Sudah lebih dari 100 hari Presiden Susilo Bambang Yudohyono dan Wakil presidennya duduk di tampuk kepemimpinan sejak diamanahkannya jabatan tersebut Agustus tahun lalu. Masih banyak PR besar yang harus diselesaikan. Beberapa janji kampanya sebelum menjabat kepala pemerintahan negerin ini adalah lebih memperhatikan taraf hidup kaum miskin melalui kebijakan2 yang akan diterapkan untuk memajukan hajat hidup mereka. Dari kebijakan pendidikan, pemerintah saat ini masih menggiatkan program
BOS, ICT maupun Jardiknas, dalam APBN 2010 juga terlihat adanya peningkatan alokasi pendidikan , di bidang kesehatan pemerintah semakin mengintensifkan fasilitas kartu jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), Keluarga Miskin (Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) serta kebijakan lain seperti sosialisasi pemberian obat generic oleh Menteri kesehatan kepada para penulis resep sehingga dapat meningkatkan efesiensi dari konsumsi APBN kesehatan dan kemampuan masyarakat kalangan menengah kebawah yang memperoleh akses fasilitas kesehatan. Dalam konteks lebih global saat ini pemrintah juga semakin membuka diri dalam perdangan internasional dengan mulai diterapkannya CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area). Dengan keikutsertaan indonesia dalam perdagangan lintas China- ASEAN ini, pemerintah mengharapkan dapat menekan persentasi pengangguran yang tercatat berdasarkan survey Badan Pusat Statistik Indonesia sebesar 8,96 di Akhir Agustus 2009 lalu melalui mekanisme investasi yang semakin dipermudah dalam implementasi International Trade ini. Beberapa kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah tsb diharapkan dapat menignkatkan kualitas hidup kaum miskin, namun kebijakan-kebijakan tersebut dianggap sangat utopia bagi beberapa kritisi. Mereka menganggap pemerintah hanya melakukan control dari segi anggaran hal ini dibuktikan dengan sistem akunting berbasis anggaran yang saat ini diterapkan di sector pemerintahan, tanpa melihat kualitas dan efektivitas realisasi dari anggaran tersebut, monitoring dan pengawasan di tingkat yang paling rendah sangat minim dilakukan. Dari segi implementasi kebijakan pendidikan dengan kebijakan penerapan ICT (information Communication Technology) dan Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) misalnya dimana elemen strategis tersebut menyerap cukup besar anggaran pendidikan dianggap tidak efektif. Kebijakan yang tertumpu pada bidang IT ini sangat terkendala oleh SDM-SDM dari lembaga atau institusi pendidikan itu sendiri, kesiapan infrastruktur sekolah dan kesiapan tenaga ajar serta siswanya dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Dana BOS yang diharapkan dapat mengurangi beban biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh orang tua siswa juga tidak direalisasi oleh sekolah yang mengelola dana tersebut dengan transparan. Masih adanya mekanisme pelaporan yang tertutup dapat mengurangi control dan pengawasan oleh masyarakat atas alokasi dan efektivitas alokasi anggaran BOS tersebut tiap periodenya. Di bidang kesehatan, banyaknya masyarakat miskin yang mengeluhkan sulitnya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui penggunaan Jamsemas, Gakin, SKTM. Disamping prosedur yang sering menyulitkan dan berbelit-belit, dokumen kelengkapan pengajuan yang diperoleh dengan biaya yang tidak murah dengan munculnya berbagai pungutan-pungutan liar. Hal ini diperkuat atas hasil survey yang dilakukan Citizens Report Card (CRC) Indonesia Corruption Watch di bulan November 2009 lalu. Survey yang dilakukan dengan sample 738 pasien miskin pemegang Jamkesmas, Gakin, SKTM sebagian besar mengeluhkan buruknya pelayanan perawat, sedikitnya kunungan dokter pada pasien Rawat inap, lamanya pelayanan oleh tenaga kesehatan (apoteker dan Petugas Laboratorium). Selain itu pasien juga mengeluhkan rumitnya pengurusan administrasi dan mahalnya harga obat. CAFTA akan diterapkan dengan penekanan tarif import hingga 0% dimulai di awal 2010 ini dianggap oleh beberapa pengamat ekonomi banyak akan meringsek kemampuan usaha local yang sudah semakin terpojok akibat krisis subprime mortage yang berpengaruh global akhir2 ini. Tingkat harga yang sangat kontras dibanding produk local menimbulkan efek pelemahan potensi usaha local dalam jangka panjang. Alhasil CAFTA akan berpotensi meningkatkan pengangguran dan menekan kemajuan UKM. UKM yang memiliki keterbatasan modal dan minim inovasi terancam akan segera gulung tikar sebagai efek vice versa dari CAFTA ini. Pandangan utopia atas kebijakan ini semakin meyakinkan dengan terobosan terbaru atas diberikannya fasilitas Toyota Crown Royal Saloon kepada kalangan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II akhir-akhir ini. Kebijakan ini jelas langsung menimbulkan polemik dari banyak kalangan masyarakat. Hal ini wajar fasilitas seharga 1,3 Milyar ini dianggap terlalu berlebihan jika dibandingkan dengan utang Negara yang melebihi 1600 T. padahal jika dibandingkan dengan Belanda dimana angka GDPnya lebih besar dari Indonesia, kalangan menterinya hanya diberikan anggaran sekitar 600jt rupiah untuk fasilitas transportasi mereka. Di India dan Malaysia pemerintah memanfaatkan anggaran pengadaan fasilitas ini dengan memanfaatkan hasil industri dalam negeri ini merupakan strategi yang sangat efesien dalam penggunaan devisa Negara untuk realisasi fasilitas tersebut. Kebijakan-kebijakan yang secara realitanya kurang efektif bahkan tidak tepat sasaran tersebut, secara tidak langsung memberikan efek psikologis bagi kaum tidak mampu, banyaknya kasus kurang gizi, kelaparan yang tercatat tiga tahun terakhir menurut data yang dikeluarkan WHO sebanyak 50 ribu orang Indonesia melakukan bunuh diri akibat kemiskinan dan himpitan ekonomi. Pengangguran yang semakin berpotensi meningkat akibat turbulensi pasar global yang tidak kunjung berhenti dan program international trade akan berpotensi meningkatkan angka kriminalitas dan kemiskinan. Kisah nenek Minah yang mencuri buah coklat adalah sebuah kenyataan dimana kaum miskin semakin termarginalkan akibat ketidakmampuan dalam memperoleh pendapatan yang layak dan keadilan. Cerita Ibu Sinar di Polewali, Murni yang lumpuh akibat ketidakadaan dana pengobatan menyebabkan keterpurukan himpitan ekonomi yang semakin mendalam bagi keluarga ini, mengingat ibunyalah pilar keluarga sejak suaminya pergi merantau ke Malaysia untuk jadi TKI. Namun dibalik kisah-kisah yang begitu mengenaskan tersebut, ada yang menarik dari kisah Murni di Polewali, Sumatera Barat tersebut, Murni yang memiliki anak perempuan bernama
Sinar yang berumur 6 tahun kelas 1 SD ini benar-benar sosok yang mampu menjadi cahaya terang ditengah kemerosotan kepedulian pemerintah atas kaum miskin, bahkan mampu menjadi inspirasi yang sangat bermakna bagi seluruh rakyat Indonesia saat ini. Di tengah keputuasaan kenyataan ketiadaan Bapaknya sebagai tulang punggung keluarga an ibunya yang lumpuh, Sinar menolak untuk berkata menyerah atas nasib buruk yang dialami oleh keluarganya. Bocah ini benar-benar menjadi
Sinar terang bagi keluarganya. Ia dengan sikap sabar, penuh keikhlasan, dan penuh bakti sehari-hari ia merawat ibunya yang lumpuh tersebut, menyediakan kebutuhan sehari-harinya. Sangat menyakitkan memang kenyataan hidup yang dialami oleh bocah ini. Di saat anak-anak lain seumur dirinya merengek boneka, mainan lucu atau bahkan handphone keren dan bermain dengan riangnya dengan anak sebayanya. Sinar malah menghabiskan waktunya untuk berbakti dan bertanggung jawab penuh kepada ibunya, memasak nasi, menyediakan air minum, memandikan dan membantu kebutuhan buang air ibunya adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan ole
Sinar. Bahkan saat penulis menyaksikan sosok
sinar ini di tayangan televisi swasta, tak ada sedikitpun ekspresi minta dikasihani atau keputusasaan dan kesedihan dalam raut wajahnya yang begitu mungil. Benar-benar sosok yang penuh hikmah, optimis, penuh tanggung jawab, penuh ikhlas dan keteguhan dalam menjalani cobaan kehidupan yang menimpanya. Benar-benar miris memang, pernah Sinar dijadikan sebagai ikon dalam menarik sebanyak-banyaknya simpati dalam pemilu legeslatif yang lalu. Di dinding luar rumahnya menempel berbagai poster, dan foto-foto CaLeg. Saat pemilu usai dan saat Caleg sudah memenangkan ambisinya. Sinar dan Ibunya pun terlupakan, seperti janji-janji pada poster-poster yang entah apakah semanis ambisinya. Sangat ironis memang di saat pemimpin negeri ini menikmati berbagai kemewahan dan kenikmatan atas fasilitas yang diberikan Negara kepadanya untuk mewujudkan amanah dari rakyat, namun banyak sosok-sosok Sinar yang terus bersekolah dan menghadapi keterbatasan hidup yang pahit sendiri, tanpa perhatian dari kalangan pembuat keputusan.
Sinar engkau bukanlah aktor dalam film Children of Heaven, dan engkau bukanlah sosok Bintang dalam novel karangan Andrea Hirata, Laskar Pelangi, namun perjuangan engkau adalah sebuah realita, sebagai rakyat biasa kita hanya dapat berharap semoga sosok Sinar dapat menjadi sinar terang bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk para pemimpinnya dengan sikap ikhlasnya, tanggung jawab, dan baktinya dalam memajukan kondisi bangsa yang semakin terancam keterpurukan khususnya keterpurukan moral seperti saat ini.
KEMBALI KE ARTIKEL