Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humor

Yang Jenaka tentang 'Toilet Training' dan Fiksi 'The Help'

16 Januari 2012   07:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:49 508 2

Anda mungkin sudah mafhum dengan apa yang dimaksud dengan toilet training. Dia adalah salah satu peristiwa istimewa dalam proses tumbuh-kembang seorang bayi di samping proses belajar berjalan dan belajar berbicara, yaitu melatih kebiasaan untuk buang air besar maupun kecil di toilet. Kalau selama ini pee dan poo dilakukan di celana popok (diaper), maka menjelang usia dua tahun dia harus mulai diajar untuk menggunakan toilet. Yang unik, kata untuk menyatakan ingin berhajat ini menggunakan istilah go dalam bahasa Inggris. Jadi kalau seseorang ingin berhajat, maka dia akan mengatakan I have to go.

Kebetulan saya sedang membaca fiksi jempolan ‘The Help’  karya pengarang Kathryn Stockett. Buku yang menjadi bestseller berbulan-bulan lamanya, mengisahkan tentang pembantu (the help) kulit hitam yang sangat didiskriminasi pada suatu kurun masa di Amerika Serikat. Mereka dianggap kotor dan bisa menyebarkan penyakit, sehingga untuk kamar mandinya pun dibuatkan tersendiri dan jauh terpisah dari rumah induk. Di sini dilukiskan pekerjaan seorang pembantu bernama Aibileen yang diserahi tugas untuk mengasuh seorang bayi perempuan bernama Mae Mobley. Saya cuplikkan sepenggal dari novel ini yang amat menarik dan humoris dari pengalaman sang pengasuh ini mengajarkan toilet training kepada Mae Mobley yang sering juga disapanya dengan ‘Baby Girl’. Saya tuliskan terlebih dahulu sadurannya dan setelah itu saya lampirkan pula naskah aslinya. Tujuannya agar Anda yang lebih sreg dengan bahasa Inggris dapat meresapinya. Selamat menikmati cuplikan ini.

Pekan-pekan berikutnya adalah masa yang amat penting untuk Mae Mobley. Coba Anda pikir-pikir, barangkali Anda sudah tak ingat lagi pertama kali Anda pipis di atas toilet di kamar mandi dan bukan pipis di popok. Kemungkinan Anda juga tak pernah mengenang jasa orang yang mengajari Anda. Belum pernah ada seorang bayi pun yang pernah saya rawat datang kepada saya dan berkata, Aibileen, wah aku sungguh-sungguh berterima kasih padamu karena sudah menunjukkan padaku cara pipis di toilet.

Ini memang gampang-gampang susah. Anda harus berusaha dan menyuruh si bayi pipis di toilet sebelum tiba saatnya dan hal ini akan membuat dia uring-uringan. Dia akan kesulitan menerima pelajaran ini dan merasa dirinya belum cakap. Namun bagi Baby Girl, kutahu dia sudah siap. Dan ia pun tahu dirinya sudah siap. Asalkan saja, dia tidak merepotkan aku dengan tingkahnya. Aku meletakkannya di atas dudukan bayi dari kayu supaya pantatnya yang kecil tidak kejeblos dan baru saja aku berpaling, dia sudah turun dan lari kabur dari toilet.

”Kamu harus pipis, Mae Mobley.”

”Enggak.”

”Kamu sudah minum dua gelas jus anggur, jadi kamu harus pipis.”

”Enggaaaak.”

”Entar dikasih kue kalau kamu pipis.”

Kami saling berpandangan sesaat. Dia mulai memandang ke arah pintu. Tapi aku tak mendengar apa-apa. Biasanya, aku berhasil mengajari pipis yang benar dalam waktu dua minggu. Namun itu kalau ibunya membantu aku. Bocah laki-laki harus melihat papanya pipis dengan gaya berdiri, bocah perempuanharus melihat mamanya dengan gaya jongkok. Tapi Nyonya Leefolt pantang mengijinkan bayi gadisnya mendekat kalau dia sedang pipis, dan di situlah kesulitannya.

”Pipis sedikit aja buat bibi, ya.”

Dia memonyongkan bibirnya dan menggelengkan kepala.

