25 Oktober 2013 (Halong Bay, Sung Sot Cave, Hang Trong Cave)
Perjalanan menuju Halong Bay yang berada 165km dari timur Hanoi kurang lebih akan memakan waktu empat jam. Oleh karena itu, di tengah perjalanan kami berhenti sebentar di Hai Duong untuk memakai toilet, sekaligus membeli oleh-oleh. Tempat menjual suvenir tersebut masih berada di area yang sama dengan Hong Ngoc Handicraft Center, di mana karya lukisan, tenunan, patung, dan pakaian yang dijual dibuat oleh orang-orang cacat.
Harga yang dipasang di tempat suvenir Hai Duong memang lebih mahal bila dibandingkan dengan harga barang yang kita temui di pasar, namun kualitas barang dan finishing-nya jauh lebih halus. Saya tidak membeli lukisan atau barang seni di sana, hanya mi instan pho khas Vietnam untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Walau judulnya mi instan, bukan berarti harganya murah, 175.000VND hanya untuk dua bungkus pho. Saya hanya berharap rasanya benar-benar enak ketika dicoba nanti.
Selesai membeli oleh-oleh, kami melanjutkan sisa perjalanan menuju Halong Bay (salah satu tempat yang mendapat predikat sebagai UNESCO World Heritage Site). Ha Long berarti descending dragon –naga yang turun. Menurut legenda, dulu saat Vietnam mulai membentuk diri sebagai sebuah negara, mereka menghadapi banyak serangan dari musuh mereka. Untuk membantu para penduduk Vietnam mempertahankan diri, maka para dewa pun mengutus seekor naga sebagai pelindung. Sang Naga lalu memuntahkan butiran-butiran perhiasan, yang kemudian berubah menjadi gugusan ribuan batu gamping. Gugusan batu tersebut berfungsi sebagai semacam tembok pertahanan terhadap musuh-musuh Vietnam, dan sekarang sudah berubah fungsi menjadi teluk cantik seluas 1.500km persegi yang dipakai sebagai tempat wisata.
Saat tiba di dermaga Halong, saya melihat banyak sekali turis berkeliaran di sana. Kebanyakan berasal dari ras Kaukasia, tapi wisatawan Asia juga tidak kalah banyaknya.
Untuk mencapai kapal utama, kami tidak bisa langsung naik dari dermaga. Pertama kami harus menggunakan kapal sedang yang muat dinaiki hingga dua puluh orang. Atau dalam kasus kami, 17 orang (termasuk tiga orang tour guide yang menemani kami) plus dengan semua koper bawaan kami. Peraturan untuk memakai life vest sangat ketat diberlakukan di Halong Bay. Pelampung keselamatan harus selalu dipakai bila sedang berada di dalam kapal, kalau tidak maka kapal tidak boleh jalan, atau akan mendapat teguran dari pengawas dermaga.
Perjalanan menggunakan kapal kecil ternyata hanya memakan waktu sekitar 5 menit. Setelah itu kami dioper menuju kapal yang lebih besar bernama ‘Marguerite Garden’. Kapal terdiri dari tiga tingkat. Saya dan Ibu Mely mendapat kamar yang berada di tingkat paling bawah. Tingkat kedua diisi dengan kamar dan restoran, sementara tingkat ketiga dipakai untuk lounge area dan berjemur.
Sebenarnya saya bukan penggemar kapal karena goyangannya bisa membuat kepala saya pusing. Tapi untunglah arus air di Halong terhitung sangat tenang. Saya masih bisa merasakan ayunan kapal kadang-kadang, namun tidak sampai bisa membuat mabuk.
Segera setelah menginjakkan kaki di Marguerite Garden, kami lekas disuguhkan makan siang yang bukan hanya tampak cantik, namun rasanya juga lezat. Saya belum pernah mencoba tiram sebelumnya, namun BBQ Oyster lekas menjadi favorit saya dalam menu kali ini. Saya baru tahu kalau daging tiram ternyata sangat lembut, sungguh berbeda dari kerang.
Waktu terasa berjalan cepat di Halong Bay. Rasanya baru saja kami selesai makan siang dan beristirahat sebentar di kamar, kami sudah dipanggil lagi untuk melanjutkan perjalanan ke Sung Sot Cave (disebut juga Surprise Cave).
Sung Sot Cave yang ditemukan oleh Prancis pada tahun 1901, adalah gua yang berada di tengah gugusan limestones Halong. Kabarnya gua ini adalah salah satu gua terindah yang ada di dunia.
Untuk mencapai mulut gua, kami harus mendaki sekitar 100 anak tangga. Namun usaha tersebut sama sekali tidak terasa begitu melihat isi gua. Bebatuan staglatit dan staglagmit mencuat dan membuat bentuk-bentuk ajaib nan indah. Sayang sekali kondisi di dalam gua sangat ramai turis. Saya jadi tidak bisa benar-benar menikmati suasana di sekitar saya, dan malah memilih untuk buru-buru keluar dari gua untuk bersantai di atas kapal.
Sembari menunggu anggota rombongan lain keluar dari dalam gua, saya duduk-duduk saja sambil menikmati udara sekitar yang sejuk. Sepertinya saya harus bersyukur karena angin tidak bertiup kencang sore itu. Karena bila angin bertiup, maka udaranya jadi terasa dingin, bukan lagi senjuk.
Pada akhirnya, semua anggota rombongan pun tiba kembali di kapal. Maka kami melanjutkan perjalanan ke tempat kayak. Semua kru televisi dengan gembira coba mengayuh kayak. Namun saya tetap memilih berada di atas kapal, karena ingin mengambil foto pemandangan Halong pada saat matahari terbenam. Yah, lagipula badan saya sudah terlalu capek dipakai bergerak selama empat hari terakhir, sepertinya sudah tidak ada tenaga sisa untuk mengayuh kayak.
Sesaat sebelum matahari benar-benar tenggelam, kami pun diajak kembali menuju kapal utama. Di sana kami diberi waktu istirahat sebentar, sebelum akhirnya dipanggil lagi untuk makan malam.
Makan malam ternyata tidak dilakukan di atas kapal, melainkan di dalam Hang Trong Cave –sebuah gua kecil yang berada tidak sampai 200m dari tempat kapal kami berlabuh.
Harus saya akui, tour agent yang ditunjuk Silk Air di Vietnam telah melakukan pekerjaan mereka dengan sangat baik. Mereka mengatur setting makan malam yang sangat cantik di dalam gua. Bahkan makanannya diatur bak karya seni. Rasanya pun tidak kalah dengan tampilannya, sungguh enak. Sayang sekali saya tidak mengambil foto sama sekali selama acara makan malam. Yang saya inginkan saat itu hanyalah ingin pergi tidur. Jadi setelah sesi makan selesai, saya memilih untuk segera kembali ke kapal utama dan beristirahat.
26 Oktober 2013 (Halong Pearl Farm, kembali ke Hanoi, Dong Xuan Market)
Setelah mendapatkan istirahat yang cukup, saya bangun dengan segar esok paginya. Makan pagi disajikan di kapal. Menunya berupa telur mata sapi setengah matang (yang matang dengan sangat pas), mini pancake, plus toasted bread with jam. Menu sarapan bule, begitu katanya. Tapi di tengah udara dingin pagi, saya amat bersyukur bisa menikmati menu tersebut didampingi secangkir teh hangat.
Sepertinya jadwal wisata kami memang cukup padat, karena pada pukul delapan kami sudah dipanggil lagi untuk pergi mengunjungi tempat budidaya mutiara. Di sana kami diberi peraga tentang proses pembuatan mutiara, mulai dari pemilihan tiram yang sehat, penempatan bibit mutiara di dalam nukleus tiram, sampai ke bagian panen mutiara.
Sebuah toko perhiasan didirikan tak jauh dari tempat budidaya mutiara. Harga perhiasan yang dijual di sana bervariasi. Sebuah gelang bisa dihargai dua juta sampai puluhang juta dong. Saya yang tidak mengerti apa-apa tentang perhiasan, memutuskan untuk melihat-lihat saja dan akhirnya ikut keluar bersama rombongan tak lama kemudian.
Begitu kembali ke kapal utama, kami lekas diminta untuk check-out. Waktu check-out di atas kapal memang berbeda dengan yang biasa diterapkan oleh hotel. Di sini kami harus check-out sejak jam sembilan pagi.
Sembari menunggu makan siang, saya pun keluar menuju geladak kapal dan berdiri dengan tenang di salah satu sudutnya. Sejak kemarin, saya belum mendapat kesempatan untuk benar-benar menikmati pemandangan Halong. Jadi sebelum kapal kembali berlabuh di dermaga, saya ingin melihat gugusan demi gugusan batu gamping melintas di sekitar saya, seiring dengan melajunya Marguerite Garden.
Saya tinggal cukup lama di geladak, karena suasana sungguh terasa damai dan menenangkan di sana. Saya hanya kembali ke bagian dalam kapal ketika angin mulai bertiup dan membuat saya mengigil.
Mungkin waktu memang berjalan cepat bila dihabiskan di Halong Bay. Karena tak lama setelah saya kembali ke dalam, makan siang segera disajikan. Dan begitu makan siang selesai, Marguerite Garden ternyata sudah kembali ke posisi awalnya di dermaga Halong.
Perjalanan pulang menuju Hanoi kebanyakan diisi dengan keheningan. Kebanyakan rombongan kami langsung tertidur pulas begitu menginjak bus. Namun kami sempat berhenti sebentar di toilet SPBU, dan berhenti lagi di tempat suvenir Hai Duong yang sama seperti yang kami singgahi dalam perjalanan pergi.
Empat jam perjalanan dari Halong ke Hanoi pun akhirnya selesai. Namun rombongan kami tidak lantas langsung diturunkan di hotel. Malah kami minta dibawa ke tempat belanja. Mungkin Khan salah mengerti tentang istilah ‘tempat belanja’ yang kami maksud, karena dia membawa kami masuk ke dalam pasar grosir Dong Xuan yang isinya mirip seperti Mangga Dua Pasar Pagi di Jakarta, hanya saja lebih jorok. Terutama bila kita sampai berkunjung ke toiletnya.
Di sini saya ingin membahas sedikit tentang kondisi toilet di Vietnam. Di semua area wisata dan restoran, tidak sekalipun saya bertemu dengan toilet jorok. Semua toilet selalu bersih, kering, tidak bau, dan dilengkapi tisue. Namun kondisi toilet di SPBU dan pasar Dong Xuan benar-benar berbeda. Di tempat-tempat ini, toilet dibuat mirip seperti di Cina. Klosetnya adalah kloset jongkok dan tidak disekat satu sama lain. Jadi, kita bisa bercakap-cakap dengan teman di sebelah kita sambil buang air.
Saya lumayan terkejut saat menemukan toilet tipe masal seperti itu dan akhirnya memutuskan untuk menahan pipis saja daripada harus masuk ke dalamnya. Percayalah, itu bukan pengalaman yang seru bagi orang Indonesia yang biasa memiliki toilet bersekat.
Oke, lanjut membahas mengenai pasar Dong Xuan. Walau sempat merasa kecewa saat pertama dibawa ke sana oleh Khan, pada akhirnya rombongan kami malah belanja banyak barang. Karena harga barang-barangnya benar-benar murah di sana.
Koper ukuran XL hanya dihargai 700.000VND (hanya sekitar 350.000IDR)! Saya rasa bahkan koper bajakan di Mangga Dua tidak akan dihargai serendah itu. Saya sendiri akhirnya membeli sebuah gym bag mini yang hanya dihargai 100.000VND.
Singkatnya, kami semua pulang dari pasar Dong Xuan dengan wajah tersenyum karena berhasil mendapatkan barang-barang murah namun tidak kelihatan murahan.
Dari Dong Xuan yang toko-tokonya kebanyakan sudah tutup pada jam enam sore, kami diajak pergi makan malam, dan akhirnya berakhir di hotel Lan Vien.
Hotel kali ini adalah hotel yang paling saya sukai ketika tinggal di Hanoi. Lokasinya berada di jalan besar dan sangat dekat dengan Hoan Kiem Lake juga Trang Tien Plaza. Perbedaan dengan hotel-hotel sebelumnya, jalanan di sekitar Lan Vien Hotel sudah dilengkapi dengan zebra cross dan lampu pejalan kaki. Dengan begitu, kami tidak perlu pusing bila harus menyeberang di tengah pengendara kendaraan yang tidak ramah.
Selain dari sisi lokasi, kebetulan juga kami dapat ukuran kamar yang besar untuk keluarga. Saya tentu saja tidak perlu waktu lama untuk terlelap di hotel ini.
