Saya menulis artikel pendek ini sekadar untuk bertanya kepada Pusat Bahasa bertalian dengan penghilangan huruf “h” pada pedoman ejaan sejumlah kosakata Indonesia. Saya mulai saja dengan kata “
hutang” yang kini menurut ejaan baku dieja dengan “
utang”. Sejumlah verba (kata kerja) juga mengalami peniadaan alfabet “h”, seperti kata “
hadang” menjadi “
adang”, “
himbau” menjadi “
imbau”, “
hisap” menjadi “
isap”, “
hunjuk” menjadi “
unjuk”. Padahal, sedari dulu kita sudah terbiasa menuliskan frasa “menghadang musuh”, “menghimbau kepada masyarakat”, “menghisap asap rokok” dsb. Yang lebih repot lagi, setidaknya menurut saya pribadi, Pusat Bahasa tidak mempunyai standar yang tegas di dalam peniadaan huruf “h” pada ejaan kosakata ini. Ada unsur tebang pilih di sini, dan alhasil kita dibuat bingung. Kata ”
hantar” misalnya tidak dikonversi menjadi “
antar”, sehingga ejaan yang baku sampai sekarang adalah “
penghantar”, bukan “
pengantar”. Contoh lainnya, “
hirup” tidak dikonversi menjadi “
irup”, sehingga penulisan yang baku adalah “menghirup udara segar”, bukan “mengirup udara segar”.
KEMBALI KE ARTIKEL