Dengue Haemorrhagic Fever ( Demam Berdarah Dengue) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Ada 4 jenis serotype penyebab DHF ini yang semuanya termasuk genus Flavivirus. Menurut data WHO, penyakit ini menjangkiti 50 juta penderita di seluruh dunia setiap tahun dan merupakan penyakit endemik pada lebih dari 100 negara. Karena adanya empat jenis serotype ini, sampai sekarang belum berhasil dikembangkan vaksin DHF ini, karena vaksin yang memberikan kekebalan terhadap satu serotype, ternyata tidak ‘berdaya’ menangkal serotype golongan yang lain.
Gejala yang muncul adalah demam tinggi disertai dengan sakit kepala, sakit dan ngilu pada otot dan persendian, sakit pada bola mata bagian belakang ( retro-orbital pain ) dan disusul dengan bercak-bercak merah pada kulit (rash ). Juga disertai dengan sakit ulu hati ( gastritis ), mual dan muntah darah yang berwarna coklat kopi dan diare. Pada beberapa kasus, gejala yang ada cukup ringan (dimana tidak dijumpai bercak-bercak merah dan tidak ada sakit pada bola mata), sehingga acapkali didiagnosa sebagai flu biasa. Bercak-bercak merah ini disebabkan oleh karena kehancuran sel pembeku darah ( thrombocyte ) sehingga terjadi perdarahan di bawah kulit. Dalam kondisi normal jumlah thrombocyte berkisar 300.000 per milimeter kubik, namun pada DHF menurun dibawah 100.000 per milimeter kubik.
Namun disamping penghancuran thrombocyte, terjadi pula kerusakan dari dinding pembuluh darah sehingga terjadi perembesan ( extravasation ) cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah. Akibat yang terjadi adalah pengentalan darah dan pada kondisi yang parah akan mengakibatkan shock yang amat fatal. Untuk mengukur ‘kekentalan darah’ ini dipakai parameter laboratorium hematokrit. Hematokrit menggambarkan persentase sel-sel darah ( sel darah merah, sel darah putih dan thrombosit ) pada sampel darah. Setelah diendapkan dengan sentrifuse di dalam tabung kapiler maka akan nampak dua kelompok berbeda yaitu kelompok sel darah dan kelompok plasma darah. Dalam kondisi normal hematokrit ini berkisar 48 % untuk laki-laki dan 38 % untuk wanita. Pada penyakit DHF maka hematokrit ini akan meningkat lebih dari 20 % daripada kondisi normal. Hematokrit yang meningkat tajam ini dipandang lebih berbahaya daripada penurunan jumlah thrombosit, karena beberapa hal.
Pertama karena ’kekentalan darah’ ini mengakibatkan penurunan laju aliran darah ke berbagai organ yang vital sehingga penderita akan sampai pada kondisi shock dan mengakibatkan gagal jantung. Kedua hematoktrit yang tinggi ini mengindikasikan banyaknya cairan darah yang bocor membanjiri jaringan-jaringan organ yang vital. Bila perempesan ( perfusion ) ini terjadi di paru-paru maka paru akan berhenti berfungsi karena ’terendam’ cairan.
Tanda-tanda pasien akan memasuki tahap dengue shock syndrome adalah nadi yang cepat dan lemah, tensi dibawah 20, kulit teraba dingin dan lembab dan pasien gelisah.
Tindakan pengobatan DHF terutama adalah pemberian cairan untuk menggantikan cairan yang ’hilang’ ( dehidrasi ) termasuk di dalamnya pemberian infus untuk memulihkan aliran darah yang ’tersendat’. Namun pemberian cairan infus ini harus benar-benar dimonitor agar supaya tidak sampai overload yang justru akan mengakibatkan paru-paru terendam ( pulmonary edema ) dan gagal jantung. Transfusi thrombosit perlu diberikan apabila jumlah thrombosit kurang dari 20.000 atau terjadi perdarahan yang masif. Pemberian obat penghilang rasa nyeri aspirin dan NSAID tidak diperbolehkan karena golongan obat ini akan memperparah perdarahan pada penderita DHF.
Penyakit DHF tergolong penyakit berbahaya yang membutuhkan penanganan yang segera sehingga penderita tidak ’jatuh’ dalam kondisi dengue shock syndrome (DSS). Oleh karenanya kecepatan tindakan medis merupakan kunci keberhasilan mengatasi dan menyembuhkan penyakit yang timbul di cuaca banyak hujan ini.