TIDAK ada listrik PLN dan jaringan telekomunikasi, sarana infrastruktur minim. Itulah gambaran awal Ibu Kota Kecaman Hulu Sungai, Menyumbung.Masyarakat pedukuhan sekitarnya menyebutnya “Laman” . Sayapun teringat suasana seperti initahun 70-an di Kota Ketapang, dimana menjelang malam disetiap rumah hanya tampak cahaya lampu “pelite” dari minyak tanah danbagi keluarga yang mampu memakai lampu “strongkeng” .Inilah kehidupan kota kecamatan kami di malam hari kata salah satu demung adat Menyumbung.Bermalam di Menyumbung memang terasa tenang, tidak ada dering HP, SMS apalagi Facebook.
Pagi hari saya menyeberangi Sungai Keriau menggunakan perahu menuju pedukuhan Empape. Setelah berjalan kaki selama 3 jam di jalan setapak,kami sampai di pedukuhan Empape dan disambut dengan upacara adat. Di pedukuhan ini lah “napasnya’ sebagian masyarakat menyumbung. Mereka disini berkebun karet, memelihara ternak,berkebun sayur, menjaga pohon buah-buahan hutan seperti tengkawang, durian, mentawak, pekawe, cempedak, duku, lengkeng yang merupakan sumber kehidupan mereka sehari-hari. Sumber air di pendukuhan Empape sangat jernih yang bersumber dari gunung yang dijaga kerimbunan pepohonannya.Mereka menolak penambangan emas yang menggunakan dompeng di Sungai Empape seperti di Sungai Keriau yang airnya sudah keruh.
Satu jam berjalan kearah hulu Sungai Empape dari pedukuhan, kita akan menjumpai pohon-pohon besar khas penghuni hutan hujan tropis. Berbagai jenis pohon dari kelompok Dipterocarpace seperti Tengkawang, Meranti, Keruing dan Bengkirai masih terjaga dengan baik. Begitu juga kayu Belian atau Ulin berukuran diameter 70 cm keatas mudah ditemukan.Menurut demung adat pedukuhan Empape, mereka sudah bermukim di daerah ini sekitar tiga generasi lamanya.Merekahanya turun ke laman untuk berbelanja kebutuhan pokok sehari-hari saja, setelah itu pulang lagi ke pedukuhan. Salah satu alasan tinggal di pedukuhan selain berkebun dan berladang, juga untuk menjaga hutan mereka dari pencuriankayu belian,bengkirai dan jenis kayu lainnya.
Harapan masyarakat kepadapemerintah daerah Ketapang agar dapat membantu membangunkan jalan menuju pedukuhan mereka. Saat ini mereka memang telah membuat jalan tersebut secara swadaya . Begitu juga keinginan mereka agar dapat memperoleh bantuan dalam berkebun karet. Kalau soal bibit katanya cukup tersedia tapi kami kesulitan dalam pembersihan lahannya.
Kebun karet merupakan penghasilan utama masyarakat di Kecamatan ini dan sudah dilakukan secara turun temurun. Dari dulu keluarga kami berkebun karet, jadi kami sudah terbiasa dengan ini. Mudah-mudahan ada perhatian pemerintah daerah dalam meningkatkan usaha kami.
Membedayakan ekonomi masyarakat di Kecamatan hulu sungai memang bukan hal sulit jika semua pemangku kepentingan berkomitmen. Cukup banyak penduduk di Kecamatan Hulu Sungai yang berhasil mengembangkan sektor-sektor pertanian yang dapat menjadi sector unggulan, misalnya di pedukuhan Empape, Desa Menyumbung dan Desa Benua Keriau. Perekonomian mereka lebih hidup walaupun belum cukup baik, tersedia cukup lahan untuk perkebunan karet dan dikukung dengan pengetahuan mereka secara tradisonal dalam berkebun dan bertani. Inilah sektor unggulan Kecamatan ini.
Sebagai areal pertanian dan perkebunan wilayah ini sudah berlimpah air alami dari gunung.“Air mengalir terus sepanjang tahun” ungkap Ryan demung adat pedukuhan Empape, yang sudah bertani dan berkebun sejak kakeknya masih hidup.
Hasil getah kebun karetnya lumayan baik. Menurut Ryan petani karet disini rata-rata dapat memperoleh getahnyasampai 10 Kg per dua hari . Harga pasar karet di Laman menurutnya sering naik turun, rata-rata sekitar Rp 12.000 per kg. Namun kekhawatir masyarakat disini bukan soal produksi atau harga, tetapi soal kelangsungan usaha kebunnya yang umur pohonnya sudah mulai tua. Jika tidak dilakukan penanaman kembali kebunnya akan habis.
Apabila sector perkebunan karet ini digerakkan secara massal oleh pemerintah daerah, tidak menutup kemungkinan, Kecamatan Hulu Sungai dapat menjadi daerah penghasil karet terbesar Kabupaten Ketapang.
Dalam hal adat istiadat masyarakat di Kecamatan Hulu Sungai sangat menghormati dan menjunjungnya. Hampir seluruh kegiatan masyarakat masih berpegang pada adat.Ketika saya sampai di pendukuhan Empape langsung disambut secara adat. Begitu juga ketika di Sekuang, tempat raje ulu aik, Singa Bangsa bermukin disambut dengan adat tepung tawar dan adat babiso. Untuk membuka isolasi Dusun Sengkuang pada tahun 2011 ini direncanakan akan dibangun jembatan gantung yang membentang di atas Sungai Keriau. Masyarakat Dusun Sengkuangberharap dengan adanya jembatan gantung ini aktivitas masyarakat akan terbantu dan menjadi lebih baik.
Di Dusun Sengkuang, Desa Benua Keriau masalah pendidikan yang dikeluhkan adalah kekurangan tenaga guru SD di desanya, sehingga sangat mengganggu proses belajar mengajar. Menurut Singa Bangsa dan Pak Ucit, tokoh demung adat Sengkuang untuk mengatasu ini, agar Dinas Pendidikan dalam menempatkan guru dan tenaga kontrak dapat kiranyamemperhatikan daerah asal.