Anda pasti berdecak kagum dengan besarnya biaya yang dihabiskan untuk proyek yang bagi saya sungguh tidak jelas. Ketidakjelasan sudah bisa dirasakan dengan lambannya penyelesaian pengerjaan e-KTP tersebut. Butuh setahun untuk mendapatkan e-KTP sejak proses pengambilan data.
Pagi ini, 22 Oktober 2012 di surat kabar Kompas pada kolom surat pembaca muncul protes dari seorang Ibu yang mencak-mencak diakibatkan kacaunya data yang tercantum pada e-KTP suaminya. Hal sama juga dialami istri saya, di mana status pernikahannya menjadi "belum menikah". Belum lagi cerita para tetangga yang mengalami hal serupa baik pada status perkawinan maupun pekerjaan. Jadilah proyek e-KTP menjadi semacam pemborosan nasional untuk alasan apapun itu namanya. Kalau sudah begini lagi-lagi rakyatlah yang menjadi korban. Bayangkan jika nanti mereka akan mengurus hal-hal lain menggunakan e-KTP yang isinya sampah belaka akibat buruknya kinerja aparat pemerintah. Bukankah itu akan mempersulit rakyat lagi?
Makin lengkaplah kacaunya manajemen dari pengelola negara ini. Kita patut bertanya, pantaskah uang yang diperoleh dari pajak digunakan untuk hal-hal yang sangat tidak jelas tersebut? Di manakah pertanggungjawaban dari menteri dalam negeri sebagai penggagas "proyek" ini?