Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Ojo Dumeh

17 Juni 2022   13:23 Diperbarui: 17 Juni 2022   13:33 2048 10
Tulisan ini sebagai refleksi bagi diri sendiri. Semoga bermanfaat

A kenapa Ojo Dumeh? Tanya adik saya, mengapa tidak pakai bahasa Sunda saja. Adik saya bertanya ketika melihat status saya di WA.
Ada riwayatnya. Dulu saat ditugaskan untuk membantu mengumpulkan data transportasi di sebuah perumahan besar, saya kemalaman.  Saat itu hujan besar. Berbekal payung saya mencari Mushola terdekat. Alhamdulillah dapat Mushola di warung Es Oyen. Bahkan karena pengelola Es Oyen tahu kami mahasiswa, malamnya disuguhi kopi panas. Barakallahu. Pantas kalau Es Oyen bertambah maju.
Saya berdua bersama teman saya,  di kampus kami memanggilnya  Chen Lung, karena matanya yang sipit.

Kembali ke Ojo Dumeh, saya memiliki kesan dan sejarahnya sendiri. Saat menuju Mushola Es Oyen tadi, saya melihat deretan becak bertuliskan Ojo Dumeh.  Beberapa pengemudi becak sudah terlelap di bangku becaknya, dengan ditemani selembar sarung. Penutup becak depan yang terbuat dari bahan plastik tentunya sudah dipasang. Mereka sangat lelap, padahal tidurnya hanya "ngarengkol" (sedang cari padanan kata ngarengkol di Bahasa Indonesia).
Ngarengkol, posisi tidur yang kaki setengah dilipat, menyesuaikan dengan lebar ruangan dalam hal ini kompartemen becaknya. Hehehe.

Tulisan Ojo Dumeh di beberapa becak, ternyata milik seorang juragan becak (jaman kejayaan becak), yang asli orang Cirebon. Cirebon adalah wilayah Jawareh (Jawa sawareh atau Jawa sebagian) di Provinsi Jawa Barat. Ojo dumeh artinya kurang lebih "Jangan mentang mentang."

Jangan mentang-mentang kaya, berhak menghina yang miskin dan memamerkan kekayaannya.
Jangan mentang-mentang punya jabatan, menyalahkangunakan jabatannya.
Jangan mentang-mentang cantik atau tampan, lalu berhak melakukan perundungan (membully) pada yang memiliki kekurangan fisik.

Pelajaran saat itu ketika melihat tukang becak tertidur lelap:
1. Kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta. Banyak orang kaya yang memiliki kasur dengan harga fantastis, tidak dapat tidur selelap tukang becak yang saya temui.
2. Menghargai dan mensyukuri apa yang kita miliki, saya saat itu sedang kuliah dan dengan mudahnya dapat uang transport dari orang tua.
3. Ojo Dumeh, hidup jangan mentang-mentang. Ini harus jadi pengingat bagi diri, karena selama masih di dunia, semuanya sementara. Kayanya sementara, cantiknya sementara, jabatannya sementara. Jangan-jangan tukang becak atau yang kita anggap rendah di dunia, ternyata lebih mulia dari kita ketika dihisab di akhirat.

Lalu kembali ke pertanyaan adik saya, mengapa memakai bahasa Jawa.
Saya jawab, kakek kita orang Cirebon, jadi masih relevan. Kedua saya baru menemukan padanan katanya (bukan dari google translate) tapi dari para inohong Sunda. Apa padanan ojo dumeh dalam bahasa Sunda. Jawabnya "Ulah Asa."
Urang Sunda kaya dengan kata awalan yang bisa menunjukkan banyak hal. Kata itu adalah "Pang".
Jadi ulah asa pang...

Ulah asa pangbeungharna. (Jangan merasa paling kaya)
Ulah asa panggeulisna. (Jangan merasa paling cantik)
Ulah asa pangpinterna. (Jangan merasa paling pintar.
Ulah asa pangkawasana. (Jangan merasa paling punya kuasa)

Selamat berakhir pekan !


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun