuan, bis itu langsung

bersiap-siap untuk berangkat lagi. Tak mau ambil pusing, saya kembali

mengobrol sampai datang dua orang teman laki-laki yang kebetulan satu

fakultas dengan saya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, bis itu

belum datang juga. Saya kemudian meminta teman yang mengantar untuk

pulang, sebab ia sudah terlalu lama menemani.

 

Pukul

6 sore, adzan maghrib berkumandang. Saya membuka sebotol air minum

untuk membatalkan puasa. Salah seorang teman saya yang juga sedang

menunggu menawari saya untuk membeli makan di sebelah. Tetapi saya

menolak, saat itu perut saya sedang tidak lapar dan saya kurang

nyaman untuk makan di warung sebelah. Sayapun kembali duduk manis

menunggu bis datang. Satu jam kemudian, tepat pukul 7 malam terdengar

pengumuman bahwa bis yang akan saya naiki baru datang pukul 11 malam.

Kesal, itu yang saya rasakan. Saya sudah duduk dari pukul 1 siang dan

kini harus menunggu 4jam lagi. Penumpang yang lain sudah ribut-ribut

dengan pemilik agen. Beberapa bahkan ada yang pulang dahulu lalu

kembali ke terminal sebelum pukul 11.

 

Saya

jelas tidak bisa dan tidak mau untuk pulang ke kos. Saya lebih baik

menunggu dan berusaha bersabar lagi. Pukul 8 malam, sebuah bis

datang. Para penumpang dengan tiket bernomor bis tersebut mulai

memasukkan barangnya ke bagasi dan naik ke atas bis. Tiba-tiba saya

mendengar si bapak pemilik agen sedang meributkan sesuatu.

“Yang

satu ke Metro gak ada” ucapnya

Begitu

mendengar hal tersebut saya langsung mendekat ke meja bapak penjual

tiket.

“Maaf

pak, maksud bapak bis ini masih menunggu penumpang yang ke Metro”

“Iya

mbak, sepertinya penumpangnya pulang dulu ke rumah”

Ting...lampu

bohlam berwarna kuning menyala terang di atas kepala saya, hehehe..

dengan tersenyum saya pun berkata

Udah

pak, digantiin saya aja. Saya pulang ke Metro”

“Mbak

bener mau ke Metro. Saya juga lagi cari gantinya”

Saya

menunjukkan tiket bis yang saya punya, yang memang bertuliskan tujuan

'Metro'. Finally, saya naik bis pukul 8 malam. Saya sempat say

bye bye
kepada dua orang teman saya sebelum berangkat, sebab

mereka masih harus menunggu hingga pukul 11 malam.

 

Setiap

mudik, saya tidak pernah menanyakan siapa yang duduk di sebelah saya

pada pemilik agen bis. Hampir orang dengan berbagai usia pernah duduk

di sebelah saya, mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, kakek

dan nenek. Namun kali ini sedikit berbeda, yang duduk di sebelah saya

adalah pemuda yang seusia dengan saya. Dia satu angkatan juga satu

Universitas dengan saya tetapi berbeda fakultas. Seperti biasa, saya

berkenalan dan sedikit bertukar cerita tentang kesibukan dengan

pemuda itu Malam semakin kelam, sayapun terlarut dalam kantuk dan

tertidur hingga pagi menjelang. Sekitar pukul 3 pagi bis berhenti di

sebuah rumah makan. Bapak sopir rupanya memberikan kesempatan kepada

penumpangnya untuk sahur sebelum melanjutkan perjalanan. Saya

benar-benar sudah kehilangan nafsu makan saat itu. Saat berbuka saya

membiarkan perut saya kosong, dan saat sahur saya kembali malas

mengisi perut. Akhirnya saya hanya duduk di tepian rumah makan sambil

menunggu bis kembali berangkat. Setengah jam kemudian, saat bis akan

berangkat, teman yang duduk di sebelah saya memberikan sekotak susu

ultra.

“Ini

buat kamu. Saya tahu kamu gak makan waktu buka puasa.”

ujarnya

Eh..

koq.
.. emm terima kasih ya..” jawab saya dengan nada agak

bingung

Saya

baru ingat kalau semalam saya bercerita kepadanya bahwa saya belum

makan apapun sejak buka puasa. Hmmm.. alangkah baiknya teman baru

saya ini.

 

Bis

kemudian berangkat lagi menuju pelabuhan merak dan baru pukul 3-4

sore bis yang saya naiki tiba di sana. Dalam perjalanan normal, bis

dari Yogyakarta biasanya sampai di Merak dalam waktu sekitar 15-18

jam. Lalu lintas yang padat di daerah pantura membuat bis yang saya

tumpangi lebih lama lagi sampai di Merak, belum lagi ditambah dengan

antrian di pelabuhan yang panjang. Saya sempat kesal dengan bis yang

berjalan tersendat-sendat, rasanya lama sekali saya duduk di atas bis

ini. Tepat sekitar pukul 8-9 malam bis baru bisa masuk kapal.

Untungnya laut cukup bersahabat, perjalanan di laut berjalan seperti

biasanya tanpa hambatan. Dan saya baru bisa sampai di kota Metro

pukul 3 pagi, tepat pada saat sahur di hari terakhir bulan Ramadhan.

 

Ayah

saya yang saat itu menjemput sudah sangat khawatir, terlebih karena

melihat pemberitaan mudik di televisi yang sangat heboh. Tapi beliau

akhirnya juga tersenyum melihat putrinya sampai dengan selamat.

Perjalanan yang sangat panjang, pikir saya. Biasanya perjalanan

Yogya-Lampung paling lama adalah 24 jam, namun tahun itu saya harus

stay di dalam bis selama 31 jam, ditambah dengan waktu

menunggu di terminal sekitar 7 jam. Saya berangkat H-3 dan sampai di

rumah H-1 dini hari. Beruntung saya naik bis executive, kalau naik

patas saya harus berurusan dengan kaki dan punggung yang pegal karena

jarak antar kursi yang berdekatan.

 

Mudik

itu memang merepotkan dan melelahkan, tetapi semuanya terbayar saat

tiba di tujuan dengan selamat dan disambut dengan keluarga tercinta.

Ibu saya bahkan tak bisa tidur menunggu putrinya sampai di rumah.

Begitu sampai di rumah ia sudah menyiapkan secangkir teh manis juga

air hangat untuk saya mandi. Dan sesudahnya saya bisa tidur sepuasnya

dengan nyaman di kamar tercinta sebelum memikirkan perjalanan mudik

ke Yogyakarta di H+3 lebaran.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun