Setelah berkendaraan selama kurang lebih 3 jam melewati Kabanjahe, akhirnya kami memutuskan untuk makan dulu di Tongging. Disana kami berhenti di sebuah tempat makan sederhana yang menjorok sedikit ke danau. Menunya juga tidak banyak, hanya ikan yang langsung dipilih di tempat dalam keadaan hidup dan dipotong, lalu dibakar.
Mungkin karena kami begitu lapar, ikan bakar itu sungguh terasa enak sekali, apalagi ditambah dengan sambal khas Batak yang lezat. Kata mertua saya, itu karena sambalnya diberi andaliman (semacam tumbuhan yang memberi rasa kecut segar seperti jeruk nipis ---- revisi dari yang baca : ternyata yang bikin kecut itu bukan andaliman, kalo andaliman rasanya pedas seperti merica gitu ^^ ---).
Selama kami makan ikan bakar, kami juga disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya. Kami berada di tepi Danau Toba yang luas, di seberangnya deretan bukit-bukit hijau menjulang tinggi. Puas berfoto-foto sebentar disana, kami pun jalan lagi. Kalau tadi kami mampir di kaki gunung, sekarang kami mau menuju ke lokasi wisatanya.
Taman Simalem Resort adalah lokasi wisata di bagian baratdaya perbukitan yang mengelilingi Danau Toba. Area seluas 206 hektar itu memiliki beberapa titik wisata yang cukup menarik seperti Kuil Tian Zhu Chan Si, padang golf Gorat Ni Padang, air terjun kembar, area camping, kebun marquisa dan bunga-bungaan, belum lagi ditambah rencana pembangunan berikutnya yang mencakup area taman hiburan dan kebun binatang. Didukung dengan beberapa fasilitas pendukung seperti hotel, resort, pasar swalayan, cafe, dan restoran, Taman Simalem bisa menjadi pilihan wisata baru di Sumatera Utara.
Turun dari Peak, kami mampir sebentar ke taman buatan yang disebut Pearl Of Lake Toba dan pergi ke coffee shop terdekat untuk menyeruput susu hangat. Habis itu kami kembali ke kota Medan. Perjalanan kembali terasa lebih berliku-liku dan bergoncangan. Kondisi jalan yang banyak rusak sungguh membuat saya hampir lupa tentang keindahan Danau Toba yang baru saya kungjungi. Belum lagi para pengendara mobil lumayan ngebut, sama sekali bukan cara nyetir yang direkomendasikan untuk lokasi jalan berbukit, berkelok-kelok, dan rusak. Saya pikir, kalau saya sendiri yang harus nyetir ke Danau Toba, mungkin saya akan membutuhkan waktu 3x lebih lama ketimbang mertua saya. Kemacetan Jakarta sepertinya jauh lebih bersahabat ketimbang salip-salipan di jalan berkelok.
Satu hal yang sungguh saya sesalkan dari warga sekitar Taman Simalem, mereka protes karena resort itu dibilang merusak alam. Yah, kalau saya lihat sih Taman Simalem tidak sampai terlihat merusak ekosistem, malah mereka memberi banyak nilai tambah untuk turisme Sumatera Utara. Saya sungguh sering bingung dengan cara pikir orang Indonesia. Kita memiliki begitu banyak kekayaan alam dan pemandangan yang luar biasa, tapi tidak pernah tergerak untuk mengolahnya. Begitu ada pihak asing (Taman Simalem dikembangkan atas kerjasama pengembang dari Indonesia, Singapore, dan gosipnya Korea juga) yang mau mengolahnya, kita langsung protes besar-besaran, merasa dijarah dan sebagainya. Tapi toh kalau orang-orang asing itu pergi, saya yakin kekayaan alam itu akan kembali dibiarkan saja, tidak lantas langsung diolah juga.
Ah, tapi mari kita berharap agar Taman Simalem bisa terus berjaya. Bagi yang malas naik turun jalan aspal selama 2,5 jam dari Medan, mungkin bisa naik helikopter saja kesana. Pastinya, Taman Simalem adalah salah satu tujuan wisata yang pantas mendapatkan acungan jempol:)