Nyonya Leefold sedang keluar untuk merias rambutnya, kalau tidak aku pasti akan minta kepadanya untuk memberi contoh sekalipun wanita ini sudah mengatakan tidak lima kali. Terakhir kali dia berkata tidak, aku mencoba meyakinkan sudah berapa banyak anak yang telah kuasuh seumur hidupku dan balik bertanya berapa anak yang sudah diasuhnya, namun seperti yang sudah-sudah saya akhirnya mengalah juga.

”Nanti dikasih dua kue,” kataku sekalipun mamanya selalu menegurku karena membuatnya menjadi gemuk.

Mae Mobley, menggeleng-gelengkan kepala dan berujar, ”Bibi aja yang pipis.”

Yah, bukan pertama kali aku mendengar kalimat itu, tapi biasanya aku selalu dapat mengatasinya. Aku menyadari, dia harus melihat bagaimana pekerjaan ini dilakukan sebelum dia melakukannya sendiri. Aku berkata,” Bibi tak usah pipis.”

Kami saling berpandangan. Dia menunjuk ke arahku lagi dan berujar, ”Bibi pipis.”

Kemudian dia mulai menangis dan meradang karena dudukan kayu ini mulai menekan pantatnya dan aku tahu apa yang seharusnya kulakukan. Masalahnya aku tak tahu bagaimana caranya. Apakah sebaiknya aku mengajaknya ke toilet di garasi milikku atau pipis di kamar mandi ini? Apa jadinya kalau tiba-tiba Nyonya Leefold pulang dan melihat aku nongkrong di toiletnya? Dia pasti berang.

Aku pasang popoknya kembali dan kami berjalan keluar ke garasi. Hujan membuatnya sedikit berbau. Sekalipun lampu dihidupkan di situ, suasana tetap muram, dan tak ada ’wallpaper’ seperti di dalam rumah. Sesungguhnya, dinding ini bukan terbuat dari tembok, namun sekadar papan tripleks yang disatukan dengan paku. Aku kawatir dia akan ketakutan.

”Oke, Baby Girl, ini dia. Kamar mandi bibi.”

Dia menengok ke dalam dan mulutnya membentuk lingkaran. Dia berguman, ”Ooooo.”

Aku menurunkan celana dalamku dan pipis secepatnya, menyeka dengan tisu dan langsung memasangnya kembali sebelum dia sempat melongoknya. Lantas aku mengguyur toilet.

”Nah itu caranya kamu pipis di toilet,” kataku.

Wow, dia benar-benar terpana. Mulutnya menganga lebar-lebar seakan-akan melihat mujizat. Aku minggir dan kontan saja, dia melepaskan popoknya dan monyet kecil ini memanjat ke atas toilet, berpegangan ke atas supaya dirinya tidak kecemplung dan langsung pipis.

”Mae Mobley! Kamu sudah pipis! Pintar sekali!” Dia tersenyum dan aku memeganginya sebelum dia jatuh ke dalam toilet. Kami bergegas kembali ke dalam rumah dan dia mendapat upah dua keping kue.

Selanjutnya, aku bisa menyuruhnya duduk di atas toilet dan pipis kembali. Inilah bagian yang tersulit, membiasakan pekerjaan pertama ini. Sore harinya, aku benar-benar merasa seperti sudah melakukan prestasi yang besar. Dia juga sudah mulai pintar berbicara dan bisa ditebak kata baru yang dipelajari pada hari itu.

”Baby Girl bikin apa hari ini?”

Dia menjawab, ”Pipis.”

”Apa yang ditulis dalam buku sejarah berikutnya hari ini?”

Dia menjawab, ”Pipis.”

Terus aku berkata, ”Nyonya Hilly bau apa?”

Dia menjawab, ”Pipis.”

Tetapi aku berhenti sampai di situ saja. Ini canda yang tidak kristiani, lagi pula aku takut dia nanti mengulangi lagi kata-kata itu.

Dan inilah naskah aslinya :

THE NEXT FEW WEEKS is real important for Mae Mobley. You think on it, you probably don’t remember the first time you went to the bathroom in the toilet bowl stead of a diaper. Probably don’t give no credit to who taught you, neither. Never had a single baby I raise come up to me and say, Aibileen, why I sure do thank you for showing me how to go in the pot.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun