Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Problematika Tiga Tahun HMI Cabang Labuhanbatu Raya 2018-2021

19 Februari 2021   19:48 Diperbarui: 21 Februari 2021   16:22 622 1
"Mengokohkan Komitmen Keislaman dan Keindonesiaan" dalam Milad HMI Ke-74 Th pada tahun ini adalah suatu pembingkaian yang tepat secara formalitas keorganisasian, dan masih membutuhkan perjuangan panjang untuk benar-benar mengaktualisasikan thema tersebut.

Usia HMI ke-74 tahun dengan berbagai fase perjuangannya, menunjukkan mampu bertahan melahirkan kader-kader yang mengisi berbagai lini keislaman dan keindonesiaan. HMI sendiri yang berada pada tingkat cabang seperti HMI Cabang Labuhanbatu Raya telah berusia 19 tahun lamanya (2002-2021).

Usia 19 tahun adalah usia remaja dalam pandangan umum, namun jika mampu memanfaatkan potensi yang ada selama tiga belas tahun, kemungkinan akan mendapatkan proses pendewasaan yang luar biasa dalam berhimpun. Proses pendewasaan tersebut harusmampu membawa para kader menuju kebudayaan intelektual yang kaya akan literasi, ruang diskusi, dan aktualisasi sebagai followup kaderisasi.

Mengikuti dinamika HMI Cabang Labuhanbatu Raya pada tiga tahun terakhir secara formal dan moral, tentu melahirkan berbagai perspektif positif dan negatif. Secara pribadi, HMI Cabang Labuhanbatu Raya mempunyai problematika kekinian (2018-2021) yang sangat serius. Beberapa problematika diantaranya yaitu :

1. Kualitas Akademis (Ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan)

Sebagai organisasi intelektual mahasiswa Islam, kualitas akademis keislaman dan keindonesiaan adalah sebagai syarat pengakuan setiap kader HMI yang sangat fundamental harus dimiliki. Karenanya, secara empiris, HMI identik sebagai organisasi mahasiswa Islam yang selalu melahirkan kader-kader intelektual.

Problematika pertama HMI Cabang Labuhanbatu Raya pada hari ini dan tiga tahun terakhir ada pada persoalan tidak terlaksananya agenda-agenda akademis secara formal dan informal, yang nantinya diharapkan mampu merangsang daya kritis dan analisis kader untuk menjawab persoalan ke-HMI-an, keummatan dan kebangsaan.

2. Independensi Etis Dan Organisatoris

Independensi etis bagi setiap kader HMI berarti mengaktualisasikan dinamika berpikir, bersikap, dan berprilaku "hablumminallah wa hablumminannas" dengan hanya tunduk dan patuh pada kebenaran. Dan independensi organisatoris adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi secara organisasi di dalam kiprah berdinamika baik dalam internal dan eksternal organisasi.

Dampak dari problematika pertama sebagaimana sebelumnya telah dijelaskan, berdampak pada persoalan independensi etis dan organisatoris secara subyektif dan obyektif HMI Cabang Labuhanbatu Raya. Ketidakmampuan dalam menafsirkan independensi etis dan organisatoris tersebut jelas berakibat fatal pada paradigma, dialektika, dan dinamika setiap kader.

3. Kesadaran Akan Fungsi Dan Peran

Dalam Anggaran Dasar (AD) Pasal 8 disebutkan HMI berfungsi sebagai organisasi kader dan Pasal 9 berperan sebagai organisasi perjuangan. Sedangkan dalam tujuan basic training HMI disebutkan "Terbinanya kepribadian muslim yang berkualitas akademis sadar akan fungsi dan peranannya dalam organisasi serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan bangsa".

Problematika ketiga HMI Cabang Labuhanbatu Raya juga ada pada persoalan "Kesadaran Akan Fungsi Dan Peran" secara subyektif. Kesadaran sebagaimana dimaksud tidak hanya sekedar hapal secara tekstual, namun harus diiringi pemahaman, kepedulian, dan pengamalan. Sehingga proses yang dilalui setiap kader menjadi visi dan misi yang berguna dimasa depan.

4. Kreatifitas

Disebutkan dalam anggaran dasar pasal 5 point 3 tentang Usaha HMI adalah "Mengembangkan potensi kreatif, keilmuan, sosial dan budaya". Setiap kader HMI tentu memiliki potensi kreatif dalam hal mengembangkan ide dan gagasannya untuk kepentingan ummat dan bangsa, karenanya para hal tersebut diatur pula dalam konstitusi HMI.

Pengurus HMI Cabang Labuhanbatu Raya Periode 2018-2019) tiga tahun terakhir telah mengabaikan agenda-agenda ke-HMI-an, keummatan, dan kebangsaan yang sangat berpotensi melahirkan kreatifitas setiap Kader HMI. Pemberdayaan sumber daya kader seharusnya terarah dan tidak tertunda, sehingga berpengaruh pada peningkatan kreatifitas, keilmuan, sosial, dan budaya setia kader HMI.

5. Regenerasi

Regenarasi dapat diartikan pembaharuan semangat, atau pergantian massa lampau kepada yang akan datang. Organisasi kader seperti HMI tentu mengatur tentang keberlanjutan generasi, seperti perkaderan dan kepemimpinan. Karenanya, HMI dapat menyesuaikan jawaban intelektual dan bertanggung jawab sesuai dengan tantangan zaman.

Periodesasi HMI Cabang Labuhanbatu Raya yang seharusnya berjalan selama setahun dengan berbagai programnya, kini berjalan selama tiga tahun lamanya dengan berbagai alasan kevakuman. Regenerasi kepemimpinan secara struktural tersebut tentu menjadi persoalan besar yang harus dipertanggung jawabkan oleh semua kader HMI secara moral dan struktural.

6. Kuantitas Atau Kualitas ?

Pada tiga tahun terkahir, HMI Cabang Labuhanbatu Raya tersekat oleh satu periodesasi kepengurusan. Karenanya dan sebenarnya, sedikit pesimis jika berdiskusi terkait dengan kuantitas dan kualitas setiap kader HMI Cabang Labuhanbatu Raya. Namun hal ini perlu dibahas untuk menjawab masa depan cabang yang ramai dan cerdas.

Kuantitas dan kualitas sebenarnya harus berjalan secara beriringan, dengan komitmen yang tegas dalam perkaderan. Namun pada persoalan recruitment, kualitas harus berada pada posisi awal sebagai daya tarik bergabungnya calon kader HMI secara formal.

7. Antar Optimisme Dan Pesimisme

Degradasi yang sedang dialami HMI Cabang Labuhanbatu Raya mempengaruhi paradigma dan keyakinan berproses setiap kader. Pengaruh baik dan buruk berdatangan, sehingga optimisme dan pesimisme juga hadir dalam diri setiap kader.
Degradasi menimbulkan berbagai fenomena serius pada benak kadernya, mulai dari menua dalam ketidakjelasan berproses, program komisariat tanpa kontribusi cabang, mencari pelarian berproses, dan fenomena lainnya.

Pada problematika ketujuh ini, jawaban sesungguhnya adalah harus tegas pada optimisme sejati kader HMI.  Secara filosofis, menjadi kader HMI adalah menjadi mahasiswa Islam yang sesungguhnya.

8. Kaderisasi Informal (Followup)

Kaderisasi informal artinya kaderisasi tidak formal secara internal ke-HMI-an, kaderisasi informal mengakomodir kader HMI untuk berproses lebih dalam dalam berbagai kegiatan internal maupun eksternal tanpa kaderisasi khusus.

Hal tersebut dapat juga diartikan followup setelah lulus mengikuti training formal HMI, sehingga wajar proses inilah yang selalu menjadi romantisme alumni-alumni HMI mengingat masa lalunya sebagai kader HMI hingga menjadikannya cinta kepada HMI.

HMI Cabang Labuhanbatu Raya sedang kehilangan identitas dalam persoalan kaderisasi informalnya. Tiga tahun lamanya, HMI Cabang Labuhanbatu Raya mengalami degradasi yang meluas. Egosektoral kekuasaan kelas cabang telah mengabaikan budaya intelektual yang spesial milik HMI. Melalui followup, militasi seorang muslim terbentuk, terbina, dan berkembang.

9. Adminstrasi Dan Kesekretariatan

Kerapian HMI jelas dikenal dari sistem dan proses yang mengatur tentang adminstrasi dan kesekretariatannya. Adminstrasi dan kesekretariatan harus jelas dan tepat guna terciptanya sejarah fomal dan moral keorganisasian, yang nantinya diharapkan mampu menjadi pengalaman berorganisasi dengan baik dan benar.

Pengurus HMI Cabang Labuhanbatu Raya Periode 2018-2019 sepatutnya tidak bisa mengabaikan problematika tidak adanya sekretariat cabang. Sekretariat bagi HMI sendiri memiliki arti khusus, budaya berdiskusi dan membaca setiap kader HMI banyak lahir dan berkembang darinya. Sekretariat juga sebagai rumah dan saksi bisu atas berkembang atau tidaknya suatu cabang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun