Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Manifesto No. 7 KPSI Antara Dendam dan Politik

5 Juni 2012   11:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:22 1007 3

Beberapa bulan yang lalu telah diselenggarakan kongres sepakbola oleh sekelompok orang yang menamakan diri sebagai KPSI atau Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia. Kegiatan kongres dilaksanakan di Ancol tepatnya di Hotel Mercure dengan Mengagendakan Kongres Luar Biasa (KLB) untukmemilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan Sembilan Anggota Komite Eksekutif PSSI Versi KPSI. Dari kongres tersebut, KPSI mengeluarkan 7 Manifesto. Diantara lainnya yang sangat kontroversial adalah Manifesto no 7 Daripada menyerah dan melakukan rekonsiliasi lebih baik menerima sanksi FIFA, dengan alasan yang menerima sanksi bukan hanya klub pendukung KPSI namun juga seluruh anggota PSSI.”Walaupun sempat tersiar kabar bahwa KPSI tidak pernah mengeluarkan Manifesto dan membantah isi dari manifesto tersebut. Dan sekarang tanpa perlu penjelesan lagi dari KPSI kita dapat menyimpulkan bahwa Manifesto No 7 itu benar adanya seperti yang diberitakan oleh inilah.com hari ini (senin 4 Juni 2012).

Disini saya tidak akan membedah dan membahas semua Manifesto yang pernah dikeluarkan oleh KPSI dan bantahan mereka terhadap Manifesto tersebut. Tapi saya akan coba untuk berdiskusi dengan Kompasianer membahassecara spesifik tentang Manifesto KPSI No 7 yang sangat kental nuansa Politisnya dari Partai tertentu untuk Pemilu 2014 mendatang. Manifesto KPSI no 7 yang sangat Fenomenal itu adalah Kiamat Bagi pelaku Sepakbola di Indonesia, baik itu Suporter, Pemain, Klub dan Sponsor. karena FIFA selaku Induk Organisasi Sepakbola tertinggi di dunia akan menghukum Indonesia bukan Federasi (PSSI) dengan cara membekukan seluruh kegiatan Persepakbolaan yang ada di Indonesia, baik secara Nasional (Liga) dan Internasional (FIFA WORLD CUP dll). Tapi kalimat diatas tidak berlaku bagi KPSI jika Indonesia di SUSPEND atau di BANNED oleh FIFA dikarena itu adalah sebuah “Rahmat” atau Door Prize untuk KPSI yang bisa “Menangguk di Air Keruh” dalam situasi tersebut.

Mengapa KPSI begitu ngotot dengan mensukseskan segala cara agar Manifesto No 7 itu terjadi..? Mungkin jawaban yang paling mendekati adalah Dendam dan Politik.

1.Dendam

Seperti yang kita ketahui bersama, KPSI adalah sekumpulan orang yang pernah duduk nyaman di PSSI era Nurdin Halid yang dinahkodai oleh Toni Apriliani. Bahkan beberapa orang dari mereka pernah menjadi EXCOPSSI era Djohar Arifin Husein yang akhirnya dipecat karena melanggar Statuta PSSI dan Kode etik Fair Play PSSI. Dan peristiwa pemecatan ini hanya jadi pemantik masalah darimasalah yang ada, disebabkan karena PSSI era Djohar Arifin Husein telah merusak zona nyaman yang telah mereka nikmati bertahun-tahun lamanya tanpa seorang pun mengganggu. Mereka yang merasa zona nyamannya terancam mulai merongrong PSSI dengan berbagai cara. Dimulai dengan menggugat PSSI ke CAS, menuduh PSSI melanggar Kongres Bali dan yang Paling teranyar adalah KLB KPSI di Ancol. Dan tidak berhenti disitu, Perang terbuka yang dilancarkan oleh KPSI yang mendapat “dukungan” darimedia mainstream. Media Mainstream yang mendukung KPSI tidak berhenti-hentinya melansir berita PSSI, dengan memutarbalikan fakta yang ada untuk menggiring opini masyarakat sepakbola Indonesia dan melemahkan posisi PSSI di mata rakyat Indonesia. Tapi dengan strategi “diam adalah emas” dan “ Talk less do more” PSSI bisa Mematahkansemua serangan yang dilancarkan oleh KPSI dan Survive sampai sekarang.

2.Politik

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pentolan dan anggota/klub yang berada dibawah kendaliKPSI erat kaitannya dengan Partai Politik tertentu. Perlu kita ketahui bahwarata-rata ketua umum klub yang berada di ISL mempunyai hubungan yang erat dan mesra dengan partai politik tertentu Di Indonesia. Bahkan sudah menjadi “Rahasia Umum” bahwa “Man Behind The Gun” KPSI adalah tokoh politik nasional. Lalu apa kaitannya dengan Manifesto KPSI no 7 dengan politik indonesia sekarang ini..?sangat erat kaitannya jika Manifesto KPSI No 7 benar-benar terjadi di Indonesia yang kita Cintai ini. Iklim Sepakbola di Indonesia yang sangat menjajikan jika dikaji dari sisi ekonomi dan politik karena melibatkan massa yang sangat banyak terutama suporter. Klub-klub yang berada dibawah kendali KPSI adalah Klub yang berlaga di ISL yang berizin turnamen yang pada umunya mempunyai basis suporter yang fanatik. Dan dari Fanatisme suporter terhadap klubnya itulah yang dimanfaatkan oleh KPSI untuk memenuhi “syahwat politik” KPSI untuk meraup suara pada pemilu 2014 mendatang.

Bagaiman Jika Manifesto KPSI No 7 itu benar terjadi di Indonesia..? maka Indonesia akan di Vakum dalam sepakbola Baik nasional maupun internasional. Momen seperti inilah yang telah lama dirindukan oleh KPSI untuk menarik simpati suporter fanatik tersebut Dengan mengadakan liga internal antara Klub-klub yang bernaung dibawah KPSI. Dan Sepakbola di Indonesia bergeliat lagi tapi tidak dalam konteks Fair Play tapi lebih cenderung untuk politik. Dan slogan Fair Play untuk Olahraga terutama Sepakbola telah dikangkangioleh para politisi yang tidak mengenal Fair Play. Dan itulah tujuan KPSI sebenarnya, Fair Play Hanya menjadi tunggangan para politisidemi memuaskan ambisi dan kekuasaan untuk sang “Man Behind The Gun”. “Right Man In The Right Place” itulah ungkapan yang akan dinantikanuntuk sang “Man Behid Te Gun” karena telah melepaskan dahaga sepakbola untuk suporter fanatik klub tersebut.

Terkait dengan Finansial dan Publikasi Liga maka KPSI tidak perlu memikirkannya lagi karena sang “Man Behind The Gun” mempunyai syarat tersebut. Media sebagai penyebaran informasi sangat berperan penting disini. Dengan Blow Up “media” KPSI secara masive dan terstruktur rapi yang dibumbui dengan berita politis untuk menggiring opini suporter klub dan masyarakat Indonesia yang mencintai sepakbola. Dan dengan strategi itu bukan Hal yang mustahil akan mendatangkan banyak simpati, baik dari suporter klub atau rakyat Indonesia yang mencintai Sepakbola. Dan simpati itu akan berubah menjadi lumbung suara yang potensial untuk Pemilu 2014 yang akan datang.

Dan saya berharap opini pribadi yang saya tuliskan ini salah besar karena jika memang itu terjadi maka akan menimbulkan efek yang sangat besar bagi Sepakbola Indonesia. Kita kembali akan lagi kezaman batu sepakbola yang tidak beradab dan mengangkangi arti dari Sportivitas dan Fair Play.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun