Demokrasi yang modern sudah pada tahap lebih canggih , lebih terukur, Â dan terbaca dengan akurat, Â melalui data dan riset yang ada.
Seperti pada film " Long Shot " Â (2019) , seorang menteri luar negeri wanita Amerika , akan calonkan diri jadi presiden. Menteri ini mendapat dukungan penuh dari presiden petahana.
Segera lah , sang ibu menteri yang anggun ,cantik , Â cerdas dan punya kuasa super ini menyewa konsultan politik .
Ada beberapa faktor yang bisa di nilai bagi seseorang kandidat presiden untuk negara sekelas Amerika  , dengan melakukan riset awal internal yaitu :
*Karismatik.
*Elegan
*Bergairah / energik
*Latar belakang baik.
*Kegiatan Masa muda aktif.
*Respon besar dari Milenial ( pemilih potensial )
*Punya Rasa Humor
Dari 7 kriteria diatas , idealnya semua nilai nya di atas 90.
Sang Ibu menlu ini , dari 7 faktor itu , satu yang masih kurang bagus nilainya. Masih di bawah 90. Yakni kurang punya rasa humor. Â
Tak ayal , tim sukses Ibu Menlu ini , cari penulis untuk pembuat konsep pidato Ibu Menteri, Â yang punya rasa humor dalam tulisan nya. Dengan kalimat kalimat lucu tapi tidak mengurangi elegan dan karisma ibu menteri. Â Malah akan membuat poin faktor humor nya akan naik .
Nanti masyarakat luas akan menganggap Ibu Menlu ini lucu dan sekaligus memberi rasa nyaman bagi masyarakat.
Di negara yang sudah maju peradaban masyarakat nya , pemimpin yang punya rasa humor tinggi yang akan populer .  Kebalikan dengan negara yang masih sangat konservatif ,seperti negara di blok  sosialis , komunis atau monarki absolut ,  yang butuh pemimpin negara  yang serius ,agung  ,kaku dan berwibawa .
Pada akhirnya, berkat banyak masukan dari tim sukses nya , terutama dari sang penulis naskah pidatonya yang cerdas dan jujur , sang ibu menteri  justru bisa menarik banyak simpati di masyarakat. Bahkan kemudian bisa menang pilpres  sebagai presiden Amerika pertama wanita.
Supaya film nya nggak nanggung , dalam akhir cerita , Â pria sang penulis , dijadikan suami oleh Ibu presiden. Â Walah ... tresno jalaran Soko kulino. Â Cinta karena sering ngobrol interaksi di satu lokasi. Alias cinlok.