Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Nahi Munkar Tak Semudah Amar Makruf?

28 Oktober 2010   07:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:02 427 0
Amar makruf relatif lebih mudah dibanding nahi munkar. Jadi, pahala amar makruf bisa jadi lebih rendah dibanding nahi munkar dong... Begitukah?

Tidak sepenuhnya seperti itu. Itu hanya analisis manusia lemah seperti saya. Pahala adalah kuasa Allah SWT dan hanya Dia-lah yang berhak dan mengetahuinya. Amar makruf, harus diikuti dengan nahi munkar. Mengajak kepada kebaikan, harus diiringi pula dengan mencegah kemunkaran (tindakan yg bertentangan dengan ajaran agama).

Lihatlah di sekitar kita, jika dicermati, mengajak kepada kebaikan rasanya lebih mudah, dan sedikit tentangannya, karena pada umumnya semua orang bisa menerimanya. Terlebih bila yang diajak adalah orang-orang yang sudah baik.

Katakanlah mengajak ibadah ke orang yang suka beribadah, mengumpulkan sumbangan untuk sesama kita yang terkena bencana ke orang-orang yang memang biasa menolong (dermawan), ya tentu relatif mudah bukan? Kalaupun bukan kepada orang baik, tapi karena pesan kita itu baik, maka respon mereka pun jarang yang negatif...

Amar makruf relatif lebih mudah dibanding nahi munkar (mencegah tindakan yang menyimpang dari ajaran agama). Banyak orang mengajak berbuat baik, tapi jarang yang berani menentang mereka yang berbuat kemunkaran.

Misalnya mencegah orang berbuat mabuk-mabukan atau berjudi ke para penenggak minuman keras yang biasanya nongkrong sambil berjudi, mencegah berbuat mendekati zina ke orang-orang yang suka runtang-runtung berduaan walau padahal bukan muhrimnya, menasihati para rentenir untuk tidak membungakan uang/riba ...

Jika ada, mungkin 1 dibanding 1000.  (Maksudnya yg 1 pelaku nahi munkar, yg 999 itu ya yg membiarkan/acuh atau malah mendukung). Bukan pelakunya sendiri yang menentang, bahkan orang-orang lain di sekitarnya pun kadang ikut-ikutan berseberangan dengan para pelaku nahi munkar. Untuk kasus ini saya kok jadi teringat apa yang dilakukan oleh FPI.  "Toh mereka tidak menggangu kami... Biarlah mereka dengan sikapnya seperti itu... asal mereka tidak mengganggu kami," begitu kilahnya.   Waduuuh... bagaimana bisa mereka berpandangan seperti itu?

Silakan Anda praktikkan sendiri... Atau mungkin Anda sudah merasakan sendiri?  Walaupun dengan nada yang halus dan kata-kata yang positif/ramah, mengajak kepada kebaikan akan lebih membahagiakan responnya dibanding mencegah kemunkaran.  Tidak perlu yang berat-berat deh kasusnya..

Adakah yang yang menegur para pengendara motor yang melawan arus? Naik trotoar, berhenti di atas zebra cross.  Adakah yang berani menegur para pemuda yang berpacaran di pinggir-pinggir jalan? Pedagang kaki lima yang memakai trotoar/badan jalan? Apa reaksi mereka jika kita komentari "kenakalannya"?  Tak jarang mereka justru memandang sinis, malah bisa-bisa melotot! Eh, sudah gitu orang di sekitarnya ikut kompak memelototi.

Sudahkah Anda segera merespon ketika teman-teman Anda sudah mulai membicarakan (aib) orang? (berghibah)?  Bahkan mungkin kita terbawa, tak sadar-sadar kalau terjebak, bahkan ikut-ikutan berkomentar dalam ghibah itu.  Sering terjadi seperti itu bukan? Memang sih, kalau tak kuasa dengan tangan ya akhirnya dengan hati saja... Tapi itulah tanda iman yang lemah, paling rendah. Rasulullah SAW bersabda:

«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَ ذَلِكَ اَضْعَفُ اْلإِمَانِ»

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun