Kita sering menyebutnya “bahasa gado-gado”, orang Malaysia menamainya dengan “bahasa rojak” (rojak = rujak). Maknanya adalah wacana yang mencampur bahasa nasional dengan bahasa Inggris secara masif, terstruktur dan sistematis. Dalam bahasa lisan, kebiasaan ini sangat lazim dan dianggap lebih komunikatif. Dalam bahasa tulisan, memang kita tidak bisa “seenak perut” mengaplikasikan bahasa gado-gado ini. Mungkin kita masih ingat, di zaman Soeharto, pernah ada larangan untuk menggunakan bahasa Inggris pada papan reklame, papan nama toko, bangunan publik dan sebagainya. Bahkan diturunkan petugas untuk berkeliling merazia mereka yang masih membandel menggunakan bahasa Inggris. Betulkah mengakomodir bahasa Inggris dalam wacana bahasa Indonesia akan merusak dan melemahkan eksistensi bahasa kita?