27 Oktober 2013 (Hoan Kiem Lake, Trang Tien Plaza, Noi Bai Airport)
Hari ini tidak ada acara tur. Jadi setelah mengambil sarapan pagi, saya memutuskan untuk pergi ke Hoan Kiem Lake. Saya pikir, saya ingin melihat suasana danau tersebut di pagi hari. Ternyata sama ramainya seperti di malam hari. Malah di hari Minggu pagi, variasi aktivitasnya lebih banyak lagi. Di beberapa sudut tampak ada yang sedang memainkan semacam permainan catur, melakukan senam, bahkan sampai sembahyang beramai-ramai.
Untuk memuaskan rasa penasaran, saya juga sekalian masuk ke dalam Ngoc Son Temple, kuil yang berada di tengah Hoan Kiem Lake. Saya harus mengeluarkan kocek sebesar 20.000VND untuk masuk ke sana, tapi ya masa bodohlah. Sepertinya tidak lengkap pergi ke danau Hoan Kiem tapi tidak masuk ke dalam kuilnya, walaupun kuil (atau tepatnya klenteng) tersebut ternyata memang tidak berbeda jauh dari kuil yang ada di Jakarta Kota.
Saya menghabiskan kurang lebih satu setengah jam berputar-putar di area danau sembari menikmati es krim Vietnam yang selalu ramai pembeli. Setelah itu saya duduk-duduk di bangku taman yang tersedia untuk menelepon keluarga di Jakarta. Pulsa telepon saya masih tersisa sangat banyak, jadi kenapa tidak dihabiskan saja sebelum meninggalkan Vietnam? Saya rasa tarif komunikasi di Vietnam terhitung murah, karena saya hanya menghabiskan 50.000VND untuk berbicara selama empat belas menit di telepon.
Dari Hoan Kiem Lake, saya menyebrang jalan untuk masuk ke dalam Trang Tien Plaza. Gedung dan interior plaza tersebut memang mewah. Merk-merk yang dijual di sana juga bukan merk sembarangan. Setidaknya kita bisa menemukan Dior, Versace, Mango, dan GAP di dalamnya. Sayangnya, pilihan makanan tetap tidak banyak di plaza tersebut. Saya berakhir dengan membeli cheese burger di Lotteria seharga 30.000VND. Dan setelah itu saya kembali ke hotel untuk bersiap check-out.
Noi Bai Airport berjarak sekitar 40km dari pusat kota Hanoi. Dalam perjalanan menuju bandara kali ini, akhirnya saya bisa mengabadikan foto Hanoi Ceramic Mosaic Walls yang terkenal. Tembok yang membentang sepanjang 4km dari Au Co Road hingga Long Bien Bridge ini benar-benar terbuat dari potongan-potongan keramik mini yang disusun hingga membentuk mural. Proyeknya dimulai dari tahun 2007 dan akhirnya selesai pada tahun 2010, bertepatan dengan perayaan 1000 tahun berdirinya kota Hanoi. Gambar-gambar yang terlihat di sana melukiskan tentang budaya Vietnam, serta sejarah dinasti kerajaan Ly, Tran, Le, dan Nguyen. Namun beberapa mural didedikasikan khusus sebagai media ekspresi seni modern, beberapa bahkan tampak seperti coretan gambar anak-anak yang meriah.
Saya juga sekalian mengabadikan taxi-taxi berukuran mini dan bangunan rumah di Hanoi yang menarik. Petak-petak rumah dan toko di sana memang sepertinya berukuran kecil-kecil. Lebarnya paling tidak lebih dari lima meter, tapi semua dibangun ke atas hingga empat atau lima tingkat. Temboknya juga sebagian dicat dengan warna-warna cerah, membuat kota Hanoi jadi terlihat meriah.
Dan akhirnya kami tiba di bandara, siap transit menuju Singapura. Noi Bai memang bukan bandara yang berukuran besar, oleh karena itu penerbangan dari Indonesia harus transit terlebih dahulu di Singapura atau Kuala Lumpur. Tapi semoga saja nanti setelah bandara yang baru selesai dibangun pada November 2014, para pengunjung dari Indonesia bisa terbang langsung menuju Hanoi tanpa harus transit terlebih dahulu.
Jadi, selamat tinggal Hanoi. Sampai kita bertemu lagi nanti!