Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

.....memaknai kritik atau hinaan dengan bertanya kepada diri sendiri

16 Oktober 2010   10:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:23 1127 0
Manusia bukanlah makhluk tanpa ketercelaan, begitu banyak kekurangan dan keterbatasan yang menjadikan manusia tak layak mendapatkan predikat sebagai makhluk yang sempurna, ketidaksempurnaan itulah yang mengharuskannya menjadi bagian dari kesatuan integral komunitas sosial, namun peran yang dijalankan dalam kompleksitas kehidupan,  interaksi sosial, yang dilalui antar manusia terkadang mampu menyembunyikan keterbatasan akan kemampuan manusia.. Ada manusia yang berperan sebagai Pemimpin, karyawan,konsultan keuangan, Pejabat, rakyat jelata, ketua sebuah entitas, Guru, Murid,  bawahan, buruh kasar, pemungut sampah, tukang parkir dan lain sebagainya. sebuah profesi atau peran yang dijalankan oleh manusia tidaklah ada yang bisa dikatakan hina, lebih rendah dari peran lain, tidak beruntung dibanding peran lain.....walau dalam ukuran nilai subjektif manusia selalu ada yang namanya peran lebih tinggi maupun lebih rendah.... Kehidupan adalah seperti siklus mekanistik, seperti layaknya jarum jam yang bergerak, tiap elemen kecil dalam sistem mekanik sebuah jam berperan penting dalam mendukung kerja operasi dari keseluruhan sistem pergerakan detik, menit dan jarum jam.....walau kadang yang terlihat kasat mata adalah pergerakan jarum yang tertampil di screening jam... namun elemen2 halus tidaklah terlihat nyata padahal mereka memiliki peran esensial yang mengatur pergerakan perputaran jarum jam dengan gerak sistem peran-peran kecil yang sudah ditetapkan..... Namun, kehidupan manusia tidaklah sesederhana analogi sebuah jam, atau sebuah mesin mekanis lain.... Manusia memiliki yang namanya ego, nafsu yang dapat mengejawantahkan dirinya dalam bentuk kesombongan, sikap merendahkan,  sikap yang merasa paling benar, sikap yang selalu ingin menang sendiri, keras kepala, dan sikap tak terpuji lain.... Dengan ego yang berlebihan kadang manusia menjadikan pembenaran kelebihan dirinya untuk menghina, merendahkan orang2 dibawahnya, mereka cenderung tak menghargai dan disimpatik terhadap manusia2 yang secara social, intelektual, ekonomi, politik, budaya berada dibawah kasta yang mereka miliki….. Sikap-sikap ini adalah represi manusia akan keterbatasannya, sikap pengecut dan ketakutan dari banyak manusia bahwa mereka disamping dianugerahkan kelebihan mereka juga secara nyata memiliki berbagai kekurangan, peran yang diamanahkan oleh Tuhan kepadanya telah membutakan dirinya, kelebihan yang dimiliki yang seharusnya diexploitasi maksimal dalam proses "olah" peran dirinya, malah berpotensi menjadikannya menjadi sombong dan merasa lebih baik dari orang lain... Kadang seorang manusia harus sadar diri siapa dirinya apa kekurangnnya, janganlah terlalu terlena akan kelebihannya, dan jangan menilai orang lain lebih hina hanya karna kelebihan yang dimilikinya. Kritik, adalah salah satu  cara yang kadang akan menjadi teguran akan ketebatasan dan kekurangan yang harusnya disadari…. Orang yang sudah diBUTAkan akan kelebihan akan lupa akan betapa BESAR kekurangan yang ada pada dirinya... dia akan melihat sebuah KRITIK yang penuh dengan hikmah pendidikan ego sebagai Penghinaan, padahal kritiklah yang menjadikan kita lebih baik sebagai manusia seutuhnya, manusia yang menyadari betapa besar keterbatasannya di hadapan ....hatinya takkan mampu memisahkan sebuah kritik penuh makna dengan penghinaan yang menjatuhkan....... Namun kadang kita yang mengkritik juga kadang terlalu emosional hingga menjadikannya bertendesi sebagai hinaan......nah evaluasi diri juga harus... itu PENTING.....sblm kita mengkritik orang lain......bercermin kepada diri sendiri juga HARUS dilakukan, menyelami kekurangan pribadi dengan bertanya secara mendalam juga mesti dilakukan...., karena kritik yang dilontarkan tanpa niat dan dasar kebaikan hanya akan menujukkan betapa kotornya isi pemikiran yang kita miliki…. Seperti yang ditulis oleh Aristoteles dalam De Interpretatione “Bahwa kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan”. Walau bagi manusia2 yang sudah menemukan kejernihan hatinya, mampu mencerap arti penghinaan sebagai sebuah permata yang berharga sebagai penghinaan atas egonya sendiri, bukan memandangnya sebagai tindakan yang merendakan martabatnya sebagai manusia, atau menjatuhkan hakikat dirinya sebagai seorang manusia….. Hati manusia bagaikan sebuah danau, perbandingan antara insan yang sudah tertutupkan oleh hitam egonya dengan manusia yang sudah menemukan jati dirinya melalui renungan mendalam adalah seperti danau hitam yang penuh dengan kotoran dan kebusukan bagi insan yang tertutupkan oleh kabur ego, mereka takkan mampu melihat keindahan dari dalamnya danau dan rahasia dibalik permukaan yang sudah menghitam, sebuah kritikan atau hinaan yang pada hakikatnya mencoba menjernihkan sudut danaunya dianggapnya hanya akan merusak tatanan warna hitam pada danau hatinya, mereka sudah terlalu terbuai akan pesona hitam dan legam yang beriak di permukaan. Sedang, bagi manusia yang sudah menemukan jati dirinya, hatinya seperti danau jernih hingga butir2 kilau mutiara di dasar danaunya terlihat begitu nyata dalam pandangannya. dia mampu memandang pesona keindahan di kedalaman airnya menganggap kritikan bahkan hinaan seperti teguran peringatan dari Sang Penjaga Alam bahwa saat itu dia diberikan kesempatan untuk lebih memutihkan dan menjernihkan air danau yang melingkupi hati yang dimilikinya…. Bagi orang2 ini, bukanlah pujian yang mereka harapkan, mereka adalah orang-orang yang berani berkata “ Hinalah aku sesukamu… “ , dikarenakan begitu luasnya dan dalamnya samudera hati yang dimiliki oleh mereka….. Sayangnya untuk menjernihkan hati tak cukup dengan syair2 berbagai panjat doa dan dengan membaca berbagai kalimat2 motivatif dari tokoh tenar manapun, berbagai quote2 dari Rasulullah, Ibrahim bin Adham, atau tokoh2 sufisme lain yang pada dasarnya ditujukan memberikan trigger dalam mekoreksi diri, SUNGGUH TAKKAN pernah BERGUNA, jika tak ada kemauan kuat dan berbagai pelatihan yang konsisten dari pribadi kita sendiri untuk terus mengevaluasi diri dan menyadari bahwa kita selalu memiliki kekurangan…… Karena doa yang tak terserap nyata dalam relung-relung penghayatan hati HANYA akan menjadi sebuah lantunan kata-kata kosong yang kehilangan makna…..

Jadi seberapa jernihkah danau yang ingin kita miliki…….? Tak tertarikkah kita untuk menikmati misteri pesona danau keindahan yang tersembunyi oleh pekat gelap ego kita ? Apakah kita sudah begitu sempurna saat orang lain “menghadiahkan” hinaan sebagai teguran yang menyadarkan kembali akan ketidak berdayaan kita dan ketidak-sempurnaan diri kita, lalu ego kita dengan sombong mengelaknya ? Atau sudah begitu sempurnakah kita saat merasa pantas melontarkan kritik dan hinaan kepada orang lain, padahal begitu besar ketercelaan yang sering kita lupakan ? Mari kita saling belajar Saudaraku…….untuk mengkritik (menghina) dengan kerendahan hati dan menerimanya dengan sikap santun tak menjustifikasi kembali…… Karena saat kita menghina atau mengkritik saudara kita, kita takkan pernah tahu… … apakah kritik yang kita lontarkan pantas kita sematkan kepada orang lain, atau sikap ketercelaan yang kita lah yang saat ini kita coba hindari dengan mencoba mengkritik orang lain, karena seringkali hinaan yang kita utarakan menunjukkan betapa kotornya hati kita…….. orang lain adalah cermin dari pribadi kita…..
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun