pada waktu aku masih sibuk mengukur
seberapa bidang dadaku mampu Â
menumpu rebah basah gadisku sebelum pergi
mencari gincu terbaik bagi bibirnya lentik
angka-angka berubah seperti siluman-siluman
bidang dadaku tidak mampu secepatnya
menemukan ukuran paling tepat
itulah gara-garanya
aku akui lengah teledor ceroboh
membiarkan gadisku sendirian
ke mana-mana hingga hujan menggiring
gadisku berteduh di bawah rancangan
arsitektur malna
aku tidak sembarangan menuduh malna
sebab tanpa kuduga televisi mendadak beri kabar
tentang perseteruan paling sengit abad ini
antara si arsitek hujan dan sampo