Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Nenek Karsih tak Mau Jadi Pengemis

1 Maret 2014   18:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 130 1


cangkang pagi terbuka memijarkan mutiara  putih
dunia tenggelam  dalam lautan kemuning
aroma  embun menyebar  temani  hembusan angin
batas malam merayap hilang
gelap perlahan sembunyi dibalik lubang lubang bayangan

kehangatan memeluk
rimbunan hijau  bangkit di atas bebatang tegak
selokan dan sungai  bergeliat  memercik  kilau
burung kembali suapi anak anaknya
ramai lenguhan sapi rindukan rerumput

nenek karsih selesai ikat reranting
pucuk daun singkong  yang terhimpun  dalam kumpulan
berjejal di keranjang sulaman bambu
langkah tanpa alas topang kerentaan
tertatih lalui kembali jalanan basah setapak

sesekali  berhenti  rapikan ikatan kain sisa waktu
sulur dan dedaunan sibuk menyapa tubuhnya
akar akar menggoda langkah
nenek  karsih  berbincang dengan keramahan alam tanpa kata

sekeranjang pucuk daun untuk beberapa gelas beras
sejumput garam dan pemanis
sedikit lembaran uang tersisa dalam lipatan kain
gubug berdinding jalinan bilah bambu menopang atap rumbia
tersenyum menanti

perempuan berkalung emas berdiri  di muka pintu
dengan kemewahan melingkari tubuh
kembali kisahkan keramaian mimpi
kisahkan hidup dalam pelukan hangat rumah berdinding batu
kehidupan  yang menjadi  mudah dengan merangkai pinta

puluhan orang telah datang seperti itu
nenek karsih hanya diam  menggeleng
tak peduli kan arti semua kisah itu
nenek karsih tak tahu arti lebih
tak mengerti mengapa kepapaan harus dipamerkan bertukar  belas kasih

perempuan berkalung emas
lontarkan amarah
perintah sang kacung runtuhkan batang batang hidup

nenek karsih hanya tersenyum asih
dihibur gemerisik daun rumbia
iba hatinya
pada orang yang berkisah tentang mimpi namun bertingkah seperti api

telah satu warsa sang kekasih mendahului
lelaki  gagah yang selalu menemaninya dengan hati
lelaki gagah yang selalu tegar berkata
-sudah, cukuplah meminta pada alam
-cukuplah semua ini
-sang maha pengasih sudah berlebih memberi, tak layak pintakan belas kasih pada yang lain

keluguan malam hatarkan selimut dingin
merengkuh lembut  nenek karsih
dipan bambu nyanyikan derit
lentera minyak persembahkan tarian temaram

bias genangi  mata nenek karsih rindukan sang kekasih
nenek karsih pun rindukan pagi
walau esok tak ada lagi pucuk daun untuk dipetik
namun malam ini nenek karsih tak sendiri
dibayangan bening sepi  sang kekasih berdiri di samping
raih jemari
mengajaknya  temui  cahaya

pagi tak lagi berkisah pada nenek karsih
sulur dan dedaunan tak lagi menyapa
akar tak lagi menggoda
alam tak lagi mengajak berbincang
tak ada lagi nasi kering diatas rumbia
tak ada lagi derit dipan bambu
tak ada lagi hembusan asap wangi diperapian

________________________________________________

Ilustrasi :
karya Fotografer : Yosef Cahyo W, ST. ( http://www.magetankab.go.id/html/?q=node/565 )

Catatan Penulis:
Puisi ini hanya kisah fiksi, menggunakan sosok tokoh dalam ilustrasi sebagai sumber inspirasi, tidak menggambarkan kenyataan tentang tokoh bersangkutan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun