Clingak-clinguk.
Banyak orang berkerumun tetapi tak satupun yang dia kenali.
Ada banyak orang bercakap-cakap tetapi tak satu percakapanpun yang bisa dimengerti.
Ada banyak orang bertegur-sapa dan bersenda-gurau, tetapi tak satupun yang menyapa dia—apalagi mengajak bergurau.
Mulai menyapa? Merasa canggung—wong memang nggak ada yang kenal, nanti malah dibilang SKSD. Ikut nimbrung? Malah lebih nggak mungkin lagi, nanti menganggu obrolan mereka.
Bingung, tak tahu harus ngapain. Akhirnya menepi. Cape bengong sendiri, akhirnya pelan-pelan menjauh. Lalu meghilang di ujung rasa keterasingan.
Begitulah kira-kira situasi yang dialami oleh seorang anak yang hilang, merasa sepi di tengah-tengah keramaian.
Situasi serupa juga banyak terjadi di dunia online. Ada begiiitu banyak anak-hilang. Termasuk saya? Mungkin, hehe….
Ngeblog belum tiga bulan, eh.. sudah berhenti. Kenapa? Karena merasa seperti ‘anak-hilang’
Di Facebook, belum setahun, eh sudah tidak aktif lagi. Kenapa? Karena merasa seperti ‘anak-hilang’.
Orang bilang di Twitter lebih asik, lebih fun. Awalnya semengat ngetwit tiap jam, tak sampai 6 bulan lalu nggak aktif juga. Kenapa? Ya karena merasa seperti ‘anak-hilang.’
Merasa seperti ‘anak-hilang’; tidak kenal siapa-siapa, tidak dikenali oleh siapa-siapa, kesepian, sebatang kara. Hadir di dunia online, akan tetapi kehadirannya tidak disadari oleh orang lain. Bukan karena mereka sengaja mengabaikan, tetapi karena seolah-olah tidak nampak, tertelan oleh riuh-rendahnya dunia online (teruatama di media sosial).
Saya percaya, tidak semua orang aktif di dunia online (di blog atau media sosial) karena ingin menjadi terkenal. Akan tetapi, saya juga yakin tak satupun diantara kita (yang beronline-ria) ingin menjadi anak-hilang. Kita butuh, setidaknya, untuk tidak merasa terasing atau diasingkan.
Merasa seperti ‘anak-hilang’ di dunia online?
Jika iya, anda tidak sendirian. Mudahnya akses internet, saat ini, membuat orang menjadi begitu antusias untuk mulai ‘mengakrabkan diri’ dengan dunia online. Dan, ini positif. Sayangnya, banyak orang yang memasuki dunia online, tetapi main ‘selonong saja’. Bahasa Jawanya “without permission”.
Untuk tidak menjadi ‘anak-hilang’ (di tengah-tengah keramian media sosial, blog, dan wilayah online pada umumnya), kiranya perlu berpikir sejenak, dan bertanya tentang: RELEVANSI.
Misalnya: