Maka cukup mengagetkan dan sedikit membuat secercah harapan jika pada hari ini Bapak Menteri Penddidikan M. Nuh mengatakan bahwa "Harus diakui, kini calon mahasiswa dari keluarga menengah ke bawah kesulitan mendapatkan akses ke pendidikan tinggi". lihat kompas http://edukasi.kompas.com/read/2010/05/03/09383771/Masuk.PTN.Makin.Berat....-4. Ya tentunya ini adalah masalah faktual dan nyata dilapangan. Biaya kuliah sudah sangat tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan.
Meski diakui dengan pricing seperti ini tentunya akan memberi efek pengurangan persaingan diawal. Jadi yang merasa tidak mampu membayar puluhan dan ratusan juta maka sebaiknya jangan mendaftar di PTN. .... "Sebaliknya, beragamnya jalur masuk perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi peluang bagi calon mahasiswa dengan latar belakang ekonomi menengah ke atas untuk mencoba masuk PTN." juga terlihat bahwa: Pada dua dekade lalu, akses ke PTN terbuka luas bagi seluruh masyarakat karena hanya ada satu jalur masuk, yakni Sipenmaru (seleksi penerimaan mahasiswa baru) dan PMDK (penelusuran minat dan kemampuan) yang dikhususkan bagi calon mahasiswa berprestasi. Sipenmaru lalu diganti menjadi UMPTN (ujian masuk perguruan tinggi negeri), tetapi tetap semua calon mahasiswa mempunyai kesempatan yang sama, hanya satu kali seleksi. Kini, setiap perguruan tinggi mempunyai empat hingga 11 jalur masuk.
"Jika (persoalan akses) ini tidak segera diatasi, akan menciptakan kesenjangan yang makin luas," ujar Nuh."
Semoga implementasi amanat putusan MK dalam revisi atau pengajuan aturan baru (mau UU, Perppu atau yang lain) hendaknya semangat penyediaan sekolah dan kuliah dibuat yang lebih terjangkau inilah yang menjadi pedoman dasar bagi pemerintah. Pada masa lalu pemerintah telah tepat dalam mengambil kebijakan ini (lihat kebijakan sebelum reformasi, sehingga jangan sampai darah pahlawan reformasi/para mahsiswa yang gugur menjadui pembenaran pemerintah meliberalkan ptn).
Lihat juga semangat negara tetangga dalam memberikan harga pendidikan yang terjangkau bagi kampus yang dimiliki oleh negara. Betapa bahagianya rakyat menengah dan bawah jika pendidikan dikembalikan ke sistem seperti dua dasawarsa lalu. Tidak ada salahnya pemerintah belajar dari negara tetangga tentang mekanisme subsidi pengelolaan pendidikan nasional di negara tersebut.
Semoga.