Mendengar istilah ‘pink slime’ di tanah air kita, orang kebanyakan akan mengangkat bahu atau menggelengkan kepala tanda tak paham atau tak peduli. Ya ini memang isu terhangat yang sekarang sedang berkecamuk di publik negara Paman Sam yang sangat ‘sadar nutrisi’. Secara singkat pink slime dapat dijelaskan sebagai daging tetelan (uratdan lainnya) yang ditambahkan pada daging sapi cincang (ground beef) yang sudah diproses. Sebelum dicampurkan pada ground beef ini, pink slime ini menjalani proses penghilangan kandungan lemak dan pemaparan dengan gas amoniak untuk membasmi bakteri berbahaya seperti E. coli, salmonella dan lainnya. Selanjutnya tetelan daging ini dicincang halus dan dipres dan dibekukan untuk digunakan sebagai filler (bahan pengisi) pada ground beef yang biasa dibeli di pasar swalayan. Pink slime ini diperbolehkan ditambahkan hingga 15 persen dari bobot daging cincang beku yang dijual.
Sebelum ditemukan teknologi disinfeksi (dengan amoniak) ini, daging tetel (beef scrap) ini hanya boleh dijual sebagai makanan hewan peliharaan (pet food) dan sebagai bahan dasar (ingredient) dari minyak goreng. Kehebohan luas merebak dalam bulan Maret 2012 karena adanya pemberitaan bahwa 70 persen daging cincang beku yang dijual di AS mengandung pink slime ini. Kegusaran publik terutama pada masalah tidak dicantumkannya kata pink slime ini pada label kemasan daging sapi beku ini, sehingga mereka tidak diberi kesempatan untuk memilih daging murni atau daging yang diberi tambahan pink slime ini. Pemerintah berkilah bahwa penyebutan pink slime dalam label kemasan ini tak diperlukan karena pink slime adalah juga daging.
Silang pendapat ini sesungguhnya sudah terjadi sejak tahun 2001 pada saat teknologi disinfeksi daging dengan gas amoniak disetujui untuk digunakan. Salah seorang ilmuwan Dr Gerald Zimstein yang merupakan penentang keras penyuci-hamaan sisa daging dengan amoniak ini adalah orang yang pertama kali memopulerkan istilah pink slime ini. Dengan tegas dia mengatakan bahwa menyatakan bahwa produk ini sebagai ground beef adalah bentuk penipuan pada pelabelannya. Ini diucapkannya tatkala dia mendapat tanggapan dari pejabat USDA yang mengatakan It’s pink, therefore it’s meat (Warnanya merah muda, karenanya dia adalah daging juga). Negara Kanada yang bertetangga dengan AS tak pernah mengijinkan produksi daging sapi dengan penambahan pink slime ini dan dengan sendirinya melarang impor produk daging cincang beku yang diberi tambahan pink slime dari AS.
Karena kehebohan yang dilansir oleh televisi ABC News soal 70 persen daging cincang beku mengandung pink slime ini, tiga retail stores terbesar di AS menyatakan tidak akan menjual lagi daging sapi dengan tambahan pink slime. Gerai makanan cepat saji seperti McDonald buru-buru menyatakan tak akan menggunakan daging dengan pink slime pada hamburger mereka. Sekolah-sekolah di AS yang menyediakan hamburger bagi murid-murid sekolah juga menuntut agar pink slime dikeluarkan dari daging sapi yang dipakai untuk mengisi hamburger ini. Sebagai layaknya kontroversi yang sedang berkembang lainnya, para pemangku kepentingan juga tak kalah gencar meng-counter kegalauan publik ini. Mereka berkata bahwa telah berkembang informasi yang tidak akurat soal pink slime ini. Masih menurut mereka kalau pink slime ini dihilangkan pada daging cincang beku, maka harganya akan naik dan berpotensi terhadap peningkatan obesitas (kegemukan) pada konsumennya.
Silang sengketa masih terus berlanjut di negara yang konon sangat sadar nutrisi ini, sementara kita di sini masih ‘adem ayem’ saja tak pernah ribut-ribut di tengah kondisi pencemaran makanan yang begitu banyak seperti pemakaian zat pengawet dan zat pewarna berbahaya seperti formalin, rhodamin dan sebagainya.