Sebelumnya bak sampah yang digunakan Pak Mul untuk pembesaran lelenya ini merupakan masalah bagi warga Jalan Petemon IV. Sampah yang selalu menggunung mengundang lalat berkerumun dan menimbulkan bau menyengat, membuat warga yang tinggal di sekitar bak sampah merasa terganggu. Sepanjang Jl. Petemon IV memang banyak gang-gang kecil yang tidak bisa dilewati gerobak sampah sehingga kurang lebih 15-20 rumah tangga yang tinggal di gang kecil tersebut wajib membuang sampahnya di bak-bak sampah yang berada di pinggir jalan. Jadi bisa dibayangkan berapa banyak sampah yang tertumpuk, apalagi kalau pak gerobak sampah sempat membolos. Akhirnya, melalui rapat RT diputuskan bak sampah di Jalan Petemon IV tidak lagi difungsikan untuk menampung sampah. Kesepakatannya, tiap hari, pak gerobak sampah yang lewat di Jl. Petemon IV akan memukul tiang listrik sebagai undangan bagi warga untuk membuang sampahnya langsung untuk diangkut dengan gerobak sampah. Sepertinya masalah terselesaikan.
Pada kenyataannya banyak warga yang mencederai komitmen tersebut. Di malam hari diam-diam mereka membuang sampah di bak sampah pinggir jalan. Menjengkelkan. Beberapa bak sampah kemudian dihancurkan untuk mencegah pelanggaran terus menerus. Pak Mul yang sudah mengenal pilar-pilar STBM terpikir untuk memanfaatkan bak sampah sebagai bak pembesaran lele dengan memanfaatkan teknologi tepat guna pengolahan air limbah rumah tangga, yang dipelajarinya bersama High Five.
Pak Mul memang seorang innovator. Tak berhenti dipengelolaan limbah cair, ia juga membuat Rotary Composter untuk mengolah sampah basah menjadi kompos. Dengan demikian, volume sampah yang dibuang berkurang, lalat dan bau pun tak lagi mengganggu. Semangat Pak Mul perlu ditularkan untuk mewujudkan Kota Surabaya yang ber-STBM.
Ditulis oleh Ratih Astati Dewi -- High Five Surabaya