Hal tersebut disebabkan karena lingkungannya sudah berantakan, rakyatnya tidak bisa di urus , dan paham dari luar pun sudah mulai masuk dengan kuat, maka Raja Sunda pergi dengan terhormat. Jadi ketika ada boikot terhadap perdagangan Sunda oleh Mataram, pada tahun 1550-1579 ekonomi Sunda itu sangat merosot dan Raja Sunda itu tidak mau melakukan perlawanan terhadap Mataram lebih baik pergi saja tidak perlu ribut.
Pada waktu itu akses pelabuhannya juga di tutup oleh Mataram. Kerajaan Sunda biasanya suka mengirim lada dan barang-barang lainnya ke Portugis, namun pada saat itu pelabuhan Sunda Kelapa dan Ancol juga di tutup jadi tidak bisa lagi mengirimkan barang. Walaupun pada saat itu kapalrinya terdiri dari 400 ekor kuda, hal itu di katakan oleh Tome Pires, dengan pertahanan jumlah tersebut sekarang saja sudah kuat apalagi zaman dahulu.
Sehingga tradisi pada waktu itu kalau dari sisi politik "mangga tipayun" orang Sunda itu kalau di suruh duduk di depan suka tidak mau karena selalu menghargai orang lain terlebih dahulu. Prinsip-prinsip politik Sunda itu berlaku pada masanya. Ketika orang Sunda homo gen kepada orang Sunda lagi, maka sangat cocok karena sama-sama dengan orang perasa lagi. Contoh kyai-kyai NU yang langitan semuanya saling menyodorkan mangga tipayun, mereka tidak mau mendahului semuanya merasa hal itu untuk saling menghargai sehingga kalau mau duduk kedepan itu sangat lama sekali.
Hal itu sifat/tabiatnya, tetapi persoalannya sekarang Sundanya sudah heterogen pendatangnya banyak kalau terus-terusan "mangga tipayun" maka akan diambil orang terus dan tidak kebagian. Jadi sekarang filosofinya harus diganti "haling ku aing" karena iklimnya sudah berbeda, alamnya sudah berbeda .Ketika orang perasa berkumpul dengan orang perasa lagi tidak ada problem tapi kalau orang perasa bergabung dengan orang yang tidak punya perasaan maka pastinya akan dihajar terus. Tidak dipersilahkan juga sudah di ambil apalagi kalau di persilahkan.
Secara umum hampir semua filosofi Sunda itu sudah tidak digunakan karena kebanyakan orang memahami Sunda itu sebagai Suku bukan sebagai konsep besar tentang peradaban atau sebagai ideologi (Pandangan hidup). Ideologi Sunda itu yang mengajarkan papat kalima pancer, yang mengajarkan TRITANGTU di buana. Sehingga ketika sudah memahami Sunda secara ideologi maka saya tidak perlu lagi memahami biologi dan biologi boleh lahir dari mana saja . Secara ideologi ketika seseorang berprilaku sebagai orang Sunda dan toleran maka Anda sudah menjadi Sunda dan secara ideologi Anda adalah saudara saya.
Pada masa lalunya yang mengajarkan Prabu Siliwangi Ki Pamanah Rasa, Sri Baduga Maha Raja, dll. Prabu siliwangi itu mengajarkan tata hidup yang benar. Tata salira, bagaimana membangun diri pribadi, Tata Negara, bagaimana membangun Negara, tata buana, bagaimana menjaga hubungan antar negara atau dunia, kemudian tata surya, bagaimana ia keluar dari alam kita (makrokosmos) dan masuk ke dalam dimensi lain (alam kahyangan)
🌿
Sebelum prabu siliwangi juga pasti ada lagi sebelumnya dan ada lagi sebelumnya. Sehingga dalam pandangan itu orang Sunda sudah tauhid sejak lama karena, Prabu Siliwangi itu Agamanya Tolay, orang Tolay itu termasuk dalam pribadi kita memberikan salam tiap tahiat Asssalamualaina wa ala ibadillahis shalihin dia kaum ibadi dan di janjikan surga.
Raja Sunda, kata Tome pires, merupakan orang yang taat beribadah. Ia dikelilingi oleh ahli-ahli agama. Masyarakatnya pun dikenal sebagai kesatria dan pelaut yang unggul. Bahkan dikatakan lebih baik daripada pelaut kesatria dari Jawa (bagian timur). Dibeberapa tempat masyarakatnya lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengembala ternak dan bercocok tanam.
"Pria-pria Sunda berwajah rupawan, berkulit gelap dan berperawakan tegap" Kata Tome Pires.
Setiap tahunnya kerajaan Sunda mampu menjual beras sebanyak ribuan ton (lebih dari 10 jung). Selain itu mereka mampu menghasilkan sayur-sayur yang tak terhitung jumlahnya, serta menjual aneka hewan yang tidak dapat dipastikan jumlahnya. Selain bahan makanan pajajaran juga memperjualbelikan para budak (laki-laki dan perempuan).
Tome Pires juga menyebutkan wilayah Sunda sebagai 'Negeri Kesatria dan Pahlawan Laut'. Para pelaut Sunda berlayar ke berbagai negeri sampai ke Kepulauan Maladewa.