Dalam kurun lima tahun terakhir ini seluruh dunia gempar dengan kembalinya si bangsat. Oknum tersebut bukan teroris, bukan mafioso, bukan gangster, melainkan binatang kecil sebesar wijen (sesame seed) yang di negara Barat dinamakan bedbug. Nama latinnya adalah Cimex hemipterus, tapi di negeri kita terkenal dengan nama bangsat, kepinding, kutu busuk, tinggi (bahasa Jawa), tumbila (bahasa Sunda). Invasi yang tidak disangka-sangka ini membuat panik manusia di seluruh belahan bumi, tak terkecuali di benua Eropa dan Amerika yang semenjak tahun 1930 sudah mendeklarasikan wilayahnya sebagai ‘bebas bangsat’. Apa pasal kebangkitan kembali si bedbug ini?
Banyak pakar yang berhipotesa merebaknya ‘bangsat’ ini sebagai akibat dilarangnya pemakaian insektisida DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) yang amat ampuh membasmi serangga pada tahun 1972. Sebelum pelarangan pemakaian DDT, penyemprotan zat ini akan membasmi kutu busuk (baik yang dewasa maupun telurnya) dengan telak. Namun karena efek samping DDT ini ternyata mengakibatkan penurunan drastis populasi burung kondor dan elang di AS, maka diputuskan untuk menyetop penggunaannya. Di negara kita sendiri sampai akhir tahun 1970an, bangsat ini masih merajarela di kursi-kursi rotan restoran, gedung bioskop, bangku sekolah dan sebagainya. Namun dengan adanya berbagai insektisida, sepertinya binatang kecil pengisap darah sudah punah dari muka bumi. Dan sudah hampir terlupakan dari ingatan kita.
Bedbug termasuk binatang malam (nokturnal). Dia akan mencari makan (mengisap darah kita) pada malam hari menjelang subuh. Pada saat menyedot darah kita, dia akan mengeluarkan sejenis anesthesi, sehingga kita tidak akan merasakan gigitannya. Dia juga akan mengeluarkan zat antikoagulan (anti pembekuan darah) sehingga darah lancar mengalir ke dalam tubuhnya. Bentol-bentol merah yang sangat gatal di kulit ini disebabkan karena alergi terhadap liur (saliva) si bangsat ini. Meskipun sejauh ini belum diketahui kutu busuk ini sebagai pembawa (vektor) penyakit menular yang berbahaya, namun sedotan darahnya bisa mengakibatkan anemia pada orang-orang jompo dan balita.
Kemunculan si bedbug ini laksana terjadi dalam semalam belaka (overnight). Pada tahun 2009, di kota New York saja tak kurang dari 11.000 pengaduan (complaint) adanya serangan kepinding ini pada rumah tangga. Bahkan bukan saja merasuk di tempat tidur, binatang ini juga merambah di sekolah-sekolah, gedung bioskop dan pusat belanja. Selain karena dilarangnya pemakaian DDT, mobilitas manusia modern ditengarai sebagai biang keladi penyebaran kepinding ini melalui hotel,losmen, asrama pelajar, apartemen dan sebagainya. Dengan membawa satu butir telur kepinding ini pada koper, tas, ransel, kardus dan sebagainya, maka terjadilah penyebaran yang cepat. Di AS malahan penyebaran yang luas ini sudah dikategorikan sebagai outbreak (kejadian luar biasa).
Bagaimana cara penanganan dan penanggulangan serangan bedbug ini? Kepinding ini tergolong binatang yang bandel. Dia hidup menyelinap di celah-celah kayu yang sulit dicapai oleh spray insektisida. Dia juga sanggup tidak makan sampai setahun lamanya. Juga terbukti bahwa insektisida hanya sanggup mematikan kepinding dewasa, sedangkan telurnya kebal terhadap insektisida. Sehingga prosedur pembasmiannya harus dilaksanakan dalam dua tahap, yang pertama memusnahkan kepinding dewasa dan dua minggu kemudian diulang kembali setelah telur-telurnya menetas. Para peneliti juga sudah menemukan kiat untuk memancing kepinding ini keluar dari tempat persembunyian yaitu dengan menyemprotkan sejenis zat alarm pheromones. Pheromones ini keluar dari tubuh kepinding apabila dia mengindera adanya bahaya dan selanjutnya akan keluar dari persembunyiannya.
Sangat menarik untuk mengetahui ihwal alarm pheromones ini. Berkembang biak (breeding) untuk kepinding betina adalah pengalaman yang sangat traumatis. Untuk pembuahan dari sang jantandikenal istilah traumatic insemination, yaitu perut si betina akan ditusuk dengan organ seks jantan yang panjang dan tajam (lihat gambar) untuk menyalurkan sperma ke indung telurnya. Pada kepinding betina yang dewasa, pengalaman traumatis ini masih dapat ditahannya. Namun pada kepinding betina yang masih remaja (juvenile) cara kawin ini bisa mematikan (fatal). Untuk itulah sang betina akan akan mengeluarkan alarm pheromone sebagai tanda peringatan agar si jantan tidak mendekat. Wah, kalau pada manusia bisa runyam juga ya.