Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Bekerja Kok Gak Sesuai Bidang Pendidikannya...

7 Februari 2011   06:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:50 311 0
"Bekerja kok gak sesuai bidang pendidikan saat kuliahnya kamu ini...," celoteh seorang teman. Mungkin komentar seperti ini pernah kita dengar. Biasanya sih aku menjawabnya dengan ringan. "Kalau dihubung-hubungkan sih tetap ada hubungannya... walaupun sedkit," jawabku sambil tertawa ngikik. "Lagian memang.... aku diberi jalan oleh Tuhan di sini.... yah harus disyukuri dengan bekerja sebaik-baiknya," kataku lagi.

Itulah yang namanya takdir. Siapa pun tidak bisa menebak, masa depan seperti apa. Orang boleh berencana, tapi Tuhan lah yang menentukan segalanya tentang kita. Dan ironisnya tidak sedikit dari saudara kita yang mempercayai tukang ramal, apakah lewat garis tangan, aura, atau lewat kartu. Padahal hanya Allah lah yang Maha Mengetahui, termasuk takdir kita.

Sebagaimana firman Tuhan dalam surah Lukman (34), disebutkan “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Jika melihat apa yang telah terlewati, memang sejarah pekerjaanku tak sesuai-sesuai banget dengan bidang pendidikan dulu yang aku pelajari.  Di perusahaan pertama, sih masih lumayan ada sedikit hubungannya dengan bidang pendidikanku. Bekerja di sebuah penerbitan majalah bidang gizi, boga dan wisata. Paling tidak rubrik gizinya masih ada sangkut pautnya dengan Jurusan kuliahku (Teknologi Pangan & Gizi) di IPB.

Seringnya lulusan IPB masuk ke banyak perusahaan/instansi yang tidak relevan membuat munculya pendapat yang IPB itu singkatan dari Institut Publisistik Bogor, karena banyak lulusannya bekerja di media massa. Atau Institut Perbankan Bogor karena banyak lulusannya bekerja di perbank-an. Atau entah apalagi singkatan dari IPB itu....

Aku lulusan IPB Bogor. Angkatan 26 (masuk IPB tahun 1989). Dari sejak seleksi masuk, saat kuliah, ujian, hingga setelah jd alumnus banyak kisah unik.  Di tahunku (angkataku) lah, PMDK dihapus semua oleh peruguran tinggi, kecuali IPB. Padahal waktu itu aku sudah ancang-ancang untuk masuk Undip Semarang (dengan maksud, tidak perlu jauh-jauh dari kampung halaman), dan syukur-syukur bisa masuk Kedokterannya (waktu itu cita-cita masih pengni jadi dokter... walau takut kalau melihat darah.. hehehe). Ya.. mau ndak mau.. aku mendaftar (atau didaftarkan guru) untuk ikut seleksi PMDK ke IPB. Dan.... ternyata namaku lolos....!!

Aku dipanggil IPB bukan lewat jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) tapi PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan). Di mana IPB melihat prestasiku selama di SMA. Waktu itu dari SMA kami (SMA Negeri 4 Solo) hanya diberi jatah 2 dan kebetulan yang diterima aku dan satu orang lagi Evi (cewek).

"Ya kamu karena sudah lolos dan diterima di IPB .. harus diambil loh... Karena kalau tidak diambil nanti sekolah SMA kita tidak lagi diberi jatah PMDK tahun depan," pesan beberapa guru padaku..... Orang tua pun senada dengan pendapat para guru. Jadi, akhirnya aku harus melenggang ke Bogor untuk meneruskan kuliah di sana. Aku tak sempat merasakan deg-degan saat ikut Sipenmaru (seleksi penerimaan mahasiswa baru) dan bersaing terbuka dengan seluruh lulusan terbaik SMA se-Indonesia.

Untunglah di Bogor ada paguyuban anak-anak asal solo (Ayumas) yang mewadahi anak-anak SMA yang diterima kuliah di IPB Bogor. Kami saling menyemangati dan sharing. Aku kost bersama anak-anak Solo baik yang seangkatan maupun kakak kelas. Walau dulu di SMA merasa hebat.. tapi di IPB ini rasanya tidak ada apa-apanya. Soalnya aku bersaing dengan lulusan-lulusan SMA yang ranking satu di SMAnya masing-masing dari seluruh Indonesia.

Adanya kakak kelas membuat hati dan pikiran lumayan terasa tenang, walau jauh dari kampung halaman.  (Aku kost waktu SMA 4 Solo juga dekat/bersama dengan kakak-kakak kandung yg kuliah di UNS, jadi ndak bisa dibilang mandiri 100 persen). Tiap hari yang belajar dan belajar. Dan untunglah di tingkat pertama kulalui dengan sukses! Nilainya masuk kategori Sangat Memuaskan.Padahal banyak temanku yang nilainya sempurna dan Cum Laude di tingkat satu itu. Tapi saya sudah sangat bersyukur karena nilai itu bisa memudahkan aku untuk menapak ke tingkat 2 (penjurusan)..

Dalam setahun itu, aku sudah terbiasa pulang pergi Bogor-Jawa naik bus. Terminal bus, termasuk Pulogadung sudah menjadi tempat yang biasa dikunjungi... Entah mengapa ya aku jarang banget naik kereta kalau pulang. Mungkin karena biayanya, mungkin juga karena masih harus nyambung transportasinya lagi saat menuju Gambir/Senin maupun saat tiba di stasiun di Jawa.

Di tingkat pertama ini tak luput dari kisah sedih. Termasuk "dipalakin" sama rombongan kakak kelas dari pulau seberang. Hmmmm... ada-ada saja.... Sebenarnya para kakak kelas dari Solo sebenarnya gak terima tapi ..... untunglah ada yang mendamaikan... juga teman seangkatanku kebetulan dari pulau seberang yang sama.  (bersambung ttg teman senusantara yg unik-unik)

Apakah bidang kerja Anda saat ini juga tidak sesuai dengan bidang pendidikan yang Anda pelajari? Adakah Kompasianer yang juga alumni IPB?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun