Tak pernah terpikir untuk membaca kisah Rasul dipadu dengan perjalanan fiksi seseorang yang mencari kebenaran akan ajaran sang Nabi terakhir dalam satu buah buku yang menakjubkan. Seorang penulis bernama Tasaro GK mewujudkannya dalam buku “Lelaki Penggenggam Hujan”.
Dalam buku yang tersebut, Tasaro mengemas cerita Faktual tentang Kehidupan Rasulullah SAW, tentang cara hidup beliau, hingga kebijaksanaan dan kewibawaan beliau. Selain itu, Tasaro juga menyisipkan satu cerita fiksi yang berada pada masa yang sama dengan masa kenabian Rasul Muhammad SAW.
Cerita fiksi dalam novel ini, bertutur tentang pencarian seorang persia-yang-mengimani-ajaran-Zarathusta yang memiliki keyakinan bahwa telah hadir di muka bumi ini seorang Lelaki Pembawa Kebenaran seperti yang tertuang dalam Kitab Zardusht yang sering dia pelajari, berjuluk Astvat-ereta.Atau Maitreya dalam keyakinan Budha, Himada dalam tradisi Kristen, dan lelaki penggenggam hujan dalam keyakinan agama Hindu. Tokoh fiktif bernama Kashva tersebut meyakini ayat-ayat Tuhan dalam kitab sucinya bahwa astvat-ereta tersebut telah hadir di muka bumi. Astvat ereta tersebut adalah Lelaki berperangai Santun. Terpercaya. Tegas dan Penuh Wibawa dalam Kepemimpinannya. Dan Menyebarkan ajaran kebenaran.
Dalam buku pertama diceritakan tentang perjalanan Kashva mencari Sang Pembawa Kebenaran. Pencariannya hanya berakhir di Tibet. Dengan cerdas, Tasaro membuat ending cerita yang sedikit susah diterka, apakah akan lahir buku-buku selanjutnya atau tidak, mengingat buku pertama saja tebalnya hampir 500-an halaman. Buku seri pertama ini sudah dibahas oleh Annisa Fitri Rangkuti di sini. Karena membaca resensi karya Annisa itulah saya menjadi penasaran dan akhirnya mengoleksi buku yang berisi kisah Rasul Muhammad SAW tersebut. Dengan tutur yang jauh dari kesan menggurui, Tasaro menceritakan kisah Nabi berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya. Saya sarankan anda membaca terlebih dahulu resensi annissa sebelum melanjutkan membaca tulisan ini.
-hs-
Setelah satu tahun buku pertama terbit, ternyata Tasaro memberikan kejutan bagi para penikmat buku dengan menghadirkan buku seri kedua mengenai novel biografi sang Nabi SAW tersebut. Buku kedua yang berjumlah 688 halaman tersebut berjudul Para Pengeja Hujan.
Dalam buku kedua ini, Tasaro mengisahkan dengan alur flashback tentang masa kecil Sang Nabi hingga menjelang dewasa. Saya seolah dibawa ke masa dimana Muhammad kecil menghabiskan waktu bersama sang ibu yang kemudian wafat ketika Muhammad berusia masih sangat belia. Kemudian beliau diasuh sang Kakek hingga menjelang akhir hayat Sang Kakek. Dan akhirnya mendapat pengasuhan dari sang Paman hingga akhirnya beliau diangkat menjadi Nabi terakhir di muka bumi ini. kisah yang ditulis Tasaro ini sangat lengkap mulai dari masa kecil hingga wafatnya Rasulullah, dan pasca wafatnya Rasulullah.
Sedangkan balutan cerita fiksinya merupakan cerita tersendiri yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan Nabi. Tasaro mengisahkan tentangperjalanan tokoh fiktif yang menjadi sentral cerita ini yang bernama Kashva. Kashva diceritakan tengah mencari seorang Nabi terakhir yang sudah dituliskan dalam kitab Zend Avesta dan kitab Dasatir. Dalam buku Para Pengeja Hujan ini, Kashva diceritakan telah sampai di Tibet dan kehilangan Xerxes (anak yang dititipkan Astu, mantan kekasihnya) karena banjir. Kashva berdua dengan pengawal remajanya bernama Vakshur melakukan pencarian Xerxes yang terpisah bersama Mahsya. Kashva melakukan perjalanan mendaki 13 gunung Suci Tibet demi menemukan Xerxes.
Kisah masa peradaban Persia ini menjadi menarik karena Tasaro berhasil menggambarkan suasana masa lalu secara detail. Selain perjalanan Kashva, Tasaro juga menelurkan banyak tokoh baru. Sebut saja Atusa, tiga perempuan kakak beradik: Purandokht, Turandokht, dan Azarmidokht, yang memiliki perangai berlainan. Serta Goshtasb yang menjadi tokoh penghubung antara cerita di buku pertama danbuku kedua ini.
Tokoh-tokoh baru yang diceritakan di buku kedua ini menjadi sentral cerita tanpa kehilangan ruh dari perjalanan Kashva mencari kebenaran. Kondisi Persia yang carut marut setelah ditinggal Khosrou II yang meninggal karena dibunuh sang anak demimemenuhi ambisi menjadi raja, menjadi sebuah cerita menarik yang membuat buku kedua ini berbeda dengan buku pertama.
Sebut saja Atusa. Perempuan bercadar ini adalah perempuan cerdas yang ternyata dimanfaatkan oleh para penguasa Persia untuk menghidupkan kembali pasukan athanatoi yang berjumlah 10.000 orang. Pertemuan Atusa dengan Azarmi menjadi awal cerita yang sama sekali baru. Keinginan Azarmi untuk menghidupkan kembali pasukan yang pernah Berjaya di masa lalu itu akan terwujud jika Atusa membantunya. Dan jadilah Atusa terlibat dalam sengketa perpolitikan negeri masa lalu bernama Persia tersebut.
Atusa yang merupakan seorang arsitek ulung ini harus mengomandoi sepuluh ribu pasukan yang bertugas sebagai pelindung raja pemegang takhta kekuasaan istana Persia. Dari sini cerita bergulir tak terduga. Penuh dengan kejutan.
Dalam perjalanan mengemban tugas menghidupkan kembali athanatoi , Atusa ternyata dibantu oleh Turandokht. Kakak Azarmi yang memiliki perangai yang sungguh jauh berbeda dengan adiknya tersebut. Turan adalah seorang pemegang teguh ajaran Zarathusta yang dibawa Nabi mereka, Zardhust. Athanatoi ini adalah pasukan yang dipersiapkan sebagai pasukan yang loyal terhadap raja dan juga beriman kepada Ahuramazda, Tuhan para penganut ajaran Zarathusta. Peran Turan adalah sebagai pengawal ajaran Zardhust agar tetap diimani oleh pasukan Athanatoi tersebut.
Jujur saya akui, saya terhanyut dengan gaya tutur Tasaro. Saya seolah-olah dibawa ke masa lalu dan menyaksikan perebutan dan kudeta kekuasaan di persia. Kudeta khas kerajaan masa lalu yang dilakukan dengan cara licik dan penuh intrik. Tasaro mengemasnya dengan cerdik. Saya sendiri dibuat melongo dengan kejutan-kejutan yang dihadirkan Tasaro.
Kematian Ratu Purandokht, ambisi Azarmidokht, dan misteri siapa sebenarnya Atusa, perempuan bercadar tipis bermata indah itu, lagi-lagi menjadi kejutan tersendiri dalam buku ini. Anda akan berdecak kagum dengan cara Tasaro berkisah.
Saya kutipkan kejutan yang diramu melalui kata-kata yang menggambarkan konflik di dalam istana kerajaan persia yang tertulis di halaman 316-317:
…
Atusa diam saja. Sampai Goshtasb mengambil plakat dari tangannya. Turan berusaha bersitatap dengan lelaki itu, tetapi Goshtasb sama sekali tak menanggapi. Setelah mengambil plakat dari tangan Atusa, dia kembali kepada ratunya.
“Katakan, Atusa…,” Suara Azarmi, “…katakan, sekarang engkau punya kekuasaan apa?”
Atusa terdiam. Pedang masih terhunus di tangan kanannya. Menggeleng setelah diam beberapa lama. “Saya tidak pernah takut mati, Azarmi.” Atusa menghilangkan kata “putri” dan tak menyebut lagi panggilan “Yang Mulia”. Nada suaranya pun terdengar amat berbeda. Atusa yang tak biasa. “Harusnya engkau tahu ini bukan soal aku, tapi soal saudarimu. Putri Turan tak layak engkau perlakukan begini.”
“Oh, Jadi perlakuanmu jauh lebih layak?”
“Setidaknya aku tidak memperlakukannya seperti engkau memperlakukannya.”
“Tentu saja karena engkau memperlakukannya jauh lebih buruk dibanding aku, Atusa!” lantang lagi Azarmi bersuara. “Katakan kepada Turan, apa rencanamu sebenarnya! Ceritakan kepada dia bagaimana engkau menyusup ke pergaulan para pejabat hingga menembus istana!”
Atusa terkesiap hatinya, meski tak ia tampakkan kegelisahannya. Dia mulai menebak-nebak sesuatu.
“Kenapa Diam?” Azarmi belum merendahkan suaranya. “Katakan siapa engkau sebenarnya.Katakan, untuk apa engkau mendekati Turan dan apa yang engkau rencanakan.”
…
“Ayo Atusa! Ceritakan rencana busukmu untuk mengadu domba putri-putri Khosrou II. Katakan kepada kami betapa engkau ingin membalas dendam kematian ayahmu, ibumu, suamimu, saudara-saudaramu, dan rakyatmu!”
Atusa membeku di tempatnya berdiri. Gemetar gagang pedang yang dia genggam. Nafasnya lebih berat, tatap matanya berubah seketika. Memerah oleh amarah.
Turan menoleh ke Atusa. “Tentang apa ini semua sebenarnya, khanum?”
Atusa diam. Dia seolah-olah berubah menjadi arca tak bersuara.
“Biar aku jawab untukmu, Turan.” Azarmi meneguhkan suaranya.
….
Selain decak kagum karena kecerdasan penulis novel ini dalam mengisahkan perebutan singgasana kerajaan yang penuh intrik kotor, saya juga dibawa ke masa peradaban persia oleh penulis buku ini melalui aneka jenis makanan khas Persia. Sebut saja nasi fesenjun. Nasi yang disajikan dengan daging bebek berlumur bumbu dan pasta, dengan cara penyajian yang khusus. Atau Ash yang terdiri dari campuran daging kambing, sayuran, dan kacang-kacangan. Dan juga Reshteh, yaitu makanan sejenis mie khas Persia. Istimewanya, Tasaro, selain menggambarkan melalui aneka makanan tersebut, juga memberikan gambaran lain tentang cara penyajian dan pembuatan makanan-makanan tersebut. Sungguh detil yang mengagumkan.
Beberapa istilah persia pun turut menjadi detil yang membawa seolah-olah kita memang sedang berada di lingkungan peradaban modern masa lalu bernama Persia tersebut. Khanum dan Agha, adalah dua contoh kecil istilah khas persia untuk menyebutsecara hormat kepada seorang perempuan dan laki-laki.
Sayang sekali. Decak kagum itu harus berakhir tak jelas karena Tasaro menggantungkan ending dari cerita fiksinya, dimana Atusa, Turan, Kashva, dan tokoh-tokoh lain masih bisa berkembang menjadi sebuah cerita baru.
Saya kira, tidak rugi rasanya saya membelibuku yang dibanderol seharga Rp. 99.000,- ini. Selain kisah Rasul yang benar-benar nyata dan memberikan pelajaran akan tata cara hidup Nabi Muhammad SAW yang patut saya teladani, ada juga kisah fiksi yang menjadikan hiburan tersendiri yang mampu mengasah imajinasi, membayangkan kehidupan masa lalu tanah arab juga persia. Buku setebal 688 halaman terbitan Bentang Pustaka ini sudah tersedia di jaringan toko-toko buku yang ada di kota anda.
Ta shaqayeq hast, zendeqi basyad kard. Selama bunga Shaqayeq masih mekar, hidup harus terus berjalan. (HS)
kakimanangel-21062011