Pusing rasanya melihat korupsi tak ada habis-habisnya di republik ini. Belum lama Gayus, Bahasyim, Nunun, Angie hilang dari perbincangan, e, muncul lagi nama 'DW' mantan pegawai di Ditjen Pajak. Ok lah, tentang DW kita semua menunggu kelanjutannya (benar atau tidaknya kasus itu). Tapi, yang pasti memang ada sesuatu yang tak beres di tubuh aparat penegak hukum itu sendiri (Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman). Kalau sekarang Kejaksaan berani mengungkap skandal pajak DW, pertanyaannya : beranikah (maukah) Kejaksaan mengungkapkan kejahatan di tubuhnya sendiri dengan menindak jaksa nakal? Seingatan saya yang pendek ini, banyak juga kok jaksa2 nakal yang belum disentuh atau justru sengaja dibiarkan oleh Kejaksaan. Saya pernah baca di majalah Forum Keadilan, bahwa jaksa2 nakal samasekali tak disentuh oleh institusinya sendiri, lebih konyolnya lagi para jaksa bermasalah tersebut malah dapat promosi (mungkin saya salah ya, soalnya cuma sempat membaca sekilas majalah tersebut di perpustakaan kabupaten). Juga ada jaksa memeras seorang kontraktor di Batam (atau Bangka?) malah oleh pihak kejaksaan dilindungi dan balik menuduh si korban (kontraktor tsb) dengan tuduhan berusaha menyuap, padahal jelas-jelas si jaksa nakal tersebutlah yang mengatur tempat pengambilan uang, sehingga sempat dikejar korban dan polisi. Beberapa tahun lalu juga diberitakan ada jaksa perempuan nakal yang mengedarkan narkoba hasil sitaan, sekarang kayaknya juga nggak jelas kasusnya.
Apakah berani juga kejaksaan mengungkap dugaan rekening gendut para perwira tinggi polisi, yang sudah beredar lama beritanya. Kok, sampai hari ini gak jelas, baik jaksa maupun polisi sendiri utk mau menuntaskan masalah itu. Juga, bagaimana dugaan 2 jenderal polisi penerima uang panas Gayus, sebagaimana dulu pernah dilansir publik oleh Pak Susno Duaji, kok kejaksaan tenang-tenang saja. Terus kalau sekarang tiba-tiba kejaksaan dengan gagah berani bak ksatria pemberantas korupsi dengan menyeret 'DW' tersebut, yang notabene bukan seorang jaksa apalagi polisi, bukankah itu berarti kejaksaan melakukan tebang pilih secara kasat mata. Sampai detik ini, saya berkeyakinan bila kejaksaan enggan menyentuh para polisi tersebut, apalagi ke sesama rekan satu korpsnya. Payah juga kejaksaan.
Maaf, bila ada yang tak berkenan, ini hanya lontaran hati rakyat kecil yang selalu tersakiti oleh ulah para koruptor negeri ini.
KEMBALI KE ARTIKEL