Jangan tanyakan macet! Hampir setiap hari di setiap sudut jalan kota ini dipenuhi mobil dan motor yang saling berhimpitan.
Jangan tanyakan para pelanggar lalu lintas! Banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan ibu kota berdampak juga pada meningkatnya jumlah para pelanggar lalul-intas. Sebenarnya bukan 100 persen karena masalah kendaraan yang semakin banyak, tapi karena para pelanggar lalu lintas yang memang tidak mempunyai etika dan kurang pendidikan bagaimana seharusnya berkendara yang baik.
Jangan tanyakan sampah! Bahkan ketika tempat-tempat sampah terlihat jelas di depan mata, saya selalu saja melihat orang yang dengan enaknya tanpa dosa membuang sampah sembarangan.
Jangan tanyakan banjir! Banjir sudah dari zaman belanda dulu selalu menyerang Jakarta. Dan sekarang hampir tiap tahun banjir melanda ibu kota.
Dan masih banyak lagi masalah-masalah yang ada di ibu kota kita ini. Sangat banyak kalau harus saya tuliskan di sini satu persatu. Lupakan saja masalah-masalah di atas tadi!
Ada satu hal saja yang paling menjadi concern saya selama ini.
Apa itu?
“Trotoar”.
Saya sebagai pengguna transportasi umum dan juga pejalan kaki, pastinya mendambakan transportasi umum yang baik juga trotoar jalan yang nyaman. Saya ingat betul, ketika awal-awal hari saya hidup di Jakarta. Saat itu saya tinggal di daerah Pancoran. Saya merasakan bagaimana tidak nyamannya trotoar yang berada di sepanjang jalan Gatot Subroto. Trotoar yang rusak, tidak ada tempat sampah, banyak para pedagang kaki lima ditambah banyak parkir liar yang memenuhi hampir seluruh trotoar yang harusnya menjadi hak kami para pejalan kaki.
Mungkin kasus ini tidak hanya terjadi di trotoar sekitar Pancoran saja, mungkin di hampir setiap trotoar di Jakarta mengalami masalah serupa.
Saya benar-benar sangat mendambakan trotoar yang nyaman dan bersih seperti di luar negeri. Saya selalu bertanya pada diri sendiri, kapan trotoar di Jakarta bisa seperti trotoar-trotoar jalan di Australia, Eropa atau negara-negara maju lainnya??
Selama hampir 6 tahun, merasakan nyamannya berjalan kaki di trotoar Jakarta mungkin hanya bisa saya lakukan dalam mimpi saja.
Setahun terakhir, ketika Jokowi mulai menjadi orang nomer satu di Jakarta, sedikit-demi sedikit mulai telihat perubahan-perubahan kecil yang walaupun demikian akhirnya bisa membuat rasa kecewa saya terhadapa trotoar sedikit terobati.
Ada sesuatu yang unik ketika saya kembali melewati trotoar sekitar jalan Gatot Subroto, Pancoran.
Di sepanjang trotoar itu dipasang bangku taman yang terbuat dari kayu . Jarak antara bangku taman yang satu dengan yang lainnya mungkin sekitar 30 meter. Tempat sampah pun ditambahkan didekat bangku-bangku taman tersebut.
Memang, kalau kita bandingkan, masih sangat jauh sekali dengan trotoar-trotoar ternyaman dan terbaik yang ada di seluruh dunia. Tapi sedikit perubahan kecil ini membuat para pejalan kaki merasa lebih dihargai dan diperhatikan haknya oleh Pemprov DKI.
Trotoar di Jakarta menjadi jauh lebih nyaman sekarang. Setiap sore, saya selalu menyempatkan diri untuk duduk-duduk di bangku taman trotoar walau hanya untuk sekedar beristirahat sejenak sepulang kantor. Untuk membaca buku atau hanya sekedar memainkan gadget.
Dari bangku trotoar ini pula akhirnya hampir setiap sore saya selalu merasakan nikmatnya mengamati ramai jalanan kota dengan berbagai macam jenis kendaraan yang berdesakan.
Merasakan nikmatnya mengamati para pekerja kantoran yang berjalan ramai disepanjang trotoar dengan menampakan wajah lusuh dan lelahnya,
Merasakan nikmatnya mengamati kerlap-kerlip cahaya lampu gedung-gedung tinggi yang selalu meramaikan akhir hari.
Merasakan nikmatnya mengamati langit sore Jakarta yang selalu berubah warna dari temaram kuning menjadi gelap.
“ Semoga Trotoar Jakarta Lebih Baik Lagi, Semoga Jakarta Lebih Baik!”
sumber : http://gungunst.com/memandang-langit-sore-jakarta-dari-trotoar/