Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Mencermati Berita Itu Harus Kritis

24 Juni 2011   07:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:13 161 0
Kasus Ruyati telah membuat bangsa ini marah, geram, sedih, kesal dan berjuta perasaan negatif lainnya. Apalagi media menyiarkan berulang-ulang berita pemancungan. Disana-sini di seluruh Indonesia muncullah gerakan solidaritas buat Ruyati; ada yang berdemo, ada yang sholat ghaib berjamaah,  ada yang melakukan diskusi-diskusi, dan lain-lain. Hampir semua gerakkan ini sama : menyalahkan pemerintah, dalam hal ini presiden SBY dan para menterinya.

Sementara itu anak-anak Ruyati, menjadi seperti selebriti, diwawancari dan bersafari dari media satu ke media lain. Hampir semua media mewawancarai soal keadaan orang tuanya sebelum menjalani hukuman pancung. Tapi ada yang aneh menurut penulis, tak ada satu mediapun yang bertanya mengapa anak-anaknya membiarkan orang tua mereka yang sudah senja (lebih dari 50 tahun) dibiarkan mencari nafkah ke luar negeri sendirian. Sekarang mereka menangis meraung-raung, tapi pernahkah mereka melarang ibunya pergi ke Arab Saudi menjadi pembantu? Mungkin melarang tidak ada artinya jika mereka tidak menganggarkan dana untuk ibu mereka.

Setiap kita pasti tak tega membiarkan orang tua kita, terutama ibu yang seorang wanita apalagi yang sudah sepuh masih harus bersusah payah mencari sesuap nasi. Bukankah anak-anak Ruyati sudah dewasa, sudah berkeluarga dan sehat-sehat, artinya Ruyati tidak perlu bersusah payah untuk mengumpulkan biaya untuk sekolah mereka misalnya, atau memberi makan mereka karena mereka sudah mandiri. Baik media atau kita semua tidak ada, sejauh yang penulis perhatikan, yang menyalahkan keluarga Ruyati yang memperlakukan orang tuanya sehingga terjadi seperti ini.

Satu hal lagi yang mungkin kita kurang kritis menyikapi pemberitaan tetang Ruyati ini, yaitu soal Algojo yang memancung dia. Penulis menyaksikan berita di salah satu televisi nasional yang menyiarkan sosok algojo ini yang mengeksekusi Ruyati. Klip berita ini berasal dari Youtube. Dalam berita itu digambarkan dia sedang memegang pedang panjang yang biasa digunakan untuk memancung. Sang algojo dalam video Youtube itu digambarkan sebagai orang yang ramah, sayang pada anak-anak, dan selalu menemui keluarga yang akan dipancung sebelum ia melaksanakan pemancungan.

Dalam melaksanakan pemancungan ini apakah sang algojo itu juga mendatangi keluarga terdakwa yang akan dipancung? Ini aneh dan diskriminatif menurut penulis. Sebab hampir semua kemarahan kita kepada presiden, menulu, menakertrans, dubes RI di arab saudi, BNP2 TKI adalah karena mereka lalai sehingga terjadi pemancungan itu. Kenapa kita, pemerintah kita, bangsa kita, keluarga Ruyati baru mengetahui pemancungan itu setelah hukuman itu dilaksanakan, mengapa tidak sebulan atau seminggu sebelumnya? Memang ada yang mengatakan bahwa tak seorangpun termasuk raja yang bisa mengintervensi atau membatalkan hukuman ini, tapi  akan sedikit lebih elok jika pemerintah Saudi memberitahukan waktu mengeksekusian tersebut. Walau bagaimanapun ia masih punya keluarga, dan kita bangsa Indonesia adalah keluarga besarnya.

Yang terakhir penulis ingin mengkritisi sekelompok masyarakat yang mengatakan ini adalah hukum Islam. Tak seorangpun yang boleh mengotak-atik hukum Tuhan. Penulis adalah seorang muslim, walaupun sangat awam soal hukum, tapi sudahkah pemerintah Saudi menerapkan hukum Islam dengan kosnsiten; siapa yang membunuh harus diqisash, siapa yang mencuri harus dipotong tangannya dan siapa yang memperkosa (berzinah) harus dirajam sampai mati. Berapa banyak TKW kita yang diperkosa oleh para majikan mereka di Arab Saudi? Bagaimana hukum di sana menyikapi pemerkosaan dan penyiksaan terhadap warga asing yang juga seorang muslim(mah)? Sudahkah hukum berlaku adil? Silakan dijawab.

BOGOR 24 JUNI 2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun