Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

"Menikahi" 4 Keluarga

4 Februari 2011   05:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:54 353 0
"Aku ndak bakalan menceraikan kamu....walau kamu mau bagaimanapun juga," kata seorang suami menanggapi si istri yang tak terbilang jumlahnya mengatakan kata pisah itu. Padahal tak kurang seringnya si istri begitu demonstratif & blak2an menemui tamu pria lain yang notabene mantan pacarnya, terang2an.  Si suami tak punya prasangka buruk terhadap pria itu, dianggap sebagai teman (istri maupun temannya) biasa. Entah antara masih sayang atau memang berniat "menggantung" status sang istri, aku gak tahu dan gak mau nyari tahu, krn itu urusan pribdi mereka.

Pernah aku menjumpai kondisi keluarga seorang sahabatku yg membuatku semakin menyadari betapa memang perkataan wanita itu cenderung lebih dulu menggunakan perasaan, dibanding rasio. Itulah mengapa ketika pihak istri berkata cerai, diabaikan oleh syariat, lain halnya bila sang suami yg mengatakannya. Terucap sekali saja kata cerai dr mulut suami, maka sudah jatuh talak. Begitu kata para ustadz/ustadzah.

Demikian juga yg terjadi dengan keluarga sahabatku si Fulan.  Bukan tentang poligami, dia monogami. Dia begitu mempertahankan keutuhan rumah tangganya, walaupun istri sudah menyatakan berulang kali keinginan untuk kembali ke orang tuanya. Karena tak digubris, akhirnya Si Fulan sering diremehkan, didiamkan, tak dilayani, disudutkan, bahkan diancam mau minggat, atau tak sudi lagi mengurus anak2nya, semuanya demi memancing emosinya oleh istrinya. Di mata istrinya, Fulan sudah tidak dihargai sama sekali, selalu saja dicari-cari kesalahannya...

"Apa mungkin ada pria lain? kok dia begitu ngototnya ingin pisah...." dalam hati bergumam. "Atau coba diikuti kemauannya saja... dibalikin dulu ma ortunya, paling itu cuma gertak sambal... kan selama ini Fulan yg jadi andalan keluarga ortu dan adik2nya... Ya semacam shock theraphy gitu deh...." kata sahabatku lainnya mengomentari masalah si Fulan itu.

"Pisah memang halal tapi itu perbuatan yang tidak disukai Alloh swt..." kata Fulan suatu saat. Entah apa yg dimaksud Fulan membiarkan istri terus memancing2 emosinya. Tapi menurutku dan juga menurut ortu dan saudara2 kandung Fulan, dia itu kurang tegas, sehingga istrinya selalu mempermainkan emosinya.

Selidik punya selidik ternyata Si Fulan itu menikahi istrinya yg merupakan anak pertama dr 5 bersaudara. Si istri merasa bertanggung jawab terhadap keadaan keluarga orang tua dan adik2nya. Dengan gaji yang tak seberapa besar Si Fulan terpaksa harus mengikuti kemauan si istri untuk membantu ortunya, bahkan keluarga adik2nya (walaupun tdk secara langsung berupa uang).

Seringnya terbebani oleh masalah keluarga ortunya dan adik2nya membuat si istri tertekan pikirannya. Sementara gaji si Fulan tak terasa selalu defisit.... Semakin membuat kalut masalah rumah tangganya dan sangat mempengaruhi hubungan rumah tangga Fulan.

"Kamu tuh memang dibuat jadi kurang tegas, sehingga bisa dipermainkan seperti itu..." kata saudara Fulan pernah aku dengar. Apakah si Fulan disebut sebagai orang sabar atau justru kurang tegas, yang pasti si Fulan sangat berhati-hati jangan sampai terucap kata pisah itu sehingga akhirnya sampai saat ini dia harus menanggung beban 4 keluarga sekaligus...!

Menikahi seseorang memang berarti menikahi "keluarganya", tetapi bukan berarti menafkahi "keluarga besarnya" bukan.....??  Fulan, Fulan,.... semoga Tuhan memberi kekuatan, kesabaran dan kelapangan rezeki untuk 4 keluargamu itu.... amiinnn...   Adakah masukan Anda buat si Fulan.....?

Catatan khusus: Hati-hati para suami, jangan sampai melafazkan kata cerai/talak (atau niat yg secara tidak langsung spt "pulanglah kepada orang tuamu"). Bila lafaz itu diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya, maka jatuhlah talaq satu. Bahkan meski itu dilakukan dengan main-main. Rasulullah SAW bersabda, 3 hal yang main-mainnya tetap dianggap serius, yaitu nikah, talak dan rujuk.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun